Peristiwa Daerah

Komunitas Kretek Sentil WHO, Nilai Hanya Sibuk Urus Asap Rokok

Minggu, 02 Juni 2024 - 09:36 | 37.66k
Komunitas Kretek ketika menyelenggarakan kegiatan menolak kampanye Hari Tanpa Tembakau Sedunia. (FOTO: Eko Susanto/TIMES Indonesia)
Komunitas Kretek ketika menyelenggarakan kegiatan menolak kampanye Hari Tanpa Tembakau Sedunia. (FOTO: Eko Susanto/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Juru Bicara Komunitas Kretek, Khoirul Atfifuddin mengatakan, Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang membawa misi pengendalian tembakau merupakan salah satu tanda bahwa WHO sebagai organisasi kesehatan dunia hanya disibukkan dengan urusan tembakau dan asap rokok. Padahal, masih banyak sektor lain yang perlu mendapatkan perhatian serius dari organisasi kesehatan dunia tersebut.

“Antirokok menyimpulkan segala penyakit pasti ada sebab rokok di dalamnya. Sehingga rokok menjadi konsentrasi WHO agar organisasi kesehatan nir aktivitas ini terlihat bekerja menjamin kesehatan bangsa-bangsa di dunia. Alih-alih peduli pada kebutuhan jaminan Kesehatan yang tepat bagi bangsa-bangsa, mereka malah seperti marketing perusahaan farmasi yang ngebet ingin menjadi penguasa tunggal pasar nikotin dunia,” terang Atfi, sapaan akrabnya, Minggu (2/6/2024).

Advertisement

Disinggung mengenai regulasi pertembakauan, Atfi menilai Indonesia telah memiliki segala perangkat untuk perlahan mendorong Industri Hasil Tembakau mendekati liang lahat. Namun pada prakteknya, pemangku kebijakanlah yang bekerja di ruang gelap aturan-aturan yang telah mereka terbitkan.

“Kurun waktu tahun 2022 hingga 2023, kita disajikan fakta bahwa banyak pejabat dan pemangku kebijakan yang menjadi backing rokok ilegal. Sehingga sebagai rakyat kecil wajar jika kita menduga kenaikan cukai dan harga rokok yang tinggi adalah salah satu rangkaian kejahatan. Rokok dibuat mahal, supaya rokok ilegal menjadi opsi prestisius bagi perokok. Dan lagi-lagi korbannya adalah rakyat, buruh rokok legal dan petani tembakau, karena tembakaunya tidak terserap baik,” jelas Atfi.

Perokok di Indonesia sendiri, lanjut Atfi, seharusnya menolak Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang membawa misi pengendalian tembakau. “Perokok harus sadar, bahwa apa yang mereka isap hasil dari keringat petani merawat tembakau dan cengkeh, juga keringat para buruh rokok yang memadukan keduanya menjadi sebuah cita rasa khas, cita rasa Indonesia, citarasa kretek,” papar aktivis kelahiran Temanggung ini.

Sebagai bentuk penolakan atas kampanye anti tembakau, Komunitas Kretek bersama Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menggelar acara Tribute to Kretek bertajuk Berterimakasihlah Pada Segala yang Memberi Kehidupan di Kancane Coffee & Tea Bar, Sleman. Acara ini adalah bentuk perlawanan terhadap Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang membawa misi pengendalian tembakau.

Tribute to Kretek 2024 menghadirkan band legendaris dari Surabaya, Silampukau, dan musisi veteran yang memiliki concern terhadap kelestarian kretek, Jibal Windiaz. 

Koordinator Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Moddie Alvianto Wicaksono menuturkan, setiap narasi yang dibawa pada peringatan HTTS hanyalah dalih untuk mematikan industri hasil tembakau. “Banyak narasi yang sudah dikeluarkan oleh antirokok, dari sekian banyak narasi itu tujuannya adalah menerapkan FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) agar mereka dapat dengan leluasa menghimpit industri hasil tembakau,” terang dosen muda tersebut.

Menurut Moddie, hingga saat ini memang Indonesia menjadi salah satu dari beberapa negara di dunia yang belum meratifikasi FCTC. Namun Indonesia memiliki banyak sekali regulasi untuk menghimpit ruang gerak industri hasil, misalnya PP 109 Tahun 2012, kebijakan cukai dan pajak rokok yang eksesif, dan lain sebagainya.

Indonesia, lanjut Moddie, tidak seharusnya merayakan hari tanpa tembakau sedunia. Mengingat, Indonesia adalah negara yang memiliki kepentingan besar pada kehadiran tembakau. Puluhan juta orang hidup dan bergantung dari tanaman ini, dan masyarakat kita telah hidup berdampingan dengan tembakau selama ratusan tahun.

Bagi Moddie, HTTS hanyalah satu dari banyak cara antirokok yang terlembaga untuk mematikan industri hasil tembakau. Jika industri hasil tembakau tumbang, maka kesejahteraan petani tembakau, petani cengkeh, dan buruh rokok yang akan dipertaruhkan, lebih jauh adalah pemasukan besar negara dari sektor cukai dan pajak.

“Jika para pemangku kebijakan itu mau turun ke ladang-ladang tembakau, mau menjenguk dan berinteraksi secara intensif dengan buruh-buruh pabrik rokok, mereka akan tahu jika industri hasil tembakau  yang sering mereka regulasi dengan eksesif tersebut adalah berkah nyata bagi petani dan buruh. Petani itu orang yang organik, mereka tidak perlu disuruh untuk tidak menanam tembakau, asalkan ada tanaman lain yang punya serapan dan nilai jual tinggi, mereka pun akan dengan suka rela beralih,” terang Moddie. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES