Sejarah, Presiden Korea Selatan yang Masih Menjabat, Yoon Suk-yeol Dicekal
TIMESINDONESIA, SEOUL – Untuk kali pertama dalam sejarah, Korea Selatan mencekal Presidennya yang masih menjabat yaitu Yoon Suk-yeol untuk pergi ke luar negeri karena penyelidikan kasus darurat militer enam jam.
Perintah larangan kepada Presiden Yoon Suk Yeol agar tidak meninggalkan negara itu, dikeluarkan Senin tadi.
Advertisement
Otoritas investigasi meminta pembatasan perjalanan, suatu tindakan yang biasanya diterapkan pada seorang tersangka dalam kejahatan tingkat tinggi.
Larangan itu dikeluarkan terkait penyelidikan mereka terhadap darurat militer yang tidak konstitusional dan berumur pendek yang diumumkan Presiden beberapa hari lalu.
Ini adalah pertama kalinya larangan semacam itu diberlakukan pada Presiden Korea yang sedang menjabat dengan alasan apa pun.
Yoon saat ini sedang diselidiki sebagai tersangka atas tuduhan pengkhianatan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Kepala jaksa di Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO), Oh Dong-woon telah memberi tahu Komite Legislasi dan Peradilan Majelis Nasional, Senin tadi, bahwa ia telah menginstruksikan para penyelidik untuk mengajukan larangan bepergian ke luar negeri pada kementerian kehakiman untuk Yoon Suk-yeol, dan kementerian kehakiman kemudian mengabulkan permintaan tersebut.
Larangan semacam itu diberlakukan terhadap individu, karena bila pergi ke luar negeri maka dikhawatirkan akan mengganggu penyelidikan kriminal.
Terkait kemungkinan penangkapan Yoon, Oh mengatakan, bahwa "prinsip penyidikan adalah menangkap tersangka utama makar".
Namun Oh tidak menjelaskan lebih lanjut apakah pihaknya mempertimbangkan penangkapan kepada kepala negara itu.
Sebelumnya, juga pada hari itu, Kantor Investigasi Nasional (NOI) di Badan Kepolisian Nasional, yang juga menyelidiki kasus darurat militer, mengatakan pihaknya juga mempertimbangkan untuk memberlakukan pembatasan perjalanan terhadap Yoon Suk-yeol.
Mengenai kemungkinan menempatkan Yoon dalam tahanan darurat, seorang pejabat di NOI mengatakan, "Hal itu mungkin dilakukan jika memenuhi persyaratan. Namun, kami harus terlebih dahulu meninjau apakah kasusnya memenuhi persyaratan tersebut," ujarnya.
Penahanan darurat akan diberlakukan jika seorang tersangka, yang diyakini telah melakukan kejahatan serius, kemungkinan akan menghilangkan barang bukti atau melarikan diri.
Tersangka dapat ditahan tanpa surat perintah penangkapan, tetapi otoritas investigasi harus memperoleh surat perintah resmi dari pengadilan dalam waktu 48 jam.
NOI mengatakan larangan bepergian juga telah dijatuhkan pada empat pejabat senior pemerintah dan militer yang terlibat dalam dekrit darurat militer itu, yaitu :
- Mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun, yang diyakini sebagai dalang di balik dekrit darurat militer
- Mantan Menteri Dalam Negeri, Lee Sang-min, Letnan Jenderal Yeo In-hyung, dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Park An-su.
"Tidak ada batasan terhadap subjek investigasi. Kami akan melakukan investigasi ketat sesuai dengan hukum dan prinsip, tanpa pengecualian apa pun," kata Woo Jong-soo, kepala NIO.
Saat ini, semua otoritas penyelidikan yang relevan dengan perkara itu, yaitu CIO, NOI dan jaksa masing-masing menangani kasus Yoon.
Sebelumnya pada hari itu, CIO berjanji untuk memimpin penyelidikan dan meminta polisi dan jaksa untuk melimpahkan kasus yang sedang berlangsung kepada mereka, dengan alasan kekhawatiran atas keadilan.
"Kami meminta polisi dan jaksa untuk mengalihkan kasus penyelidikan yang sedang berlangsung mengingat fakta bahwa penyelidikan mereka mungkin terpengaruh oleh hubungan mereka dengan kekuasaan. Sebagai otoritas investigasi independen, kami akan mengungkap kebenaran secara menyeluruh sesuai dengan hukum dan prinsip," kata wakil direktur CIO, Lee Jae-seung dalam jumpa pers.
Pada hari Minggu, jaksa mengatakan mereka telah mulai menyelidiki Yoon sesuai dengan prosedur yang berlaku, menyusul banyaknya pengaduan yang diajukan terhadapnya.
Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa jaksa seharusnya tidak terlibat dalam penyelidikan, karena Yoon Suk-yeol juga mantan jaksa.
"Jaksa penuntut, yang memainkan peran penting dalam peluncuran dan retensi 'pemerintahan yang dipimpin jaksa penuntut' Yoon, kini mengklaim akan menyelidiki presiden atas tuduhan pengkhianatan. Tuduhan pemberontakan tidak termasuk dalam ruang lingkup kewenangan investigasi jaksa penuntut. Serahkan saja kasus ini kepada NOI dan CIO dan jaksa jangan ikut campur," kata seorang profesor hukum yang menjadi pemimpin oposisi kecil Partai Pembangunan Korea. Cho Kuk.
Sementara itu, oposisi utama Partai Demokratik Korea (DPK) mengajukan proposal untuk penasihat khusus untuk menyelidiki tuduhan pengkhianatan dan penyalahgunaan kekuasaan terhadap Yoon Suk-yeol.
Usulan terpisah untuk menunjuk penasihat khusus tetap, guna menyelidiki tuduhan makar telah disetujui oleh Komite Legislasi dan Peradilan. DPK berencana untuk mengajukan RUU tersebut ke sidang pleno pada hari Selasa besok.
DPK juga mengusulkan RUU yang mewajibkan penyelidikan penasihat khusus atas tuduhan yang melibatkan ibu negara Kim Keon Hee, termasuk dugaan keterlibatan dalam skema manipulasi saham dan campur tangan dalam pencalonan pemilu melalui perantara kekuasaan.
Ini adalah versi keempat RUU yang menargetkan ibu negara, menyusul proposal serupa yang diveto oleh Yoon bulan lalu, yang akhirnya dibatalkan dalam pemungutan suara ulang pada hari Sabtu.
DPK juga menegaskan kembali seruannya untuk mencabut wewenang Yoon dalam memimpin militer karena khawatir ia akan memberlakukan darurat militer lagi.
Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol tetap memegang komando militer, menurut Kementerian Pertahanan Nasional. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |