Peristiwa Daerah

Evaluasi Praktik Rangkap Jabatan Perwira TNI/Polri di Pemerintahan

Jumat, 14 Maret 2025 - 19:05 | 43.41k
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Isu mengenai rangkap jabatan perwira aktif TNI/Polri di berbagai Kementerian dan Lembaga (K/L) kembali mencuat ke publik. Maulana Taslam, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) Politik dan Demokrasi PB HMI periode 2024-2026, menyoroti praktik ini sebagai bentuk penyimpangan yang berpotensi merusak netralitas serta profesionalisme militer dan kepolisian di Indonesia.

Meski pemisahan TNI dan Polri telah diatur dalam TAP MPR Nomor 6 Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, serta TAP MPR Nomor 7 Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri, praktik rangkap jabatan justru masih terjadi. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran bahwa doktrin Dwi Fungsi ABRI seolah masih diterapkan secara terselubung.

Advertisement

“Penunjukan perwira aktif TNI/Polri sebagai pejabat di K/L tidak hanya melanggar regulasi, tetapi juga berpotensi memunculkan konflik kepentingan dan politik praktis,” ujar Maulana Taslam.

Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 28 ayat (3) secara tegas menyebutkan bahwa anggota Polri yang ingin menduduki jabatan di luar kepolisian harus mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu.

Lebih lanjut, penjelasan Pasal 28 ayat (3) menegaskan bahwa “jabatan di luar kepolisian” adalah posisi yang tidak terkait dengan tugas Polri atau tidak atas penugasan langsung dari Kapolri. Artinya, anggota Polri yang masih aktif tidak diperkenankan menduduki jabatan strategis di luar institusi tersebut.

Sementara itu, UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Pasal 47 menegaskan bahwa prajurit TNI yang ingin menjabat di lingkungan sipil harus terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun. Namun, aturan ini kerap dilanggar dengan berbagai dalih kepentingan politik.

Maulana Taslam menyoroti kasus terbaru yang melibatkan Teddy Indra Wijaya, yang mendapatkan promosi jabatan secara instan melalui jalur politik. “Fenomena ini mencerminkan buruknya sistem pembinaan karier di tubuh TNI/Polri, sekaligus menunjukkan adanya praktik nepotisme yang mencederai prinsip keadilan,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa banyak prajurit yang telah mengabdi selama bertahun-tahun tanpa mendapatkan promosi, sementara segelintir individu dengan akses politik melesat tanpa transparansi.

PB HMI mendesak Presiden Prabowo Subianto agar memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri segera mengevaluasi seluruh perwira aktif yang menduduki jabatan di K/L.

“Kami menuntut agar aturan ditegakkan tanpa kompromi. Jika ada perwira yang ingin menduduki jabatan sipil, mereka harus mundur dari institusi TNI/Polri dan pensiun dini. Jika praktik ini terus dibiarkan, kepercayaan publik terhadap institusi TNI/Polri akan semakin tergerus,” pungkas Maulana Taslam.

PB HMI menilai bahwa polemik ini mencerminkan kegagalan penegakan hukum terkait batasan peran TNI/Polri dalam pemerintahan sipil. Jika praktik ini tidak segera dihentikan, dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk yang merusak citra profesionalisme militer dan kepolisian di Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES