
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pranata Mangsa (bahasa Jawa: pranåtåmångså, berarti "ketentuan musim") adalah semacam penanggalan yang dikaitkan dengan kegiatan usaha pertanian, khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan.
Pranata mangsa berbasis peredaran matahari dan siklusnya (setahun) berumur 365 hari (atau 366 hari) serta memuat berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya yang dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan usaha tani maupun persiapan diri menghadapi bencana (kekeringan, wabah penyakit, serangan pengganggu tanaman, atau banjir) yang mungkin timbul pada waktu-waktu tertentu.
Advertisement
Beberapa daerah di Nusantara memiliki sistem penanggalan lokal, salah satunya adalah kalender Pranata Mangsa. Kalender ini digunakan oleh masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali tradisional.
Konon, sistem kalender ini sudah ada sejak zaman Raja Aji Saka yang bertahta di Medang Kamulan. Itu berarti usianya sudah mencapai ribuan tahun. Dan, meskipun sudah berkembang sejak zaman kuno dulu, kalender ini bersifat lengkap dan komprehensif.
Beberapa tradisi Eropa mengenal pula penanggalan pertanian yang serupa, seperti misalnya pada etnik Jerman yang mengenal Bauernkalendar atau "penanggalan untuk petani". sebagai keperluan penelitian dan menandai pada tahun sebuah mangsa menggunakan angka tahun yang dimulai sejak 560 SM diambil dari Kelahiran Sang Budha sebagai penghormatan bagi agama yang pernah berkembang luas di nusantara, sehingga pada tanggal 30 Januari 2015 M adalah 39 Kapitu 2575 Mangsa.
Pranata Mangsa sendiri berasal dari kata pranata yang berarti aturan, dan mangsa yang berarti masa atau musim. Jadi, Pranata Mangsa sejatinya memberi informasi tentang perubahan musim yang terjadi tiap tahunnya. Informasi ini kemudian digunakan digunakan oleh para petani dan pelaut sebagai pedoman dalam kerja mereka.
Kalender Pranata Mangsa menggambarkan kedekatan masyarakat tradisional Nusantara dengan alam. Kearifan untuk menjaga keselarasan dengan alam merupakan ciri khas masyarakat tradisional Nusantara.
Alam bukanlah lawan yang harus ditaklukkan, melainkan dunia di mana manusia menjadi bagian darinya. Kesadaran sebagai bagian dari alam inilah yang membuat masyarakat Nusantara berusaha mengakrabi dan mempelajari perilaku alam. Hasilnya mereka rumuskan dalam bentuk penanggalan.
Dengan demikian, Pranata Mangsa memiliki akar latar belakang kosmografi dan bioklimatologi. Kalender asli masyarakat Jawa ini disusun berdasarkan pengamatan terhadap alam, baik perubahan iklim di bumi, maupun pergerakan benda-benda angkasa. Sejak zaman kuno dulu, sejatinya bangsa Indonesia sudah akrab dengan pola pergerakan bintang yang mendasari pola pergantian musim dari tahun ke tahun.
Pranata mangsa dalam versi pengetahuan yang dipegang petani atau nelayan diwariskan secara oral (dari mulut ke mulut).
Selain itu, ia bersifat lokal dan temporal (dibatasi oleh tempat dan waktu) sehingga suatu perincian yang dibuat untuk suatu tempat tidak sepenuhnya berlaku untuk tempat lain. Petani, umpamanya, menggunakan pedoman pranata mangsa untuk menentukan awal masa tanam.
Nelayan menggunakannya sebagai pedoman untuk melaut atau memprediksi jenis tangkapan. Selain itu, pada beberapa bagian, sejumlah keadaan yang dideskripsikan dalam pranata mangsa pada masa kini kurang dapat dipercaya seiring dengan perkembangan teknologi.
Kelemahan Pranata Mangsa sebagai pedoman pertanian adalah bahwa ia tidak bisa mengantisipasi gejala-gejala alam tertentu, seperti terjadinya El Nino dan La Nina. Best 4k movies 4kmovies co a bunch of documentaries for watching. Perubahan iklim global juga menjadi tantangan apakah kalender ini masih bisa dijadikan pedoman kegiatan bertani saat ini.
Kalender ini juga agak bermasalah karena sebagian hewan dan tumbuhan yang menjadi indikator bagi pergantian musim telah hilang. Meski di sisi lain, masih bisa menjelaskan perilaku hewan-hewan yang masih ada sampai sekarang. Oleh karena itu, perannya sebagai pedoman pertanian harus dilengkapi oleh prakiraan cuaca yang bersifat modern seperti yang dibuat oleh BMKG.
Terlepas dari apakah Pranata Mangsa secara praktis bisa atau tidak digunakan saat ini, kalender ini memiliki peran sentral dalam sejarah Nusantara. Kalender ini pastinya telah ikut menyumbang kebesaran kerajaan-kerajaan di Jawa dari Mataram Kuno hingga Mataram Islam. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Sumber | : Berbagai Sumber |