JaDI DIY, FH UAD, dan EC UGM Ungkap Temuan Pilkada di DIY
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) DIY, Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (FH UAD), dan Election Corner Universitas Gadjah Mada (EC UGM) melakukan pemantauan tahapan pemungutan dan penghitungan suara dalam Pilkada Serentak di DIY. Pemantauan ini melibatkan ratusan relawan dari berbagai lembaga tersebut.
Ketua Presidium JaDI DIY, Bagus Sarwono, mengungkapkan bahwa proses pemungutan dan penghitungan suara berjalan lancar tanpa adanya kendala logistik. Namun, sejumlah temuan di lapangan menjadi catatan penting yang harus mendapat perhatian serius dari penyelenggara pemilu.
Advertisement
Salah satu temuan utama adalah permasalahan pada surat suara, di mana beberapa surat suara tidak distempel atau ditandatangani oleh Ketua KPPS, tetapi sudah tercoblos.
"Selain itu, ditemukan surat suara yang dicoret oleh pemilih, yang dapat mempengaruhi validitas suara," terang eks Ketua Bawaslu DIY, melalui pers rilis yang disampaikan kepada wartawan, Sabtu (30/11/2024).
Kinerja KPPS juga menjadi sorotan karena kurangnya ketelitian dalam proses registrasi dan penghitungan suara. Hal ini menyebabkan selisih antara jumlah surat suara yang digunakan dan jumlah pemilih yang hadir. Sikap tidak netral dari beberapa petugas KPPS terlihat melalui gestur yang mendukung salah satu pasangan calon. Kesiapan petugas yang minim menyebabkan antrean panjang, terutama di TPS dengan banyak pemilih lansia. Kurangnya pemahaman petugas terhadap regulasi membuat mereka mengambil keputusan di tingkat lokal yang tidak sesuai dengan aturan, termasuk menolak pemilih dengan e-KTP yang tidak membawa undangan memilih.
Aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan lansia juga menjadi perhatian serius. Beberapa TPS dinilai tidak ramah bagi penyandang disabilitas karena lokasi yang sulit diakses, seperti area berundak, dan tidak adanya alat bantu seperti template braille. Lansia menghadapi kendala serupa dan sering kali didampingi di luar bilik suara, yang berpotensi melanggar asas kerahasiaan.
Distribusi formulir juga menjadi catatan penting. Beberapa pemilih mengeluhkan tidak menerima formulir undangan memilih, yang ternyata belum dibagikan oleh KPPS. Ketidaksiapan dalam menyediakan formulir daftar pemilih tambahan menyebabkan kesalahan pencatatan, di mana pemilih tambahan dicatat dalam daftar pemilih tetap.
Dalam hal pengawasan, pemantau menghadapi keterbatasan akses visual dan dilarang memotret formulir hasil. Tidak adanya tempat khusus untuk pemantau di beberapa TPS menambah tantangan. Saksi yang meninggalkan TPS sebelum proses selesai juga menjadi perhatian, karena berpotensi mengurangi transparansi.
Selain itu, ditemukan beberapa kesalahan teknis seperti penulisan formulir yang keliru dan pemilih yang mencoblos di luar aturan. Beberapa pemilih tidak mencelupkan jari ke tinta setelah mencoblos, meskipun telah diingatkan oleh petugas KPPS.
Bagus Sarwono menekankan pentingnya menjadikan temuan ini sebagai bahan evaluasi agar pelaksanaan pemilu berikutnya lebih baik. Ia menegaskan bahwa ketidaksiapan KPPS, ketidaknetralan petugas, dan kesalahan teknis harus diperbaiki demi menciptakan demokrasi yang jujur, adil, dan transparan. Hasil pemantauan ini diharapkan dapat menjadi masukan berharga bagi penyelenggara pemilu di masa mendatang. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |