Imam Masjid Progresif Muhsin Hendricks Tewas Ditembak di Afrika Selatan

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Muhsin Hendricks, seorang imam masjid, yang dikenal sebagai pendukung hak-hak LGBTQ+, tewas ditembak saat duduk di dalam mobilnya di Gqeberha, Afrika Selatan, pada Sabtu (15/2/2025). Insiden ini disebut banyak pihak sebagai aksi pembunuhan yang diduga bermotif kebencian.
Dikutip dari VOA Indonesia, laporan kepolisian menyatakan, dua pria bersenjata dengan wajah tertutup turun dari truk pikap dan menyerang Hendricks.
Advertisement
Rekaman CCTV menunjukkan salah satu pelaku mendekati mobilnya dan menembakkan pistol beberapa kali melalui jendela samping. Sopir Hendricks selamat dari serangan itu, namun motif kejahatan ini masih dalam penyelidikan.
Sebagai pendiri masjid inklusif di Cape Town yang terbuka bagi Muslim LGBTQ+, Hendricks kerap menghadapi ancaman. Organisasi LGBTQ+ dan partai politik setempat menduga ia menjadi target karena sikapnya yang mendukung inklusivitas dalam Islam.
Pendeta Ecclesia de Lange, Direktur Inclusive and Affirming Ministries (IAM), menilai serangan ini sebagai kejahatan bermotif kebencian berbasis agama.
“Dia menyebarkan pesan Islam yang lebih inklusif dan penuh kasih, serta menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan berbeda,” ujarnya.
Hendricks dikenal di komunitas internasional dan sempat berbicara dalam konferensi Asosiasi Lesbian, Gay, Biseksual, Trans, dan Interseks (ILGA) tahun lalu.
Dalam forum tersebut, ia mengungkapkan adanya tekanan untuk menutup masjidnya, yang sering disebut sebagai "masjid gay."
Aliansi Demokratik, partai politik terbesar kedua di Afrika Selatan, menyebut serangan ini memiliki ciri khas eksekusi profesional.
Sementara itu, Khaled Sayed dari Kongres Nasional Afrika mengecam pembunuhan ini sebagai tindakan keji yang tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun.
Pada 2022, Hendricks pernah mengungkapkan bahwa ia merasa menjadi target setelah Dewan Peradilan Muslim Afrika Selatan mengeluarkan fatwa yang menegaskan larangan hubungan sesama jenis dalam Islam. Meski begitu, dewan tersebut menyatakan bahwa Muslim gay yang tidak melakukan “tindakan atau hubungan sesama jenis” tetap dapat diterima di masjid.
Hendricks juga menjadi subjek film dokumenter berjudul The Radical, yang menyoroti perjuangannya dalam menyediakan ruang ibadah bagi Muslim LGBTQ+.
Dalam film itu, ia mengungkapkan bahwa dirinya sering mendapat ancaman, tetapi tetap teguh pada prinsipnya.
“Kebutuhan untuk menjadi otentik lebih besar daripada rasa takut akan kematian,” katanya.
Dewan Peradilan Muslim Afrika Selatan akhirnya merilis pernyataan resmi yang mengecam pembunuhan Hendricks.
“Meskipun kami tidak sependapat dengan pandangannya, kami mengutuk keras tindakan kekerasan terhadapnya dan komunitas LGBTQ+,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Pembunuhan ini masih dalam penyelidikan pihak berwenang, sementara komunitas lokal dan internasional menyerukan keadilan bagi Muhsin Hendricks. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |