Trump Razia Imigran: AS Kehilangan 75 Persen Pekerja di Bidang Pertanian

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sejak kembali menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pada 20 Januari 2025, Donald Trump telah memperketat kebijakan imigrasi. DIrinya meningkatkan razia dan penangkapan terhadap imigran tidak berdokumen.
Dalam waktu singkat, ribuan orang telah ditangkap di berbagai kota besar seperti Chicago, New York, Denver, dan Los Angeles. Menurut data dari Immigration and Customs Enforcement (ICE), lebih dari 3.500 imigran telah ditangkap dalam beberapa hari pertama pemerintahan Trump.
Advertisement
Pada 28 Januari saja, lebih dari 1.000 orang ditahan dalam operasi ini. Pemerintah mengklaim bahwa prioritas utama adalah menangkap pelaku kejahatan, tetapi kebijakan ini juga mencakup mereka yang tidak memiliki catatan kriminal.
Ketakutan di Komunitas Imigran
Dampak dari razia ini sangat terasa di komunitas imigran. Banyak orang yang takut untuk keluar rumah, pergi bekerja, atau mengirim anak-anak mereka ke sekolah.
Gabriela, seorang imigran asal Bolivia yang telah tinggal di AS selama 20 tahun, mengaku bahwa ia mulai mengemasi barang-barangnya sebagai langkah antisipasi jika dirinya ditangkap dan dideportasi.
"Orang-orang di lingkungan saya tidak lagi mengirim anak-anak ke sekolah atau bahkan pergi ke gereja. Kami hanya mengikuti misa secara online," ujar Gabriela seperti dilansir dari BBC.
Carlos, seorang imigran asal Meksiko yang tinggal di New York, juga merasakan ketegangan yang meningkat. "Saya mendukung penangkapan terhadap kriminal, tetapi banyak pekerja biasa juga ditangkap. Ini menakutkan. Saya berusaha untuk tidak keluar rumah kecuali benar-benar diperlukan," ujarnya.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Selain menimbulkan ketakutan, razia ini juga berdampak pada sektor ekonomi, terutama industri pertanian yang sangat bergantung pada tenaga kerja imigran.
Sebuah klaim yang beredar di media sosial menyebutkan bahwa 75% pekerja pertanian di Bakersfield, California, tidak masuk kerja akibat razia ini. Namun, klaim ini berasal dari laporan yang sebenarnya membahas dampak razia di era Biden dan belum dikonfirmasi oleh berbagai sumber.
Michael Lukens, direktur Amica Center for Immigrant Rights, menyatakan bahwa pemerintah Trump berusaha menciptakan atmosfer shock and aw. Hal tersebut untuk menekan imigran agar meninggalkan AS secara sukarela.
"Kami menerima banyak telepon dari orang-orang yang ketakutan. Mereka bahkan enggan mencari bantuan medis atau mengurus dokumen di kantor pemerintah karena takut ditangkap," katanya.
Kebijakan Baru dan Penahanan Massal
Sebagai bagian dari kebijakan imigrasi yang lebih keras, Trump telah menandatangani Laken Riley Act Kebijakan tersebut mengharuskan penahanan imigran yang ditangkap atas tuduhan pencurian atau kekerasan hingga proses hukum selesai.
Selain itu, pemerintah berencana membangun fasilitas penahanan baru dengan kapasitas 30.000 orang untuk menampung imigran yang ditangkap.
Dengan ketidakpastian yang semakin meningkat, komunitas imigran di AS kini menghadapi dilema besar tetap bertahan dengan risiko tinggi atau mencari cara untuk meninggalkan negara tersebut.
Kebijakan Trump ini tidak hanya memengaruhi kehidupan ribuan imigran tetapi juga meresahkan banyak pihak yang menilai bahwa pendekatan ini terlalu ekstrem dan mengabaikan aspek kemanusiaan dalam kebijakan imigrasi.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Khodijah Siti |
Publisher | : Rizal Dani |