Peristiwa Daerah

Petugas Gabungan Sita 345 Senjata Locok di Taman Nasional Ujung Kulon Pandeglang

Kamis, 07 Desember 2023 - 15:08 | 66.66k
Petugas Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) bersama Kepolisian Pandeglang. (Foto: Muhammad Uqel/ TIMES Indonesia)
Petugas Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) bersama Kepolisian Pandeglang. (Foto: Muhammad Uqel/ TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PANDEGLANG – Petugas Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) bekerja sama dengan kepolisian berhasil mengamankan sebanyak 345 senjata api jenis locok dalam sebuah operasi gabungan di 5 kecamatan sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) di Kabupaten Pandeglang.

Menurut Kepala Balai TNUK, Ardi Andono, sepanjang Juli hingga Agustus 2023, operasi gabungan berhasil menyita 345 senjata api jenis locok. 

Advertisement

"Penyitaan ini dilakukan menyusul adanya indikasi kegiatan perburuan satwa dilindungi dengan menggunakan senjata locok di kawasan TNUK," ungkapnya, Kamis (7/12/2023).

Ardi menjelaskan bahwa senjata locok, atau yang dikenal juga sebagai Bedil Locok, merupakan jenis senjata api atau senapan lontak yang pada masa lalu populer antara abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-19.

"Senapan lontak hanya mampu melakukan satu tembakan setelah diisi amunisi bola timah dan mesiu, diisi dari depan moncong laras senapan," tuturnya.

Meskipun dahulu senjata ini digunakan untuk keperluan peperangan, namun dengan munculnya senapan yang lebih akurat dan memiliki sistem isi ulang yang lebih cepat, peran senjata ini tergeser.

Di Indonesia, kepemilikan senjata api diatur dengan jelas melalui undang-undang darurat nomor 12 tahun 1951. Warga sekitar kawasan TNUK mengakui penggunaan bedil locok untuk berburu hama pengganggu seperti babi hutan, padahal ada metode lain yang dapat digunakan tanpa harus menggunakan senjata bedil locok.

"Penggunaan bedil locok juga berpotensi disalahgunakan sebagai alat berburu satwa lain di kawasan TNUK, terutama Badak Jawa yang merupakan satwa yang dilindungi dan hanya ada di kawasan tersebut," paparnya.

Ardi menegaskan bahwa Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya secara tegas melarang aktivitas perburuan satwa dilindungi tersebut.

"Di dalam Pasal 50 ayat (2) mengatur larangan terhadap tindakan yang dapat membahayakan atau memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup," jelasnya.

"Sebagai warga negara yang baik, sudah menjadi kewajiban kita untuk mematuhi undang-undang yang ada," tutupnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES