Pemkot Yogyakarta Sulap Tepi Sungai Code Kotabaru Jadi Kampung Lampion

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Di balik gemerlapnya Malioboro dan riuhnya Kota Pelajar, sebuah perjuangan diam-diam terus bergulir di Kampung Lampion, RT 18 RW 04, Kelurahan Kotabaru, Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Kawasan yang dulu padat, kumuh, dan membelakangi sungai kini bersiap menjelma menjadi wajah baru Yogyakarta yang bersih, sehat, tertata, dan manusiawi.
Wali Kota Yogyakarta, dr. Hasto Wardoyo, secara resmi membuka program Kick-Off Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Tahun Anggaran 2025 di balai kampung tersebut, Kamis (3/7/2025). Acara ini menandai dimulainya transformasi besar-besaran kawasan kumuh di tepian Sungai Code sebagai bagian dari misi besar Yogyakarta menuju kota yang inklusif dan berwawasan lingkungan.
Advertisement
“Rumah-rumah di sini perlu dimundurkan dan dibangun menghadap sungai. Akses jalan harus ada, agar jika terjadi kondisi darurat, mobil ambulans atau pemadam bisa masuk. Sungai bukan lagi belakang rumah, tapi menjadi wajah kampung,” tegas Hasto.
Dari Kumuh ke Humanis: Kampung Lampion Disulap Jadi Hunian Layak
Permukiman yang selama ini dikenal sebagai Kampung Lampion menghadapi sejumlah tantangan krusial: rumah padat berdempetan, minimnya akses jalan, hingga praktik membuang sampah ke sungai. Tak hanya mengancam lingkungan, kondisi ini juga membahayakan keselamatan warga saat terjadi bencana atau keadaan darurat medis.
Sebagai solusi, Pemerintah Kota Yogyakarta akan melakukan penataan menyeluruh. Sebanyak 33 rumah akan dibangun ulang, dengan 10 rumah sebagai tahap awal. Enam rumah akan dibangun dari dana APBD Kota Yogyakarta senilai Rp1 miliar, sedangkan empat lainnya dari kolaborasi bersama SPARC India dan Yayasan SPEAK Indonesia melalui program Roof Over Our Head (ROOH) senilai Rp580 juta.
“Desain rumah kami kembangkan bersama UII dan UKDW. Rumah satu lantai akan dibangun dengan fondasi yang siap dikembangkan jadi dua lantai. Jadi ketika warga mampu, tinggal bangun lantai duanya sendiri,” jelas Umi Akhsanti, Kepala DPUPKP Kota Yogyakarta.
Jalan Baru, Harapan Baru
Penataan kawasan ini tidak hanya menyentuh aspek arsitektur rumah, tetapi juga menyasar infrastruktur dasar secara menyeluruh. Pemerintah akan membuka jalan inspeksi selebar 3 meter di sisi barat sungai yang sebelumnya tak terakses kendaraan. Jalur ini akan menghubungkan kawasan hingga Jembatan Kleringan dan terus naik ke belakang Masjid Syuhada hingga Romo Mangun.
“Sebagian lahan yang sebelumnya rumah akan dialihfungsikan untuk drainase, jaringan air bersih, pengelolaan air limbah, hingga ruang terbuka hijau,” kata Umi.
Penataan Kampung Lampion menjadi bagian dari pendekatan strategis berbasis konsep MAHANANNI (Perumahan dan Permukiman Layak Huni). Ini bukan sekadar revitalisasi fisik, tapi juga pemulihan martabat dan harapan warga.
“Kota Baru ini bagian dari wajah Malioboro. Maka tak boleh ada lagi tebing sungai yang grumbul, rumput liar menjalar, atau kawasan di sekitar gereja dan masjid yang semrawut. Ini saatnya dibersihkan,” ujar Wali Kota Hasto.
Kolaborasi Jadi Kunci: Dari Pemerintah hingga Akademisi
Program ini menjadi contoh nyata pendekatan kolaboratif dalam penataan kota. Pemkot menggandeng SPARC India, Yayasan SPEAK Indonesia, Universitas Islam Indonesia (UII), dan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW). Masing-masing pihak memiliki peran strategis dalam pendampingan komunitas, desain rumah, dan pengembangan tata ruang kawasan.
Hasto menegaskan bahwa pembangunan fisik hanyalah satu aspek dari perubahan. Lebih dari itu, yang dibutuhkan adalah pergeseran cara pandang tentang bagaimana ruang hidup dirancang demi kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bersama.
Seremoni Kick-Off turut dihadiri berbagai unsur, seperti Ketua Komisi C DPRD Kota Yogyakarta, Kantor Pertanahan, Panitikismo Keraton, serta tokoh masyarakat.
“Ini bukan sekadar membangun rumah, tapi membangun semangat kebersamaan dan membentuk masa depan yang lebih baik,” ungkap Ketua Panitia, Joko Pamungkas.
Warga Menyambut Bahagia: “Seperti Berkah dari Tuhan”
Surati, salah satu warga penerima manfaat, tak kuasa menahan rasa syukurnya. Rumah dua lantai miliknya menjadi salah satu yang dibedah dan akan dibangun ulang.
“Ini seperti berkah dari Tuhan. Saya sangat bersyukur, karena rumah ini akan jadi tempat tinggal empat keluarga. Semoga bisa cukup dan lebih nyaman,” ujarnya.
Selama masa pembangunan, ia mengaku tinggal di rumah kontrakan selama enam bulan. Meski harus beradaptasi sementara, Surati dan warga lainnya menaruh harapan besar pada hunian baru yang jauh lebih layak dan manusiawi.
Masa Depan Permukiman Urban Jogja Dimulai dari Kampung Lampion
Transformasi Kampung Lampion adalah potret kecil dari perjuangan besar Yogyakarta menghapus wajah kumuh kota. Dengan sinergi lintas sektor, pendekatan arsitektur inklusif, serta semangat gotong royong, kawasan ini akan menjadi simbol baru: bahwa kota tak hanya milik gedung megah dan jalan lebar, tapi juga milik setiap warga yang tinggal dengan aman, nyaman, dan bermartabat.
Jika berhasil, model Kampung Lampion bisa direplikasi di kawasan lain yang menghadapi permasalahan serupa. Maka tak salah jika banyak pihak menyebut: Wajah Baru Jogja dimulai dari tepi Sungai Code. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |