Akibat Efisiensi, Program PTSL di Bondowoso Hanya 6.000 Bidang

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) tahun 2025 di Kabupaten Bondowoso berkurang drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Tahun 2025 target program PTSL di Bondowoso hanya 6.000 bidang sertifikat. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibanding tahun 2024 sebanyak 27.000 bidang dan 2023 sebanyak 45.000 bidang.
Advertisement
PTSL merupakan program nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk memberikan sertifikat tanah kepada masyarakat secara gratis.
Program tersebut serentak di seluruh Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum atas hak tanah, serta mengurangi sengketa tanah.
Kepala ATR/BPN Bondowoso, Zubaidi menjelaskan, tahun ini awalnya ditargetkan 20.000 bidang. Tetapi karena efisiensi, Bondowoso diberikan target 6.000 bidang sertifikat.
Sementara untuk pengukuran 2.600 hektar, dan 6.000 bidang itu untuk 43 desa. Baik desa lama dan desa baru.
“Desa lama sudah pernah ikut program PTSL dan desa baru desa yang belum pernah PTSL. Desa baru ada 8,” kata dia saat dikonfirmasi.
Penerbitan sertifikat sampai awal Bulan Mei ini mencapai 4.587 bidang, atau sekitar 75 persen lebih.
ATR/BPN Bondowoso menargetkan Bulan Mei selesai 100 persen 6.000 bidang sertifikat.
Menurutnya, saat target dikurangi, proses PTSL ini justru mudah. Bahkan pihaknya tidak bisa memenuhi permintaan.
Misalnya permintaan 1.500. Pihaknya hanya bisa memberi 500 bidang.
“Terhadap desa-desa itu kami sampaikan karena memang efisiensi. Mungkin dipertimbangkan untuk diikutkan tahun berikutnya,” jelas dia.
Di lain sisi kata dia, tahun sebelumnya saat targetnya masih banyak tidak semua masyarakat mau tanahnya disertifikasi.
Sebab kata dia, mereka menganggap tanah itu masih milik bersama. Meskipun ada tiga sampai empat rumah mereka tidak mau untuk disertifikat.
Padahal pihaknya sering menyampaikan, kalau tanah sudah berdiri rumah, berdiri bangunan atau orang tua sudah meninggal, segera dibuatkan sertifikat agar jelas kepemilikannya.
“Kesadaran masyarakat masih kurang. Sehingga tidak ada satu desa pun yang lengkap dan penuh disertfikat semua. Kalau cuma diukur, iya,” pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |
Publisher | : Sholihin Nur |