Menengok Jalur Irigasi Peninggalan Kolonial Belanda di Kota Magelang

TIMESINDONESIA, MAGELANG – Banyak peninggalan bangunan bersejarah dari jaman kolonial Belanda yang ada di Kota Magelang. Bahkan peninggalan tersebut masih berfungsi dan bisa dimanfaatkan hingga sekarang, meski tidak lagi seperti awalnya dibuat dahulu.
Boog Kotta Leideng adalah salah satunya. Kata itu berasal dari bahasa Belanda yang artinya saluran air kota. Bangunan yang berfungsi sebagai saluran irigasi ini masih terlihat kokoh berdiri, walau sudah mengalami perbaikan. Namun demikian, perbaikan yang ada tidak mengubah bentuk aslinya.
Advertisement
Dilansir dari berbagai sumber, air yang mengalir hingga Kota Magelang, berasal dari Kali Manggis, Kampung Pucangsari, Kelurahan Kedungsari, Kecamatan Magelang Utara.
Kali Manggis sendiri dibangun pada tahun 1857. Saat itu airnya mampu mengaliri sekitar 625 bahu sawah.
Bukan hanya untuk mencukupi kebutuhan air warga, namun saluran air kota yang ada juga berfungsi untuk membersihkan limbah rumah tangga yang berasal dari pemukiman warga.
Uniknya, saluran air Kota Magelang ini meanfaatkan energi gravitasi. Karena itu bentuknya melayang atau setengah lingkaran, mengalir dari tempat yang tinggi ke rendah, melingkar ke atas.
Pipa saluran air ini memiliki panjang sekira 6,5 kilometer. Berawal dari Kali Manggis dan berujung di Kampung Jagoan, Kelurahan Jurangombo, Kecamatan Magelang Selatan.
Dahulu masyarakat priyayi dan Pemerintah Kolonial Belanda menyebut saluran air itu dengan nama Fly River atau Aqua Duct. Ada 3 saluran air yang saat itu dibangun Kolonial Belanda. Karena berbentuk melengkung, warga Magelang menyebutnya dengan 'Plengkung.'
Ada beberapa plengkung di Magelang. Pertama, di Jalan Piere Tendean. Bangunan tersebut didirikan pada 1883, memiliki tinggi 7 meter dan lebar 6 meter. Plengkung inilah yang merupakan bangunan Plengkung tertua.
Berikutnya adalah plengkung yang berada di, Jalan Ade Irma Suryani. Memiliki tinggi 7 meter dan lebar 6 meter. Pada salah satu dindingnya juga masih terlihat tahun pembangunannya, yaitu pada tahun 1920.
Kemudian, Plengkung yang ketiga berada di Jalan Daha atau Tengkon. Dibangun pada 1893 dan memiliki ukuran yang lebih kecil yaitu, tinggi 6 meter dan lebar 5 meter.
Plengkung ini berbeda dengan dua lainnya. Tahun 1998 warga dan pemerintah kota,menggali terowongan yang ada di bawahnya. Satu terowongan digunakan sabagi pejalan kaki dan satunya untuk kendaraan bermotor.
Karena usia dan bentuk bangunannya, kini Plengkung termasuk sebagai benda cagar budaya di Kota Magelang yang keberadaannya perlu dilindungi dari kerusakan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Rizal Dani |