Peristiwa Daerah

Pewarna Alami dan Eksotisme Tenun Ikat Sumba Timur

Senin, 09 Oktober 2023 - 12:20 | 134.28k
Tenun ikat Sumba Timur dengan keaslian pewarna alami. (FOTO: Dok Wisata Budaya Sumba)
Tenun ikat Sumba Timur dengan keaslian pewarna alami. (FOTO: Dok Wisata Budaya Sumba)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SUMBA TIMUR – Untuk menjaga warisan luhur tenun ikat Sumba Timur yang kaya akan tradisi dan budaya, pewarna alami tetap menjadi inti dari proses kreatif para penenun tradisional. Hal ini bukan hanya untuk menghasilkan kain yang memukau, tetapi juga untuk menjaga keaslian yang sangat berharga.

Yudi UT Rawambaku, seorang ahli budaya Sumba, berbicara tentang pentingnya pewarna alami dalam proses pembuatan tenun ikat.  

Advertisement

"Pewarna alami adalah bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Sumba. Walaupun berasal dari tumbuhan-tumbuhan lokal, pewarna alami ini menciptakan warna-warna yang luar biasa pada kain tenun ikat, menjaga kualitas otentiknya," kata Yudi, Senin (9/10/2023).

Ia mengatakan, tenun ikat khas Sumba bukan sekadar kain biasa. Ini adalah hasil seni eksotis yang diciptakan oleh para penenun tradisional Sumba Timur. Proses pembuatannya memerlukan keterampilan luar biasa, dan hanya para ahli yang dapat menghasilkannya.

Menurut Yudi, salah satu kunci sukses dalam tenun adalah teknik pewarnaannya yang rumit. Teknik ini melibatkan penggunaan pewarna alami dari tanaman-tanaman lokal seperti Wuira, Nila, akar mengkudu, dan daun kulit loba.

Yudi menjelaskan bahwa mempertahankan pewarna alami ini bukan sekadar tentang kain. Ini adalah tentang melestarikan warisan budaya yang menjadi cerminan eksistensi manusia, menciptakan budaya ideal, perilaku sosial, dan kebudayaan fisik yang mendalam.

Tenun-ikat-Sumba-Timur-a.jpg

Yudi mengungkapkan, di era tahun 1940-1950-an tenun ikat Sumba Timur dibuat secara besar-besaran masyarakat adat tertentu atas permintaan dar pemerintah Hindia Belanda (waktu itu) motif atau corak merupakan motif asli Sumba Timur.

“Jadi motif itu bergambar udang, buaya, ayam, kura-kura, kuda dan manusia dan masih banyak lagi dimana masing-masing motif itu punya makna filosofi budaya Sumba sejak jaman nenek moyang,” ujarnya.

Pada tahun 1970-1980-an tenun ikat Sumba Timur diekspos bahkan dijual secara besar-besaran sehingga tenun ikat menduduki pasar dunia bahkan ditemukan di museum-museum di luar negeri namun di tahun 1990-an mengalami penurunan akibat keterbatasan kapas dan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak itu.

Di tahun 2020 ketika pandemi Covid-19 melanda dunia hingga pelosok tanah air pembuatan kain tenun ikat Sumba Timur semakin meningkat karena permintaan pasar yang sangat besar baik untuk keperluan maupun koleksi dan fashion.

“Maka Pemkab Sumba Timur melalui perajin tenun ikat tetap mempertahankan kearifan lokal seperti kreasi dan kreativitas serta yang paling utama adalah pemanfaatan pewarna alami,”tuturnya.

Yudi menyarankan, Pemkab Sumba Timur melalui Dinas Pendidikan untuk memberikan dan mendorong pelajaran ekstra kurikuler kepada siswa SD, SMP, dan SMA dalam belajar tenun ikat dari awal proses hingga tenun ikat terbentuk dan siap dipakai.

“Tentu hal ini sebagai bekal bagi para generasi berikut untuk dapat melakoni dan mempertahankan tenun ikat tradisional Sumba Timur sebagai Heritage dunia yang berperadaban dalam suatu tradisi bermartabat,”jelas Yudi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hendarmono Al Sidarto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES