Peristiwa Nasional

Ditahbiskan Habib Ali untuk Lawan Lagu Genjer-Genjer PKI

Rabu, 22 Juni 2016 - 12:18 | 102.14k
Kiai Ali Mansur dan coretan syair Shalawat Badar. (foto: dok nu)
Kiai Ali Mansur dan coretan syair Shalawat Badar. (foto: dok nu)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Shalawat Badriyah atau lebih dikenal dengan Shalawat Badar adalah “Lagu Wajib” Nahdlatul Ulama (NU). Berisi puji-pujian kepada Rasulullah SAW dan Ahli Badar (para sahabat yang mati syahid dalam Perang Badar). Berbentuk Syair, dinyanyikan dengan lagu yang khas. 

Shalawat Badar digubah oleh Kiai Ali Mansur, Banyuwangi, salah seorang cucu dari KH. Muhammad Shiddiq, Jember, tahun 1960. Kiai Ali Mansur saat itu menjabat Kepala Kantor Departemen Agama, Banyuwangi, sekaligus menjadi Ketua PCNU di tempat yang sama. 

Advertisement

Proses terciptanya Shalawat Badar penuh dengan misteri dan teka-teki. Konon, pada suatu malam, beliau tidak bisa tidur. Hatinya merasa gelisah karena terus-menerus memikirkan situasi politik yang semakin tidak menguntungkan NU. Orang-orang PKI semakin leluasa mendominasi kekuasaan dan berani membunuh kiai-kiai di pedesaan. Karena memang kiai-lah pesaing utama PKI saat itu. 

Sambil merenung, Kiai Ali Mansur terus memainkan pena-nya di atas kertas, menulis syair-syair dalam bahasa arab. Beliau memang dikenal mahir membuat syair sajak ketika masih belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri. 

Kegelisahan Kiai Ali Mansur berbaur dengan rasa heran, karena malam sebelumnya bermimpi didatangi oleh para habib berjubah putih-hijau. Semakin mengherankan lagi, karena pada saat yang sama istrinya mimpi bertemu Rasulullah SAW. 

Keesokan harinya, mimpi itu ditanyakan pada Habib Hadi al-Haddar Banyuwangi. Habib Hadi menjawab; “Itu Ahli Badar, ya Akhy.”

Kedua mimpi aneh dan terjadi secara bersamaan itulah yang mendorong dirinya menulis syair. Kemudian dikenal dengan Shalawat Badar. 

Keheranan muncul lagi karena keesokan harinya banyak tetangga yang datang ke rumahnya sambil membawa beras, daging, dan lain sebagainya, layaknya akan mendatangi orang yang akan punya hajat mantu. 

Mereka bercerita, bahwa pagi-pagi buta pintu rumah mereka didatangi orang berjubah putih yang memberitahukan bahwa di rumah Kiai Ali Mansur akan ada kegiatan besar. Mereka diminta untuk membantu. Maka mereka pun membantu sesuai dengan kemampuannya. 

’’Siapa orang yang berjubah putih itu?” Pertanyaan itu terus mengiang-ngiang dalam benak Kiai Ali Mansur tanpa jawaban. Namun malam harinya banyak orang bekerja di dapur untuk menyambut kedatangan tamu, yang mereka sendiri tidak tahu siapa, dari mana, dan untuk apa?

Menjelang matahari terbit, serombongan habib berjubah putih-hijau yang dipimpin oleh Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi dari Kwitang Jakarta, datang ke rumah Kiai Ali Mansur. ’’Alhamdulillah………,” ucap kiai Ali Mansur ketika melihat rombongan yang datang adalah para habaib yang sangat dihormati keluarganya. 

Setelah berbincang basa-basi sebagai pengantar, membahas perkembangan PKI dan kondisi politik nasional yang semakin tidak menguntungkan, Habib Ali menanyakan topik lain yang tidak diduga oleh Kiai Ali Mansur: “ Ya Akhy! Mana Syair yang ente buat kemarin? Tolong ente bacakan dan lagukan di hadapan kami-kami ini!” 

Tentu saja Kiai Ali Mansur terkejut. Sebab Habib Ali mengetahui apa yang dikerjakannya semalam. Namun beliau memaklumi, mungkin itulah karomah yang diberikan Allah kepada Habib Ali. Sebab dalam dunia kewalian, pemandangan seperti itu bukanlah perkara aneh yang patut dicurigai. 

Segera saja Kiai Ali Mansur mengambil kertas yang berisi Shalawat Badar hasil gubahannya semalam, lalu melagukannya di hadapan Habib Ali beserta rombongan. Secara kebetulan Kiai Ali Mansur pun memiliki suara yang bagus. 

Di tengah alunan suara Shalawat Badar, para Habaib mendengarkannya dengan khusyuk. Tak lama kemudian mereka meneteskan air mata karena haru. Selesai mendengarkan Shalawat Badar yang dikumandangkan oleh Kiai Ali Mansur, Habib Ali segera bangkit; “Ya Akhy….! Mari kita perangi genjer-genjer PKI itu dengan Shalawat Badar…!” serunya dengan nada mantap.

Setelah Habib Ali memimpin doa, lalu rombongan itu mohon diri. Sejak saat itu terkenallah Shalawat Badar sebagai bacaan warga NU untuk membangkitkan semangat melawan orang-orang PKI. 

Kemudian untuk lebih mempopulerkannya, Habib Ali mengundang para habaib dan ulama (termasuk Kiai Ali Mansur dan KH. Ahmad Qusyairi, paman Kiai Ali Mansur) ke Majelis Ta’lim Kwitang, Jakarta. Pada forum istimewa itulah Shalawat Badar dikumandangkan secara luas oleh Kiai Ali Mansur. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Rochmat Shobirin
Sumber : KBAswaja

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES