Iran Siapkan Balasan ke Israel Atas Pembunuhan Ismail Hanoyeh
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Meski Iran getol mepromosikan bakal membalaskan dendam setelah pembunuhan Ismail Hanoyeh, namun cara yang akan diterapkan tidak gegabah.
"Pembalasan atas pembunuhan Ismail Haniyeh dari Hamas akan dilakukan 'dengan cara sebaik mungkin'," kata pejabat Iran.
Advertisement
Namun perintah Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sudah jelas, Israel harus dihukum atas tindakannya itu.
"Hukuman itu sudah pasti akan diaksanakan," katanya lagi.
"Iran akan melaksanakan perintah Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei itu untuk "menghukum keras" Israel atas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran," kata wakil komandan Korps Garda Revolusi Islam, Ali Fadavi seperti dilansir Al Jazeera.
"Perintah pemimpin tertinggi mengenai hukuman berat terhadap Israel dan balas dendam atas darah martir Ismail Haniyeh sudah jelas dan eksplisit, dan akan dilaksanakan dengan cara sebaik mungkin," tegas Ali Fadavi.
Kepala politik Hamas, Ismail Haniyeh, 62, dibunuh di ibu kota Iran, Teheran pada bulan Juli lalu setelah menghadiri upacara pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.
Hamas dan Iran menyalahkan Israel atas pembunuhan itu, tetapi pemerintah Israel belum mengonfirmasi atau membantah bertanggung jawab.
Sejak saat itu, Teheran berjanji akan melakukan pembalasan terhadap Israel, yang memiliki sejarah pembunuhan terhadap musuh di seluruh kawasan, termasuk di Iran.
AS Siap Bela Israel
Diminta wartawan untuk menanggapi pernyataan Iran itu, juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan Amerika Serikat siap membela Israel dengan banyak sumber daya di kawasan itu.
"Ketika kita mendengar retorika seperti itu, kita harus menanggapinya dengan serius, dan itulah yang kita lakukan," kata Kirby, Jumat.
Minggu lalu, militer Amerika Serikat telah mengumumkan tentang pengerahan sumber daya tambahan ke Timur Tengah, termasuk sebuah kapal induk, di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang meningkatnya konflik antara Israel dan Iran itu.
Namun, AS dan negara-negara Barat lainnya juga telah menyerukan de-eskalasi.
Pada hari Kamis, AS, Qatar, dan Mesir, mengeluarkan pernyataan bersama yang mendesak Israel dan Hamas untuk melanjutkan pembicaraan guna mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza.
AS sendiri disebut-sebut tidak menginginkan eskalasi regional yang lebih luas karena November nanti ada pemilu.
Washington bersama negara-negara mediasi lainnya mendorong agar perundingan gencatan senjata Gaza terjadi.
Itu merupakan tanda bahwa Washington ingin memberikan tekanan sebanyak mungkin pada Iran dan menunda kemungkinan serangan terhadap Israel.
Sementara Benjamin Netanyahu kemungkinan besar juga tidak akan menyetujui gencatan senjata.
Hamas menginginkan jaminan nyata bahwa perang tidak akan berlanjut, rekonstruksi akan diizinkan berlangsung dan tentara Israel ditarik dari daerah kantong tersebut.
Juga masih belum jelas, apakah Iran akan menghentikan tanggapannya terhadap pembunuhan Ismail Haniyeh jika gencatan senjata di Gaza tercapai.
Beberapa hari lalu Hamas memilih Yahya Sinwar, pejabat tingginya di Gaza, untuk menggantikan Ismail Haniyeh sebagai pemimpin baru biro politiknya
Juru bicara sayap bersenjata Hamas, Abu Obeida mengatakan, bahwa Brigade Qassam mendukung Yahya Sinwar dan memiliki kesiapan penuh untuk melaksanakan keputusannya.
Dalam pernyataan singkatnya pada hari Jumat, Obeida mengatakan penunjukan Yahya lSinwar sebagai kepala politik baru kelompok tersebut membuktikan bahwa Hamas masih hidup dan kuat.
Adanya kemungkinan dimulainya kembali perundingan gencatan senjata itu akan menandai kali pertama perundingan dengan Yahya Sinwar yang kini menjadi pemimpin Hamas.
Namun belum jelas bagaimana caranya Yahya Sinwar yang diburu Israel yang didug masih berada di di Gaza itu menyampaikan pesan-pesannya kepada mediator.
Benjamin Netanyahu sendiri dipandang sebagai seorang garis keras dan telah merilis daftar hal-hal yang tidak dapat dinegosiasikan untuk dimediasi.
Sementara itu nada pemberitaan media di Teheran berubah, yakni lebih sedikit pemberitaan tentang serangan langsung dan berskala besar terhadap Israel
Namun Timur Tengah tetap tegang setelah berhari-hari spekulasi meluas mengenai rencana Iran untuk membalas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.
Meskipun pejabat Iran masih mengancam akan melakukan pembalasan, tidak ada serangan berskala besar yang terjadi terhadap Israel, baik dari tanah Iran maupun dari Lebanon dan Suriah.
Amerika Serikat akan mengalokasikan $3,5 miliar kepada Israel untuk pengadaan senjata di tengah meningkatnya ketegangan dengan Iran itu. AS juga telah mencabut larangan penjualan senjata ofensif ke Arab Saudi.
Disisi lin, Rusia telah mengeluarkan NOTAM yang membatasi penerbangan malam dari Rusia ke bandara Israel antara 9 dan 16 Agustus.
Meski demikian Iran menyatakan siap hadapi konsekuensi serangan "berhari-hari" terhadap Israel.
"Operasi udara Republik Islam terhadap Israel bisa berlangsung tiga hingga empat hari," kata anggota Komisi Keamanan Nasional Parlemen Iran, Ahmad Bakhshayesh Ardestani.
Ia mengatakan Iran tentu saja siap menerima konsekuensi serangan tersebut dan akan siap menghadapi segala perkembangan selanjutnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |