Fenomena Ekonomi Sulit Kerek Permintaan Wisata 'Langit'

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Fenomena perubahan signifikan dalam perilaku generasi muda terjadi di China. Di tengah kondisi ekonomi yang suram dan tingkat pengangguran yang tinggi, mereka berbalik ke arah spiritual, mencari ketenangan dalam agama dan kegiatan rohani dengan wisata langit.
Dilansir TIMES Indonesia dari The Guardian, platform perjalanan China, Qunar, dalam laporannya mencatat peningkatan pengunjung kuil sebesar 367% pada kuartal pertama tahun ini, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022. Peningkatan ini sebagian besar diakibatkan oleh pembukaan kembali destinasi wisata dan budaya setelah pembatasan nol-Covid dicabut pada bulan Desember. Banyak situs keagamaan lain juga mengalami peningkatan kunjungan.
Advertisement
Salah satu destinasi spiritual yang populer adalah Gunung Emei di Sichuan, salah satu dari empat gunung suci dalam Buddhisme China. Sebanyak 2,5 juta turis mengunjungi gunung ini antara Januari dan Mei, jumlah yang meningkat lebih dari 50% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019.
Situs wisata rohani ini terutama dipenuhi oleh generasi muda. Menurut data dari Trip.com, sekitar setengah dari pengunjung kuil pada Januari dan Februari lahir setelah tahun 1990. Milenial dan Gen Z, yang menghadapi tingkat pengangguran tertinggi, mencari solusi spiritual untuk situasi mereka.
Tingkat pengangguran di China untuk usia 16 hingga 24 tahun mencapai 20,8% pada Mei. Dalam situasi ini, banyak orang muda lebih percaya pada dewa daripada gelar mereka. "Pemuda yang membakar kemenyan," istilah yang merujuk pada generasi muda yang mencari jalan spiritual untuk memperbaiki nasib mereka, telah menjadi viral di media sosial.
Banyak kuil memenuhi permintaan ini dengan menawarkan kursus meditasi, kafe di tempat, dan pusat konseling psikologis. Inisiatif-inisiatif ini diberi label "ekonomi kuil" oleh beberapa komentator. Sementara itu, produk berhubungan dengan Buddha juga semakin populer, seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan permintaan untuk pernak-pernik seperti gelang kuil Lama.
Peningkatan minat ini menunjukkan keinginan muda-mudi China untuk mencari solusi spiritual di tengah tekanan ekonomi dan sosial. Hal ini juga menggambarkan neijuan, atau "involusi", tekanan kuat yang dirasakan oleh kaum muda di China, yang merasa bahwa upaya mereka sering kali tidak membuahkan hasil,
Dupa Menjadi Pilihan
Situasi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh generasi muda China dalam menghadapi penurunan ekonomi dan perlambatan di berbagai sektor, termasuk pendidikan, properti, dan teknologi. Namun, dengan berbalik ke spiritualitas dan berdoa untuk peningkatan, mereka mencari jalan keluar dari situasi yang sulit ini.
"Antara maju dan bekerja, saya memilih dupa," adalah salah satu slogan yang populer di kalangan pemuda China, menunjukkan preferensi mereka terhadap pencarian spiritual daripada kejaran duniawi.
Sementara itu, wihara dan kuil lainnya juga beradaptasi dengan tren ini dengan menawarkan lebih banyak layanan dan produk rohani. Misalnya, kuil Lama, biara Buddha terbesar di Beijing, merilis pernyataan yang membantah klaim beberapa penjual online yang menyatakan bahwa mereka mengizinkan penjualan gelang kuil Lama melalui platform pihak ketiga.
Secara keseluruhan, perubahan perilaku ini mencerminkan keadaan sosial dan ekonomi yang sedang berlangsung di China. Meski memiliki tantangan, generasi muda China menunjukkan ketahanan mereka dengan mencari solusi kreatif dan spiritual untuk menghadapi tekanan mereka.
Dengan demikian, wisata spiritual dan "ekonomi kuil" tampaknya akan menjadi tren yang bertahan dalam waktu dekat, mencerminkan kebutuhan generasi muda China untuk menemukan makna dan kedamaian dalam dunia yang serba tidak pasti. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Khoirul Anwar |
Publisher | : Rifky Rezfany |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.