Peristiwa Daerah

Angka Stunting di Kota Tasikmalaya Jadi Sorotan Anggota DPR RI

Senin, 03 Juni 2024 - 15:08 | 44.40k
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhayati (tengah) saat membahas permasalahan stunting beberapa waktu yang lalu, (FOTO: Dok. BKKBN)
Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhayati (tengah) saat membahas permasalahan stunting beberapa waktu yang lalu, (FOTO: Dok. BKKBN)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Angka stunting di Kota Tasikmalaya terus meningkat, meskipun berbagai program telah diimplementasikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya. 

Hal ini menjadi perhatian serius Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi IX yang membidangi kesehatan. Menurut data terbaru, prevalensi stunting di Kota Tasikmalaya naik sebesar 4,7 persen dari 22,4 persen pada tahun 2022 menjadi 27,1 persen pada tahun 2023.

Advertisement

Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhayati, menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ini saat berada di Kota Tasikmalaya pada Senin (3/6/2024). 

"Saya sangat prihatin, ternyata prevalensi stunting di Kota Tasikmalaya ini tidak turun, malah naik 4,7 persen. Yakni, dari 22,4 persen pada 2022 menjadi 27,1 persen pada 2023," jelasnya kepada awak media Senin ( 3/6/2024)

Nurhayati mengkritik program "One ASN One Anak Stunting" yang diinisiasi oleh Pj Wali Kota Tasikmalaya, Cheka Virgowansyah. Program tersebut dinilai tidak efektif dalam menurunkan angka stunting di kota tersebut. 

Ia menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap program-program yang telah berjalan dan memastikan bahwa mereka memberikan dampak nyata.

"Pemangku kebijakan perlu menyikapi serius hasil survei stunting selama ini. Jangan sampai hanya sebatas nama program yang dimuat di media, tapi tak berarti apapun. Termasuk upaya optimalisasi 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK) bagi anak," tambah Nurhayati.

Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat, di Kelurahan Parakannyasag, Kecamatan Indihiang, terdapat perbedaan signifikan antara data yang dilaporkan ke Pj Wali Kota dan data riil. 

"Di Kelurahan Parakannyasag, angka yang dilaporkan ke atas (pimpinannya) lebih kecil dibanding data riil di BKKBN Jawa Barat. Ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian data yang harus segera diperbaiki," kata Nurhayati.

Nurhayati juga menyebutkan bahwa prevalensi stunting Indonesia secara keseluruhan hanya turun 0,1 persen, yaitu dari 21,6 persen menjadi 21,5 persen pada tahun 2023, jauh dari target pemerintah yang sebesar 17 persen.

Nurhayati  berharap Pemerintah Kota Tasikmalaya dapat menyamakan persepsi data yang masuk, sehingga tidak menimbulkan klaim penurunan angka stunting yang ambigu dan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. 

"Terpenting yang perlu kita perhatikan adalah sinergisitas antar-lembaga dalam penurunan angka stunting bahwa negara hadir di tengah-tengah masyarakat," jelas Nurhayati.

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Kondisi ini ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak yang berada di bawah standar. Stunting dapat dicegah selama periode 1.000 HPK, yaitu sejak terbentuknya janin hingga anak berusia dua tahun.

Pemerintah Kota Tasikmalaya diharapkan dapat mencari formula yang efektif untuk menurunkan kasus stunting di Kota Tasikmalaya dan memastikan bahwa setiap program yang dijalankan dapat memberikan dampak nyata dan terukur bagi kesehatan anak-anak di wilayah tersebut.

Dengan penekanan pada validasi data dan sinergi antar-lembaga, diharapkan upaya untuk menurunkan angka stunting dapat lebih efektif dan sesuai dengan target yang telah ditetapkan pemerintah. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES