Kematian Nizar Banat Picu Ketegangan Baru di Palestina

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Palestina menghadapi potensi ketegangan internal ketika kelompok pengunjuk rasa yang menyerukan agar Presiden Mahmoud Abbas mundur, bentrok dengan kelompok yang berdemonstrasi mendukung PA dan Fatah, partai Abbas yang mendominasi Otoritas Palestina. Peristiwa bentrok terjadi pada hari Minggu (27/6/2021) di kota Ramallah, Tepi Barat.
Hari itu merupakan hari ke empat kelompok yang menuntut Abbas mundur berdemonstrasi atas kematian seorang aktivis, kritikus vokal dari Otoritas Palestina (PA), Nizar Banat.
Advertisement
Nizar Banat, 43, dari Hebron, seperti dilansir Al Jazeera, meninggal dunia dalam tahanan PA, Kamis (24/6/2021), hanya satu jam setelah pasukan keamanan menyerbu rumahnya dan menangkapnya dengan kejam.
Nizar Banat dikenal dengan video media sosial yang mengecam dugaan korupsi di dalam PA.
Pendukung Presiden Palestina, Mahmoud Abbas berkumpul dalam demonstrasi balasan ketika yang lain memprotes kematian aktivis hak asasi manusia Nizar Banat. (FOTO: Al Jazeera/AFP)
Bentrokan pecah pada hari Minggu setelah ada kerumunan kecil sekitar 100 orang lebih yang berteriak menentang PA.
Sementara di ujung jalan di kota itu ada pula kerumunan lain yang pro-Fatah, partai elit penguasa yang kemudian bertemu dengan mereka terjadilah konfrontasi.
Al Jazeera melaporkan, dalam protes itu sejumlah media juga ikut meliput. "Kami dikepung enam orang, saya hanya bisa menyebut mereka preman, menuntut untuk melihat kamera kami. Kami tidak sedang syuting saat itu. Mereka benar-benar memaksa kami untuk menyoroti truk SMG kami," katanya.
"Teman rekan kerja lainnya membuat kameranya hancur. Ini telah terjadi selama beberapa hari terakhir," tambahnya
Protes baru terhadap kematian Banat juga terjadi pada hari Minggu di kampung halamannya di Hebron dan di Betlehem, keduanya di Tepi Barat yang diduduki.
Pasukan keamanan Palestina dengan perlengkapan anti huru hara menembakkan gas air mata dan granat kejut ke arah pengunjuk rasa di Betlehem, membuat banyak orang berlarian mencari perlindungan.
"Menurut otopsi awal, luka-luka yang diderita Banat akibat dipukuli di bagian kepala, dada, leher, kaki dan tangan, dengan waktu kurang dari satu jam berlalu antara penangkapannya dan kematiannya," kata ahli patologi Samir Abu Zarzour.
Keluarga Banat mengatakan pasukan keamanan menggunakan semprotan merica padanya, memukulinya dengan parah dan menyeretnya pergi dengan sebuah kendaraan.
PA telah mengumumkan pembukaan penyelidikan atas kematian Banat, tetapi tidak banyak membantu meredakan kemarahan di jalanan.
Warga Palestina memegang poster gambar aktivis hak asasi manusia Nizar Banat selama protes di kampung halamannya di Hebron di Tepi Barat yang diduduki. (FOTO C: Al Jazeera/AFP)
Menyusul berita kematiannya pada hari Kamis, pengunjuk rasa membakar, memblokir jalan-jalan di pusat kota dan bentrok dengan polisi anti huru hara di Ramallah. Warga Palestina juga berteriak menentang PA pada hari Jumat di pemakaman Banat di Hebron dan setelah salat Jumat di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem.
Pada hari Sabtu, para pengunjuk rasa juga bentrok dengan pasukan keamanan Palestina dengan demonstran pro-PA ketika ratusan berusaha untuk berbaris ke kompleks kantor Abbas.
Banat telah terdaftar sebagai kandidat dalam pemilihan parlemen Palestina, yang telah ditetapkan pada Mei sampai Abbas menundanya tanpa batas waktu.
Mkhaimar Abusada, seorang profesor dalam ilmu politik di Universitas Al Azhar di Gaza, mengatakan, bahwa Abbas dan PA yang didukung internasional menghadapi reaksi yang semakin meningkat dari orang-orang Palestina atas dugaan korupsi dan otoritarianisme.
"Melihat massa pengunjuk rasa Palestina yang memprotes Otoritas Palestina, meneriakkan secara langsung terhadap Presiden Abbas yang meminta pencopotannya dan penggulingannya, belum pernah terjadi sebelumnya," ujarnya.
Direktur Kelompok Hak Azasi Al Haq, Shawan Jabareen mengatakan, konfrontasi antara saingan Palestina di jalan-jalan pada hari Minggu adalah memalukan, karena banyak orang Palestina mengesampingkan perbedaan untuk bersatu dalam memprotes pemboman 11 hari Israel di Jalur Gaza di May dan pengusiran paksa warga Palestina di Yerusalem Timur yang diduduki.
"Saat ini Anda melihat orang-orang Palestina terpecah lagi. Sejujurnya, saya prihatin dengan orang-orang di sini," katanya.
Jabareen menambahkan banyaknya pria berpakaian preman yang menyerang wartawan pada hari Minggu adalah anggota pasukan keamanan.
"Mereka bukan warga sipil. Mereka adalah anggota keamanan,” kata Jabaree. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |