Mantan Menteri Pertahanan Israel Berunjukrasa, Tuduh Pemerintahnya Lakukan Pembersihan Etnis
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Mantan Menteri Pertahanan Israel, Moshe Yaalon, 74, ikut bergabung dalam unjukrasa anti pemerintah dengan aksi duduk dan menuduh pemerintah Israel.
Mantan menteri Moshe Yaalon itu seperti dilansir Arab News, menuduh pemerintahan Benjamin Netanyahu melakukan 'pembersihan etnis' di Gaza. Ia juga pendukung warga Israel yang disandera di Gaza.
Advertisement
Selama aksi duduknya di dekat rumah Perdana Menteri di Yerusalem, ia juga menuntut pembebasan para sandera.
Moshe Yaalon, Sabtu (30/11/2024) kemarin menuduh tentara Israel melakukan pembersihan etnis di Jalur Gaza, yang memicu kemarahan di negara itu.
"Jalan yang kita lakukan ini adalah penaklukan, aneksasi, dan pembersihan etnis," kata Yaalon dalam sebuah wawancara di saluran swasta, DemocratTV.
Ketika ditanya tentang penilaian "pembersihan etnis" yang bagaimana, ia menjawab: "Apa yang terjadi di sana? Tidak ada lagi Beit Lahia, tidak ada lagi Beit Hanoun, tentara campur tangan di Jabalia dan pada kenyataannya tanah itu sedang dibersihkan dari orang Arab," tandas dia.
Bagian utara Jalur Gaza, termasuk wilayah yang disebutkan Yaalon, memang telah menjadi sasaran serangan Israel sejak 6 Oktober yang bertujuan untuk mencegah kelompok militan Palestina Hamas berkumpul kembali.
Yaalon adalah Panglima Angkatan Bersenjata Israel antara tahun 2002 dan 2005, tepat sebelum penarikan sepihak Israel dari Gaza.
Ia menjabat sebagai menteri pertahanan dan wakil perdana menteri sebelum mengundurkan diri pada tahun 2016 karena perbedaan pendapat dengan Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu.
Ada kemarahan langsung di Israel atas komentarnya.
Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben Gvir misalnya, ia mengatakan bahwa "memalukan" bagi Israel untuk "memiliki sosok seperti panglima militer dan menteri pertahanan".
Partai Likud Netanyahu, tempat Yaalon dulu menjadi anggota, mengecam pernyataan kosong dan tidak jujurnya itu" dan menyebutnya sebagai “hadiah untuk ICC dan kubu musuh Israel.”
Pernyataan itu merujuk pada Pengadilan Kriminal Internasional, yang telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya Yoav Gallant atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di Gaza.
Perang di wilayah Palestina meletus setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel, yang mengakibatkan 1.207 warah Israel mati, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP dari angka resmi Israel.
Sedangkan pembalasan Israel telah membunuh 44.382 orang di Gaza, dan itu terus berlanjut sampai sekarang.
Awal bulan ini, sebuah komite khusus PBB juga menunjuk pada "korban sipil massal dan kondisi yang mengancam jiwa yang sengaja diberlakukan pada warga Palestina.
"Penuntutan Israel atas perang di Gaza konsisten dengan karakteristik genosida," kata komite tersebut, dalam penggunaan pertama kata tersebut oleh PBB dalam konteks perang saat ini di Gaza.
Israel membantah penilaian PBB tersebut dan balik menuding itu sebagai "rekayasa anti-Israel." (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |