Mengapa Yahudi Tak Diakui? Begini Penjelasan Peserta Asal Indonesia

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Jam menunjukkan pukul 17.00 waktu Philadelphia diskusi kelas berakhir. Semua peserta Study of U.S Institute, Religious and Pularalism Dialogue, di Philadelphia, Amerika Serikat, kembali ke Morgan Hall (gedung 27 lantai tempat semua peserta diasramakan). Ada yang terburu-buru, ada pula yang masih melanjutkan diskusi sambil jalan.
Prof Dr Dursun Ali Aykit, guru besar bidang History of Religion dari Cumhuriyet University Turki yang juga menjadi peserta pada program ini, bertanya pada saya. "Saya tidak habis pikir, mengapa Indonesia yang Islamnya mayoritas, kok tidak mengakui Yahudi sebagai agama resmi, padahal sudah jelas di dalam Al Qur'an bahwa Yahudi sebagai ahlul kitab?".
Advertisement
Mendapatkan pertanyaan yang di luar dugaan ini, saya tidak langsung menjawab. Dengan menarik nafas panjang sambil berpikir dengan keras. Perlahan saya berusaha menjawab.
Yahudi di Indonesia penganutnya nyaris tidak ada. Kalau pun ada jumlahnya sedikit. Yahudi juga tidak punya akar historis di Indonesia. Sehingga belum ada desakan yang berarti pada pemerintah untuk mengakui Yahudi sebagai agama. Meski demikian pemerintah Indonesia tidak melarang setiap warganya mengikuti dan mengekspresikan apa yang diyakini, karena itu dilindungi undang-undang.
Dalam Al Qur'an memang banyak penjelasan tentang Yahudi. Bahkan tokoh sentralnya, yaitu Nabi Musa AS, dikenal sebagai Rasul ulul a'zmi. Kesuksesan membangun sebuah bangsa (nation) beserta keteraturan di dalamnya (social order) sangat diapresiasi dalam Islam.
Namun, dalam Al Qur'an juga banyak diberitahu tentang "kejelekan" perilaku Bangsa Yahudi yang suka membantah Nabi mereka, bahkan membunuhnya. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Albaqarah ayat 91, dan QS. Ali Imron ayat 112. Yahudi juga termasuk agama yang tidak akan pernah ridho pada Islam sampai penganut muslim masuk agama mereka sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah ayat 120.
Nabinya dicintai oleh Islam, tapi penganutnya yang sering "menjengkelkan". Misalnya, invasi mereka pada bangsa Palestina, memunculkan solidaritas berupa penolakan terhadap Israel dengan Yahudinya.
Selain itu juga jaringan ekonomi raksasa di seluruh dunia yang kebanyakan dimiliki bangsa Yahudi turut menyumbang kesenjangan ekonomi dan sosial masyarakat muslim yang secara ekonomi pada posisi kalah. Dalam situasi seperti ini, tentunya pemerintah Indonesia akan berpikir panjang untuk mengakui Yahudi sebagai agama resmi.
Mendengar penjelasan saya, tampaknya sang Profesor mengernyitkan dahi pertanda belum terpuaskan. Oleh karena itu saya persilahkan pembaca juga ikut membantu memberikan jawaban. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rizal Dani |