Ponpes Darul Ulum Kepuhdoko: Sejarah Panjang dan Peran Besar dalam Perjuangan NU

TIMESINDONESIA, JOMBANG – Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional (HSN) 2024, Pondok Pesantren Darul Ulum Kepuhdoko, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang menggelar apel upacara di halaman pesantren setempat, Selasa (22/10/2024).
Hadir dalam apel tersebut ribuan santri dan juga pengurus MWCNU Tembelang berserta banom NU lainnya seperti Muslimat NU, Fatayat NU, Ansor-Banser, IPNU-IPPNU dan masyarakat umum.
Advertisement
Apel dimulai pada pagi hari dengan diiringi khidmatnya pembacaan shalawat. Para santri yang hadir tampak mengenakan seragam putih dan sarung, menyimbolkan kesederhanaan dan keteguhan mereka dalam meneladani perjuangan para pendahulu.
Selain itu, Pondok Pesantren juga menggelar berbagai perlombaan seperti Musabaqoh Tahfidzil Qur'an, Tartilil Qur'an, Baca Kitab Kuning, Lomba Khutbah, Adzan, Bilal, Shalawat, dan Banjari.
Pondok Pesantren Kepuhdoko dalam Simpul Sejarah
Pondok Pesantren Darul Ulum Kepuhdoko, yang lebih dikenal dengan nama Pondok Doko, menyimpan sejarah panjang dan erat kaitannya dengan perjuangan Nahdlatul Ulama (NU) serta kemerdekaan Indonesia.
Berdiri sejak 1942, pondok pesantren ini bukan hanya menjadi pusat pendidikan keagamaan, tetapi juga menjadi saksi penting berbagai peristiwa besar yang melibatkan para ulama dan pejuang bangsa.
KH Mustain Hasan, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Kepuhdoko, mengungkapkan bahwa pesantren ini telah berperan signifikan dalam mendukung gerakan Jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU) sejak awal pendiriannya.
“Pondok Doko, yang kemudian berganti nama menjadi Pondok Pesantren Darul Ulum Kepuhdoko pada tahun 1942, adalah salah satu pesantren yang berdiri bersamaan dengan lahirnya Jam'iyah Nahdlatul Ulama. Kiai Hasyim Asy'ari dan Kiai Wahab Hasbullah bahkan memiliki hubungan erat dengan keluarga besar dari Pojokkulon dan Kepuhdoko,” ujar KH Mustain Hasan.
Kiai Mustain juga menambahkan bahwa keluarga-keluarga tersebut, termasuk Mbah Haji Abd. Rahman dan Mbah Haji Abd. Rohim dari Pojokkulon, Kesamben, juga turut memberikan dukungan dana besar bagi pendirian NU. Juga ada Mbah Kiai Syaubari dari keluarga KH Tamim Irsyad (abah dari KH Romly Tamim) Rejoso yang turut membantu.
Kedekatan keluarga Kepuhdoko, Pojokkulon, dan Rejoso, dengan KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Hasbullah serta Kiai Tamim Irsyad tidak hanya sebatas dukungan materi. Saking akrabnya, kedua pendiri NU tersebut sampai besanan dengan keluarga besar di Pojokkulon, yang semakin mempererat hubungan mereka.
Peran dalam Resolusi Jihad
Sejarah perjuangan pesantren ini tidak hanya terbatas pada hubungan dengan pendiri NU. Menjelang peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober, KH Mustain Hasan juga mengingatkan peran Pondok Doko dalam peristiwa penting terkait Resolusi Jihad pada tahun 1945.
"Menjelang 22 Oktober 1945, Kiai Wahab Hasbullah mengumpulkan warga NU dari wilayah Jombang bagian utara di Pondok Doko. Warga diminta untuk bersiap berangkat ke Surabaya, menaiki kereta api melalui jalur Ploso - Tapen, guna mengikuti apel jihad di Surabaya. Momen itu menjadi bagian penting dari Resolusi Jihad yang memicu perlawanan terhadap penjajah," jelas KH Mustain.
Dari peristiwa inilah, tanggal 22 Oktober kemudian ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional, menghormati perjuangan para kiai dan santri yang ikut serta dalam mempertahankan kemerdekaan.
Markas Perjuangan Saat Agresi Militer Belanda
Pondok Doko juga menjadi markas perjuangan ketika agresi militer Belanda kedua terjadi pada tahun 1948. Saat itu, Belanda menduduki Pabrik Gula Gedeg di Mojokerto, sementara para pejuang dari Laskar Hisbullah bertahan di Pondok Doko dan Pojokkulon.
Dipimpin oleh Resimen KH Wahib Wahab, serta Batalyon Munasir dan Manshur Sholihin, para pejuang ini terlibat dalam pertempuran sengit melawan pasukan Belanda yang kemudian dikenal sebagai Perang Gedeg.
“Banyak ulama terlibat dalam pertempuran ini, seperti Kiai Yusuf Hasyim, Kiai Kholiq Tebuireng, Mohammad Syakir, dan Aziz Bisri dari Denanyar. Pertempuran ini menunjukkan bagaimana pondok pesantren tidak hanya berperan dalam pendidikan, tetapi juga dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” tutur KH Mustain.
Konflik dengan PKI pada 1963
Selain menjadi saksi perjuangan kemerdekaan, Pondok Pesantren Darul Ulum Kepuhdoko juga tercatat dalam sejarah sebagai pusat konsolidasi GP Ansor ketika terjadi bentrok dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1963. Ketegangan memuncak ketika ketua GP Ansor Tembelang dari Plandaan dibunuh oleh PKI, sehingga mendorong GP Ansor untuk melakukan serangan balik.
“GP Ansor kemudian berkumpul di Pondok Doko sebelum melakukan penyerangan ke Desa Jatipandak, Kesamben, yang menjadi basis PKI. Konflik ini bahkan sampai menarik perhatian dunia internasional,” ungkapnya.
Dengan sejarah panjang yang penuh peran penting dalam perjuangan bangsa, Pondok Pesantren Darul Ulum Kepuhdoko terus menjadi simbol kekuatan dan dedikasi santri dalam mempertahankan nilai-nilai agama dan kebangsaan. Seiring dengan peringatan Hari Santri Nasional, KH Mustain Hasan berharap agar generasi muda, khususnya santri, dapat terus menjaga semangat perjuangan para pendahulu mereka.
"Pondok pesantren seperti Darul Ulum Kepuhdoko memiliki sejarah panjang dalam membentuk karakter bangsa. Saya berharap para santri hari ini dapat terus meneladani semangat perjuangan tersebut dan tetap berperan aktif dalam menjaga agama dan negara," pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |