Tragedi Novi Sad Memicu Gelombang Protes Antikorupsi dan Tuntutan Reformasi di Serbia

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Runtuhnya atap stasiun kereta api di Novi Sad pada November lalu, yang menewaskan 15 orang, jadi pemicu gelombang protes antikorupsi besar-besaran di Serbia.
Tragedi ini tidak hanya mencerminkan kegagalan pembangunan infrastruktur di sana, tetapi juga cermin akar masalah yang jauh lebih dalam: korupsi sistemik dan kurangnya transparansi dalam pemerintahan.
Advertisement
Ribuan warga Serbia turun ke jalan-jalan. Mereka menuntut pertanggungjawaban para pemimpin mereka dan mendesak segera dilakukan reformasi hukum.
Pemicu Tragedi
Insiden runtuhnya atap beton di stasiun kereta Novi Sad, yang baru saja menjalani renovasi, terjadi pada November 2024 lalu.
Pada 1 November 2024, sekitar pukul 11.50 waktu setempat, sejumlah orang tewas dan terluka ketika kanopi beton sepanjang 35 meter stasiun kereta api utama di Novi Sad, Serbia, runtuh. Kanopi itu menimpa orang yang berjalan dan duduk di bawahnya.
Stasiun kereta api tersebut adalah salah satu infrastruktur transportasi utama di kota terbesar kedua di Serbia. Stasiun ini dibangun pada 1964 dan dirombak dari tahun 2021 hingga 2024.
Proyek renovasi tersebut dilakukan oleh konsorsium perusahaan Tiongkok China Railway International Co., Ltd (anak perusahaan China Railway Group Limited) dan China Communications Construction Company, Ltd. (konsorsium CRIC-CCCC).
Sekitar 80 penyelamat dari berbagai kota di Serbia menggunakan alat berat untuk menarik puing-puing dari tempat keruntuhan, termasuk pengeruk dan derek jangkung untuk mencari dan menyalamatkan korban.
Setelah keruntuhan ini, banyak pengguna media sosial mengecam pemerintah karena kelalaiannya. Tragedi ini memicu kemarahan publik yang makin meluas. Masyarakat menilai insiden ini sebagai bukti nyata dari korupsi dan mismanajemen dalam proyek-proyek publik.
Svetlana Milovancev, salah seorang pengunjuk rasa mengatakan “Mereka yang bertanggung jawab harus diadili, bukan hanya untuk tragedi di Novi Sad, tetapi juga untuk semua tindakan ilegal yang telah dilakukan oleh pemerintah ini.”
Gelombang Protes dan Pengunduran Diri Perdana Menteri
Tekanan publik yang semakin besar memaksa Perdana Menteri Serbia, Milos Vucevic, mengundurkan diri pada 28 Januari 2024. Pengunduran dirinya terjadi setelah berpekan-pekan protes yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa, petani, pengacara, hakim, dan bahkan kalangan seniman.
Danko Nenezic, seorang demonstran, menyatakan Presiden Aleksandar Vucic tahu bahwa kekuatan politiknya memang rapuh. Ia lalu mengorbankan Vucevic untuk meredakan kemarahan rakyat,
Menurutnya, mundurnya Milos Vucevic saja tidak akan cukup. Rakyat menuntut perubahan yang lebih besar.
Pengunduran diri Vucevic berpotensi memicu pemilihan legislatif dipercepat. Namun, keputusan ini harus disetujui oleh parlemen Serbia, yang memiliki waktu 30 hari untuk memilih pemerintahan baru atau mengadakan pemilu.
Tuntutan Transparansi dan Supremasi Hukum
Protes di Novi Sad dan kota-kota lain di Serbia bukan hanya tentang tragedi runtuhnya atap stasiun kereta. Ini adalah ekspresi ketidakpuasan yang lebih luas terhadap pemerintahan Presiden Aleksandar Vucic, yang diduga melakukan korupsi, nepotisme, dan mengikis demokrasi.
Menurut laporan Transparency International, Serbia menempati peringkat ke-101 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi 2023. Skor ini menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi masalah serius di negara Balkan tersebut. Masyarakat menuntut investigasi independen terhadap proyek renovasi stasiun Novi Sad, serta transparansi dalam pengelolaan anggaran publik.
Dukungan dari Berbagai Kalangan
Protes ini telah menyebar ke seluruh penjuru Serbia, dari jalan-jalan hingga kampus-kampus universitas. Gerakan mahasiswa, yang menjadi ujung tombak aksi ini, mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan. Aktor, petani, pengacara, dan hakim turut bergabung, menunjukkan bahwa tuntutan reformasi telah melampaui batas generasi dan profesi.
Di Beograd, ibu kota Serbia, ribuan orang berkumpul di depan gedung parlemen, meneriakkan slogan-slogan seperti “Kami ingin keadilan!” dan “Cukup sudah dengan korupsi!”. Aksi serupa juga terjadi di kota-kota seperti Nis, Kragujevac, dan Subotica.
Masa Depan Politik Serbia
Pengunduran diri Vucevic dan tekanan publik yang terus meningkat telah menempatkan Presiden Vucic dalam posisi yang sulit. Meskipun ia masih memiliki basis dukungan yang kuat, gelombang protes ini menunjukkan bahwa ketidakpuasan terhadap pemerintahannya semakin sulit diabaikan.
Sementara itu, masyarakat Serbia tetap bersikeras bahwa mereka mereka menuntut perubahan
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Rizal Dani |