Peristiwa Daerah

Sidang Raya ACT Alliance di Yogyakarta Soroti Polarisasi Politik dan Kerusakan Iklim

Selasa, 29 Oktober 2024 - 21:38 | 29.06k
Sidang Raya ACT Alliance bertajuk: Iklim yang Menantang: Bagaimana Polarisasi Politik Berkontribusi terhadap Kerusakan Iklim.
Sidang Raya ACT Alliance bertajuk: Iklim yang Menantang: Bagaimana Polarisasi Politik Berkontribusi terhadap Kerusakan Iklim.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Organisasi kemanusiaan berbasis agama, ACT Alliance mengadakan Sidang Raya ACT Alliance bertajuk "Iklim yang Menantang: Bagaimana Polarisasi Politik Berkontribusi terhadap Kerusakan Iklim", pada Selasa (29/10/2024) di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta. 

Acara dihadiri sejumlah perwakilan dari organisasi agama dan kemanusiaan internasional, serta perwakilan masyarakat sipil dari Indonesia.

Advertisement

Sedangkan pembicara yang dihadirkan antara lain, Rudelmar Bueno de Faria (Sekretaris Jenderal ACT Alliance), Erik Lysén (Moderator Dewan Pengurus ACT Alliance dan Direktur Act Church of Sweden), Rev. Prof. Dr. Jerry Pillay (Sekretaris Jenderal Dewan Gereja Dunia), Alissa Wahid (Direktur Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia), dan Arshinta (Direktur YAKKUM PKMK).

Dalam konferensi internasional ini, para pembicara membahas peran masyarakat sipil dan organisasi berbasis agama dalam menghadapi krisis iklim.

Dampak polarisasi politik terhadap upaya keadilan iklim dan tanggapan dalam menghadapi kerusakan lingkungan yang semakin parah, juga menjadi topik bahasan dalam Sidang Raya ACT Alliance yang bertepatan dengan COP29 ini

Moderator Dewan Pengurus ACT Alliance dan Direktur Act Church of Sweden, Erik Lysén menyampaikan bahwa dunia saat ini membutuhkan solidaritas untuk melawan krisis iklim dengan adil. 

“Tahun ini, di COP29, para pemimpin dunia memiliki tanggung jawab besar untuk mewujudkan ambisi iklim yang sejalan dengan tujuan Perjanjian Paris. Namun, polarisasi politik semakin meningkat, menghambat keadilan iklim yang dibutuhkan untuk menjaga suhu global tetap di bawah 1,5 derajat,” ungkapnya.

Lysén menambahkan bahwa negara-negara penghasil emisi tinggi belum sepenuhnya mendukung pembiayaan iklim untuk negara berkembang yang rentan.

Sementara itu, Rev. Prof. Dr. Jerry Pillay dari Dewan Gereja Dunia (WCC) menyampaikan pentingnya keadilan iklim dalam menghadapi perubahan iklim. Sejak Sidang Majelis di Karlsruhe pada 2022, WCC menjadikan keadilan iklim sebagai prioritas ekumenis, dengan membentuk Komisi Keadilan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan.

Menurutnya, waktu terus berkurang karena dampak negatif pemanasan global dan eksploitasi sumber daya alam yang tak terkendali. Hal ini merusak ekosistem, membahayakan kehidupan makhluk hidup, dan memperburuk ketidakadilan global.

Rev. Pillay menegaskan bahwa perlu ada pertobatan dari sikap egois dan penyangkalan fakta demi melindungi planet ini. WCC terus berkomitmen dalam aksi global, termasuk di perhelatan COP16 hingga COP29, untuk memastikan keadilan ekologis dan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati.

“Kasih Kristus memanggil kita untuk solidaritas dan keadilan bagi mereka yang paling terdampak perubahan iklim,” ujarnya.

Arshinta selaku Direktur YAKKUM PKMK juga ikut menegaskan pentingnya keadilan dalam akses sumber daya dan partisipasi masyarakat. Sebagai organisasi gereja, YAKKUM merasa terhormat menjadi tuan rumah General Assembly ACT Alliance. 

"Kami memahami bahwa ketidakadilan iklim dan penurunan partisipasi masyarakat sipil dalam pembangunan adalah tantangan besar. Kami ingin berkontribusi dalam membangun perubahan bersama masyarakat sipil dan LSM lainnya,” kata Arshinta.

Dalam Sidang Raya ini, ACT Alliance juga mengangkat isu disinformasi yang sering kali menyebar melalui teori konspirasi dan politik. Menurut mereka, disinformasi tersebut telah merusak kepercayaan publik terhadap ilmu iklim dan demokrasi. 

ACT Alliance menekankan bahwa masyarakat sipil, termasuk organisasi berbasis agama, memainkan peran penting dalam memperjuangkan keadilan iklim serta memastikan hak asasi manusia dan keadilan gender dalam setiap langkah yang diambil.

Aliansi ACT adalah aliansi global yang terdiri dari lebih dari 145 gereja dan organisasi terkait di lebih dari 120 negara yang dibentuk untuk memberikan bantuan kemanusiaan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES