Peristiwa Nasional

Ketinggian Gunung Anak Krakatau Menurun, Ini Penjelasan PVMBG

Sabtu, 29 Desember 2018 - 09:29 | 219.34k
Gunung Anak Krakatau. (FOTO: Antara)
Gunung Anak Krakatau. (FOTO: Antara)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Secara visual berdasarkan Pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) ketinggian Gunung Anak Krakatau menurun. Dari yang semula 338 meter dari permukaan air laut kini menjadi 110 meter.

Bahkan Gunung Anak Krakatau diperkirakan kehilangan volume sekitar 150-180 juta m3 dan saat ini hanya tersisa 40-70 juta m3. Tulisan resmi PVMBG, Sabtu 

Advertisement

PVMBG,  Sabtu (29/12/2018) menjelaskan, berkurangnya volume tubuh Gunung Anak Krakatau itu diperkirakan karena ada proses rayapan tubuh gunung api dan disertai laju erupsi yang tinggi mulai tanggal 24 Desember 2018 hingga 27 Desember 2018.

Dari Pos PGA Pasauran, terlihat bahwa posisi puncak Gunung Anak Krakatau saat ini lebih rendah di banding Pulau Sertung yang menjadi latar belakangnya. Pulau Sertung memiliki ketinggian 182 meter sedangkan Pulau Panjang 132 meter dari permukaan air laut.

PVMBG menyebut proses pengamatan visual terus dilakukan untuk mendapatkan hasil perhitungan yang lebih presisi. Saat ini, letusan Gunung Anak Krakatau bersifat impulsif, sesaat sesudah meletus tidak tampak lagi asap yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau. 

Petugas pos pengamatan Gunung Anak Krakatau juga mencatat ada sembilan kali letusan dalam satu menit. Jumlah ini menurun dibanding hari sebelumnya. 

"Kemarin 14 kali per menit, jadi sekitar 5 detik sekali. Kalau sekarang ada 9 kali," tambah Plt Kepala PVMBG, Antonius Ratdomopurbo kepada wartawan di pos pengamatan Gubung Anak Krakatau di Desa Pasauran, Cinangka, Kabupaten Serang.

Dua tipe letusan yang dihasilkannya adalah letusan strombolian dan surtseyan. Potensi bahaya dari aktivitas letusan Gunung Anak Krakatau dengan kondisi saat ini yang paling memungkinkan adalah terjadinya letusan-letusan surtseyan

Letusan jenis ini terjadi dipermukaan air laut dan tidak akan menjadi pemicu tsunami meski menghasilkan banyak debu. 

Potensi bahaya lontaran material lava pijar dari Gunung Anak Krakatau itu menurut PVMBG juga masih ada. Dengan jumlah volume yang tersisa tidak terlalu besar, maka potensi terjadinya tsunami relatif kecil, kecuali ada reaktivasi struktur patahan/sesar yang ada di Selat Sunda.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES