Ketegangan Eropa dan AS Makin Membara, Mereka Saling Kecam

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketegangan antara Uni Eropa dan Amerika Serikat makin membara, para pemimpin mereka dengan Wapres AS saling kecam.
Pada konferensi internasional di Munich, Jerman Jumat kemarin, Wakil Presiden JD Vance menggunakan podiumnya secara terbuka mengecam para pemimpin Eropa mengenai sejumlah isu mulai dari kebebasan berbicara hingga keamanan dan migrasi massal.
Advertisement
Padahal pertemuan keamanan tingkat tinggi di Munich itu jadwalnya adalah fokusnya adalah invasi Rusia ke Ukraina dan ancaman yang ditimbulkan Rusia terhadap Eropa serta seluruh dunia untuk mengangkat isu-isu sosial yang menggerakkan banyak pihak di kubu kanan Amerika.
Menurut JD Vance, Eropa sedang menghadapi ancaman yang paling ia khawatirkan yaitu ancaman dari dalam, yakni mundurnya Eropa dari beberapa nilai-nilai paling fundamentalnya. "Nilai-nilai yang dianut Amerika Serikat," katanya.
Vance mengatakan ancaman yang ia khawatirkan bukanlah Rusia, bukan China, bukan pula aktor eksternal mana pun.
Ia mengaku sudah banyak mendengar tentang apa yang perlu dibela Eropa dan tentu saja, itu penting. "Namun, yang tampaknya kurang jelas bagi saya adalah untuk apa sebenarnya anda membela diri?," katanya kemudian.
Ia mengecam politisi Eropa yang “takut terhadap suara, pendapat, dan hati nurani yang membimbing rakyatnya sendiri”.
"Saya yakin krisis yang kita hadapi bersama adalah krisis yang kita buat sendiri. Jika anda mencalonkan diri karena takut pada pemilih anda sendiri, tidak ada yang bisa dilakukan Amerika untuk anda," katanya.
Ia mendesak kelas politik di Eropa dan AS untuk tidak takut pada rakyatnya, bahkan ketika mereka mengungkapkan pandangan yang tidak setuju dengan kepemimpinannya.
Disambut Dingin
Namun pernyataan Wakil Presiden AS disambut dingin dan hanya tepuk tangan sporadis serta keluhan.
Apalagi ketika ia bercanda tentang bagaimana jika demokrasi Amerika bisa bertahan selama 10 tahun di bawah omelan Greta Thunberg, kalian bisa bertahan selama beberapa bulan di bawah Elon Musk.
Menteri Pertahanan Jerman, Boris Pistorius mengecam pernyataan Vance di sesi berikutnya dengan mengatakan dalam bahasa Jerman bahwa "tidak bisa diterima" bahwa wakil presiden AS membandingkan "kondisi Eropa dengan kondisi yang berlaku di beberapa rezim otoriter."
"Ini tidak bisa diterima," tegas Pistorius. "Ini bukan Eropa, bukan demokrasi tempat saya tinggal dan tempat saya menjalankan kampanye pemilihan saat ini. Dan ini bukan demokrasi yang saya saksikan setiap hari di parlemen kita. Dalam demokrasi kita, setiap pendapat memiliki suara," katanya.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Wakil Presiden JD Vance hari itu juga menawarkan pandangan yang sangat berbeda tentang ancaman ke depan.
Von der Leyen menyoroti tantangan perdagangan dan keamanan bersama.
Namun wakil presiden AS menegur blok tersebut, karena dianggap mundur dari nilai-nilai demokrasi.
Dalam pidato utamanya, von der Leyen juga mengemukakan bahwa Eropa siap untuk maju mempertahankan nilai-nilainya di tengah lanskap geopolitik yang berkembang cepat dan pendekatan yang lebih transaksional terhadap urusan global.
Eropa, lanjutnya, harus “berpandangan jernih” terhadap “Rusia nakal” yang berusaha mengubah batas wilayah dan potensi “konflik bipolar antara China dan AS”, dan kini tengah beradaptasi dengan realitas baru ini dengan mereformasi dirinya untuk meningkatkan pertahanan dan daya saingnya.
"Saya berada di ruangan di Munich untuk mendengarkan pidato Wapres Vance," tulis Senator Andy Kim, DN.J., dalam sebuah posting di X.
"Ternyara tidak ada pembicaraan tentang Rusia, Ukraina, Cina. Hanya kritik terhadap kita dan fokus pada "ancaman dari dalam." Pidatonya akan membuat musuh kita semakin berani yang akan melihat ini sebagai lampu hijau untuk bertindak sementara Amerika teralihkan/terpecah belah," tulis Andy Kim tentang pidato Vance itu.
Sepanjang acara di Munich, para pemimpin Eropa meningkatkan kritik mereka terhadap penanganan upaya perdamaian oleh pemerintahan Donald Trump.
"Pemerintahan Amerika yang baru memiliki pandangan dunia yang sangat berbeda dengan kita, pandangan yang tidak menghargai aturan yang telah ditetapkan, kemitraan, dan kepercayaan yang tumbuh," tegas Presiden Jerman, Frank-Walter Steinmeier pada konferensi hari Jumat, sebelum pidato Vance.
"Kita harus menerimanya dan kita bisa mengatasinya. Namun, saya yakin bahwa tidak akan menguntungkan masyarakat internasional jika pandangan dunia ini menjadi paradigma yang dominan," kata Steinmeier, yang jabatannya sebagian besar bersifat seremonial, menurut Reuters. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |