Dunia Menunggu Pengganti Paus Fransiskus, Ini 8 Kandidat Utama Penggantinya

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Setelah wafatnya Paus Fransiskus pada Senin (21/4/2025) pagi, dunia kini menantikan siapa yang akan menggantikannya. Para Kardinal telah berkumpul di Roma untuk mengikuti Konklaf Kepausan, yang akan menentukan pemimpin Gereja Katolik berikutnya.
Paus Fransiskus, yang merupakan Paus pertama dari Amerika Latin, meninggalkan pertanyaan besar: Apakah ini akan menandakan perubahan yang lebih luas dalam Gereja Katolik? Bisakah kita melihat Paus kulit hitam atau Paus Asia pertama dalam sejarah?
Advertisement
Berikut adalah 8 kandidat utama yang berpeluang menjadi Paus Agung selanjutnya:
1. Peter Turkson (76)
Kardinal Peter Turkson berasal dari Ghana dan pernah menjadi favorit bandar judi saat Paus Fransiskus terpilih pada tahun 2013. Ia adalah mantan Uskup Cape Coast dan dapat menjadi Paus kulit hitam pertama, yang tentunya akan memberikan daya tarik besar di Afrika. Paus Fransiskus mengutusnya sebagai utusan perdamaian ke Sudan Selatan. Turkson juga memiliki pandangan moderat mengenai hubungan gay di Afrika, di mana ia menyatakan bahwa hukum di banyak negara Afrika terlalu keras, namun pandangan masyarakat Afrika harus dihormati.
2. Luis Antonio Tagle (67)
Luis Antonio Tagle, 67mantan Uskup Agung Manila. (FOTO B: Daily Mail)
Kardinal Luis Antonio Tagle, mantan Uskup Agung Manila, kini menjadi kandidat terdepan dan dianggap sebagai salah satu calon paling liberal. Ia memiliki daya tarik sebagai Paus Asia pertama, di mana populasi Katolik tumbuh pesat. Meskipun menentang hak aborsi di Filipina, Tagle mengkritik sikap keras Gereja terhadap pasangan gay dan pasangan yang bercerai, yang menurutnya menghambat misi penginjilan.
3. Pietro Parolin (70)
Kardinal Pietro Parolin, yang telah bekerja erat dengan Paus Fransiskus, dipandang sebagai kandidat yang akan melanjutkan kebijakan kepausan sebelumnya. Sebagai Kardinal Sekretaris Negara, Parolin dikenal sebagai seorang moderat. Meski demikian, pandangannya yang keras terhadap pernikahan sesama jenis pada 2015 sempat menimbulkan kontroversi. Terbaru, perjanjian yang dibuatnya dengan China pada 2018 dianggap sebagian pihak sebagai pengkhianatan terhadap gereja.
4. Peter Erdo (72)
Kardinal Peter Erdo, Uskup Agung Esztergom-Budapest, adalah seorang konservatif yang berpendapat bahwa umat Katolik yang bercerai atau menikah lagi tidak seharusnya menerima komuni suci. Sebagai kandidat dari blok Timur, Erdo dikenal karena kampanyenya untuk membebaskan Jozsef Minszenty dari penahanan rezim komunis Hungaria.
5. José Tolentino (59)
Kardinal José Tolentino, yang berusia 59 tahun, dianggap sebagai kandidat muda. Ia berasal dari Madeira, Portugal, dan pernah menjabat sebagai Uskup Agung. Sebagai seorang akademisi, Tolentino mengusulkan agar para sarjana Alkitab lebih terlibat dengan dunia modern melalui film dan musik, sebuah pendekatan yang menarik bagi generasi muda.
6. Matteo Zuppi (69)
Kardinal Matteo Zuppi, Uskup Agung Bologna, diangkat oleh Paus Fransiskus pada 2019. Sebagai utusan perdamaian Vatikan untuk Ukraina, ia berperan dalam diplomasi gereja di tengah konflik dengan Rusia. Meski pertemuannya dengan Patriark Kirill, pemimpin Gereja Ortodoks Rusia, tidak menghasilkan kemajuan diplomatik yang signifikan, Zuppi tetap menjadi sosok yang diperhitungkan dalam kepausan.
7. Mario Grech (68)
Kardinal Mario Grech dari Malta telah memainkan peran kunci dalam memajukan visi Paus Fransiskus tentang gereja yang lebih inklusif dan partisipatif. Sebagai Sekretaris Jenderal Sinode Uskup, Grech sering mengusulkan agar gereja memperbaharui pendekatannya terhadap pasangan gay dan orang yang bercerai, meskipun ia juga dikenal sebagai seorang tradisionalis.
8. Robert Sarah (79)
Kardinal Robert Sarah, yang berasal dari Guinea, adalah seorang konservatif yang dikenal dengan pandangannya yang keras terhadap ideologi gender, yang ia anggap sebagai ancaman bagi masyarakat. Meskipun usianya tidak berpihak padanya, Sarah tetap menjadi salah satu kandidat paus kulit hitam pertama yang berpeluang memimpin gereja. Ia juga dikenal karena menentang fundamentalisme Islam.
Dengan banyaknya kandidat yang muncul, dunia kini menunggu siapa yang akan dipilih oleh Konklaf Kepausan untuk menggantikan Paus Fransiskus dan memimpin Gereja Katolik ke masa depan.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |