POSNU Kota Banjar Minta Kasus Tunjangan Rumdin Dibuka ke Publik

TIMESINDONESIA, BANJAR – Pembina Poros Sahabat Nusantara atau POSNU Kota Banjar, Muhlison menduga adanya sejumlah kejanggalan kejaksaan dalam penanganan hukum kasus tunjangan rumah dinas dan transportasi anggota DPRD Kota Banjar.
Ia menilai pihak kejaksaan terlalu tertutup seperti sedang berusaha melindungi dan menyelamatkan pihak tertentu dalam penangan kasus yang ada.
Advertisement
Secara lebih gamblang, Muhlison mempertanyakan sejauh mana pihak kejaksaan mengungkap peran pihak lain dan eksekutif selaku pihak yang mengkaji, menandatangani, menerbitkan dan bertanggung jawab terhadap dampak dari lahirnya Peraturan Wali Kota (Perwal) yang ada.
"Wajar dong kalau curiga? Masyarakat melihat seperti ada upaya melindungi dan berusaha tidak menyentuh pihak eksekutif yang menerbitkan, menandatangani Perwal dan bertanggung jawab untuk itu. Bagaimana peran TAPD, bagaimana peranan Wali Kota saat itu? Ada tidak pihak selain pemerintah? Ini ada apa? Mohon maaf, apa jangan-jangan itu memang tidak tersentuh sama sekali? Kan TAPD juga yang tahu kondisi keuangan daerah. Harusnya kan dihitung dulu, dipertimbangkan dulu!" Kata Muhlison.
"Biang persoalanya kan dari perwal sebagai dasar pelaksanaan anggaran. Lah itu bagaimana? Selama ini kan pihak kejaksaan belum pernah berbicara ke publik, terkesan tutup mulut. Bagaimana rentetan kejadian kasusnya, bagaimana hubungan-hubungan satu dengan yang lain. Idealnya kan dibuka biar publik paham dan menjadi sarana edukasi. Harus diungkap dong! Karena publik itu juga berhak tahu ya!" Lanjut Muhlison.
Mantan ketua PMII Kota Banjar ini juga menyoroti pihak kejaksaan terkait substansi hukum yang menjadikan dasar seseorang menjadi tersangka dalam kasus tunjangan rumah dinas dan transportasi.
Menurutnya, dengan ketidakterbukaan dari pihak Kejaksaan tersebut, maka berpotensi besar menjadikan proses hukum tersebut berjalan secara subyektif dan bias, sehingga hasilnya dikhawatirkan mencederai tegaknya supremasi hukum dan keadilan.
Di sisi lain, Kejaksaan juga seolah mengesankan dan menegaskan kepada masyarakat bahwa perihal kasus tersebut adalah milik kejaksaan semata, sehingga hal itu semakin menguatkan kecurigaan masyarakat terhadap upaya melindungi pihak tertentu, karena seolah mereka dianggap tidak perlu tahu banyak tentang hal itu.
"Idealnya dijelaskan ya, dimana pelanggaran hukumnya, apakah itu penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum lainnya? Kalau iya, bagaimana proses terjadinya? Ada tidak selain itu? Kalau ada ya dijelaskan saja rentetannya biar gamblang. Bagaimana dengan status perwalnya? Kalau bermasalah, kenapa itu bermasalah? Apa sebabnya? Kan ada kerugian negara juga, kan? Dari mana dasarnya? Bagaimana harusnya aturan dalam rumus hitunganya? Kok bisa ada sampai kerugian negara? Dari mana dasar hitungan batasan kelebihan ? Sedalam apa Walikota dalam melakukan peran dan konsekuensi hukumnya? Masyarakat meminta penjelasan itu!" Tegas Muhlison.
Sampai saat ini, lanjutnya, hal tersebut belum pernah dibuka dipublik sehingga memunculkan kesan seolah bahwa kasus ini hanya milik kejaksaan dan publik tidak perlu tahu.
"Ini sangat tidak baik, berpotensi menimbulkan subyektifitas, bias penanganan dan rawan terbelokan nantinya. Harusnya, kasus yang ada bisa menjadi sarana untuk mengedukasi semua. Biar masyarakat juga bisa mengikuti dan bersama mengawal agar semua berjalan sesuai riil yang semestinya. Tolong dibuka dan dijelaskan, masyarakat juga berhak tahu karena mereka yang paling dirugikan," pintanya.
Agar Marwah dan kepercayaan masyarakat tetap terjaga, Muhlison meminta agar Institusi Adyaksa itu untuk terbuka dan tidak menutup diri dalam penanganan perkara kasus tunjangan rumah dinas dan transportasi anggota DPRD yang tengah menjadi sorotan publik.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya beserta komponen masyarakat yang lain, akan terus fokus mengawal kasus yang ada dan berkoordinasi dengan komisi yudisial (KY), agar proses hukum yang ada bisa berjalan sebagaimana koridor atau aturan yang semestinya.
"Kalau memang ingin agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga, sebaiknya pihak kejaksaan tidak menutup diri. Dan kita, bersama komponen masyarakat yang lain akan terus konsen mengawal kasus yang ada. Kita juga akan segera berkoordinasi dengan Komisi Yudisial di Jakarta," Ujar Muhlison.
Lebih jauh, mantan ketua PMII Kota Banjar itu juga juga mempertanyakan pengembalian uang oleh anggota dewan karena berdasarkan informasi yang diterimanya, permintaan itu tidak disertai penjelasan resmi kepada yang bersangkutan, baik rincian, penjelasan dasar hukum, maupun mekanisme resmi untuk pengembalian.
"Informasi yang kita terima mereka tidak diberi penjelasan resmi, baik dasar hukum, mekanisme resmi pengembalian ataupun yang lainya. Ini kan aneh! Harusnya diberikan keterangan resmi ya, biar legalitasnya jelas dan bisa dipahami yang bersangkutan. Wajar dong, kalau kemudian menimbulkan banyak kecurigaan," Jelas Muhlison.
"Kan Mereka berhak tau! Dasarnya hukumnya mana? Rinciannya bagaimana? Mekanisme resmi untuk pengembalian bagiamana? apakah pengembalian itu setelah keputusan inkrah atau saat saat ini? Harusnya dijelaskan dong! Masa, hanya dengan memanggil kemudian ujug-ujug dikasih tau anda harus mengembalikan sekian, anda sekian! Siap tidak? Kan aneh!" Imbuhnya.
Selain menyoroti Kejaksaan, Muhlison juga mengungkapkan penilaiannya terhadap inspektorat Kota Banjar yang dinilainya lalai dan seolah abai dalam memeriksa berkas dan dokumen APBD, sehingga bedampak pada luputnya tunjangan rumdin dan transportasi yang akhirnya merugikan keuangan negara dan masyarakat Kota Banjar dalam kurun waktu yang cukup lama.
Idealnya, dijelaskan Muhlison, inspektorat setelah melakukan crosschek dan penilaian, kembali memastikan kelengkapan dan meninjau kembali dari berbagai aspek sehingga semua kesalahan bisa terantisipasi dan tidak berkepanjangan.
"Saya kira pihak inspektorat lalai ya. Harusnya kan mengkaji juga aspek hukumnya sesuai tupoksinya. Janggal atau tidak? Masa sih sampai kejadiannya bertahun-tahun. Fungsi pencegahanya bagaimana? Kok bisa kejadian?" Tanya Muhlison.
"Sepertinya memang abai. Ini tidak boleh terulang lagi. Kita berharap jajaran inspektorat bisa melakukan evaluasi jajaran agar ke depan kinerjanya bisa lebih maksimal," kata Muhlison. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |