Hamas-Fatah Mendeklarasikan Persatuan di China

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Faksi politik Palestina yang bertikai, Hamas dan Fatah telah menandatangani perjanjian untuk mengakhiri perpecahan serta memperkuat persatuan Palestina.
Media China, diantaranya Xinhua melaporkan, bahwa perwakilan faksi Palestina pada hari Selasa telah menandatangani deklarasi di Beijing yang berjanji untuk mengakhiri perpecahan dan memperkuat persatuan untuk Palestina.
Advertisement
China mengatakan, pihaknya menjadi perantara kesepakatan tersebut selama pembicaraan rekonsiliasi antara 14 kelompok Palestina yang dimulai di ibu kota China pada hari Minggu lalu.
Dalam konferensi pers hari Selasa, perwakilan delegasi Hamas, Mousa Abu Marzook mengatakan sebuah kesepakatan telah dicapai yang akan melengkapi jalannya rekonsiliasi.
"Kita berada di titik bersejarah. Rakyat kita bangkit dalam upaya mereka untuk berjuang," katanya, menurut terjemahan yang disediakan oleh Kemenlu China seperti dilansir Euronews.
China bukan salah satu perantara diplomatik tradisional dalam konflik Israel-Palestina, dan tidak terlibat erat dalam upaya untuk mengakhiri perang yang sedang berlangsung di Gaza.
Laporan media pemerintah menunjukkan, bahwa China mencoba untuk melibatkan diri dalam upaya penyelesaian konflik tanpa sepenuhnya bergabung dalam negosiasi multilateral yang sedang berlangsung, yang belum mencapai gencatan senjata yang langgeng.
Kisah China itu terkuak ketika Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang akan menghentikan pertempuran dan membebaskan sandera Israel, "sudah dalam garis 10 yard".
Fatah, yang secara resmi dikenal sebagai Gerakan Pembebasan Nasional Palestina, adalah salah satu dari dua partai politik Palestina utama di Palestina.
Fatah dan Hamas telah menjadi rival sejak Hamas secara brutal mengalahkan pasukan yang setia kepada Fatah pimpinan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Gaza pada tahun 2007.
Hamas kemudian mengambil alih daerah kantong pantai yang miskin itu. Otoritas Palestina yang didominasi Fatah, yang dipimpin oleh Abbas, mengelola sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Pemerintah Palestina secara luas dipandang sebagai lembaga yang korup, tidak peduli dengan masyarakat, dan merupakan subkontraktor bagi Israel karena koordinasi keamanan bersama mereka.
Hamas dan Otoritas Palestina telah mengadakan beberapa putaran perundingan persatuan, tetapi setiap kali upaya itu gagal karena persaingan sengit di antara kedua faksi itu sendiri atas kekuasaan dan penolakan Barat untuk menerima pemerintahan mana pun yang mencakup Hamas kecuali jika pemerintahan itu secara tegas mengakui Israel.
Pada tahun 2006, setelah Hamas memenangkan pemilihan legislatif Palestina, ia mengadakan pembicaraan dengan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas untuk mencoba dan membentuk pemerintahan persatuan.
Kedua pihak akhirnya mencapai kesepakatan di mana pemerintah persatuan, termasuk Hamas, akan "menghormati" perjanjian damai Otoritas Palestina tahun 1993 dengan Israel.
Namun Israel dan AS menolak mengakui pemerintahan persatuan dan memberlakukan sanksi ekonomi.
Pemerintahan itu kemudian dengan cepat runtuh di tengah pertikaian antara Hamas dan faksi Fatah pimpinan Abbas, yang berakhir dengan pengambilalihan Gaza secara paksa oleh Hamas pada tahun 2007 yang membuat Fatah diusir sepenuhnya dari wilayah itu.
Proses serupa terjadi di Tepi Barat, dengan pejuang pendukung Fatah mengusir pengikut Hamas yang bersenjata.
Fatah sejak itu mempertahankan kendali atas Otoritas Nasional Palestina di Tepi Barat dan juga mengendalikan kamp-kamp pengungsi Palestina di wilayah tersebut. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |