Peristiwa Daerah

Anggota DPD RI Lia Istifhama: Hukum Berat Oknum Dokter Terduga Pemerkosaan Keluarga Pasien RSHS Bandung

Sabtu, 12 April 2025 - 22:39 | 36.56k
Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dr. Lia Istifhama, M.E.I. (Foto: Rudi Mulya/TIMES Indonesia)
Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dr. Lia Istifhama, M.E.I. (Foto: Rudi Mulya/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Dr. Lia Istifhama, M.E.I.mengutuk keras dan mengecam tindakan tidak manusiawi yang diduga dilakukan oleh seorang dokter residen anestesi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugerah terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, Jawa Barat.

Kejadian yang mencoreng dunia kedokteran indonesia ini menjadi pemberitaan utama dimedia-media baik TV, media online, maupun media cetak. Dr. Lia Istifhama M.E.I. yang dikenal vokal dalam isu-isu perlindungan perempuan dan anak, menyuarakan keprihatinan mendalam atas insiden yang diduga dilakukan Priguna Anugerah, Dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi tega rudapaksa anak pasien berinisial FH perempuan berusia 21 tahun yang sedang menjaga ayahnya yang dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung ini.

Advertisement

“Sebagai Anggota Komite III DPD RI yang memiliki salah satu tugas pokok dan fungsi dalam bidang pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak, saya mengecam keras tindakan pelaku. Ini adalah tindakan biadab yang tidak hanya melukai korban, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap profesi dokter yang seharusnya melindungi dan merawat pasien serta keluarganya,” kata Senator asal Jawa Timur ini, Sabtu (12/4/2025).

Ning Lia sapaan aktivis perempuan Nahdlatul Ulama Jawa Timur ini menegaskan jika peristiwa memilukan tersebut adalah bentuk pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan etika profesi.

Ia menilai, pelaku tidak hanya harus bertanggung jawab secara hukum, tetapi juga harus dikeluarkan dari lingkungan akademik dan profesi medis karena telah mencoreng nama baik institusi pendidikan dan rumah sakit tempatnya bertugas.

"Kejadian ini menjadi alarm keras bagi seluruh institusi pendidikan dan fasilitas kesehatan untuk memperketat pengawasan dan proses seleksi terhadap para calon tenaga medis. Ia juga mendorong universitas dan rumah sakit untuk memberikan pendampingan psikologis maksimal kepada korban dan keluarganya," Jelasnya.

“Saya minta aparat penegak hukum, khususnya pihak kepolisian, bertindak cepat dan tegas dalam menangani kasus ini. Tidak boleh ada toleransi terhadap kekerasan seksual dalam bentuk apapun, terlebih jika pelakunya berasal dari profesi yang seharusnya menjadi teladan masyarakat,” sambung Ning Lia.

Ning Lia juga mengajak masyarakat untuk turut mengawal kasus ini agar proses hukum berjalan transparan dan adil. Ia berharap kejadian ini menjadi momentum perbaikan sistem perlindungan perempuan dan anak, baik secara hukum maupun kebijakan kelembagaan.

Ia menegaskan kembali pentingnya pendidikan karakter dan nilai-nilai moral dalam dunia pendidikan tinggi, termasuk di fakultas kedokteran, agar para calon tenaga kesehatan tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga berintegritas dan beretika tinggi. Termasuk peran penting Ikatan Dokter Indonesia (IDI)  untuk dilibatkan dalam pengusutan kasus ini.

"Menurut saya, tidak cukup hanya otoritas penegak hukum atau Aparat Penegak Hukum (APH) saja yang bekerja mengungkap kasus ini. Saya menyarankan keterlibatan otoritas Ikatan Dokter Indonesia atau himpunan-himpunan dokter lainnya diikutsertakan untuk mengungkap kasus yang menurut saya menyedihkan sekaligus sangat menakutkan yang dilakukan oleh oknum medis (dokter) ini, sangat mencoreng dunia kesehatan Indonesia," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Polda Jawa Barat menetapkan tersangka terhadap PAP (31), oknum dokter residen dari Universitas Padjadjaran (Unpad) yang telah melakukan pelecehan seksual atau rudapaksa terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.  

Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan mengungkapkan jika pelecehan tersebut dilakukan pelaku dalam kondisi tak sadarkan diri.  Dijelaskan bahwa peristiwa ini terjadi pada tanggal 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB dini hari. Saat itu, tersangka meminta korban untuk mengambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7. 

 "Korban diminta untuk tak ditemani adiknya," kata Hendra saat konferensi pers di Mapolda Jabar, Rabu (9/4/2025).

 Sesampainya di lokasi, tersangka meminta korban melepas baju dan celananya serta menggantinya dengan baju operasi warna hijau. 

"Lalu, tersangka memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban kurang lebih 15 kali," tuturnya. 

 Jarum yang terpasang di korban ini terhubung ke selang infus. Tersangka kemudian menyuntikkan cairan bening ke selang infus tersebut sehingga korban pun tak sadarkan diri.  

"Tersangka menyuntikkan cairan bening ke selang infus tersebut dan beberapa menit kemudian korban merasakan pusing, lalu tidak sadarkan diri," jelasnya.

Setelah siuman, korban kembali ke ruang IGD dan baru menyadari bahwa saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB subuh. Korban kemudian bercerita kepada orangtuanya telah diambil darah dan sempat tak sadarkan diri. Namun, saat korban buang air kecil, ia merasakan perih di bagian tertentu.  

 "Akibat dari dugaan tindak pidana kekerasan seksual, korban FH (21) merasakan sakit di bagian tertentu," katanya. 

"Atas perbuatannya, tersangka PAP dikenakan Pasal 6c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual. Tersangka terancam hukuman penjara paling lama 12 tahun," pungkas Kombes Pol Hendra Rochmawan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hendarmono Al Sidarto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES