Pernyataan Diplintir, Ternyata Cak Nanto Tetap Tak Berubah

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua Umum Pemuda Muhammad terpilih, Sunanto atau akrab disapa Cak Nanto menanggapi santai tudingan yang menyebutnya titipan orang 'Istana', mempersoalkan aksi 212 sampai yang terakhir dianggap setuju dengan penghapusan kata 'kafir'.
Terkait tudingan bahwa Cak Nanto sependapat dengan keputusan hasil Munas dan Konbes NU 2019 yang melarang perilaku mengkafirkan orang lain karena perbedaan keyakinan, telah dimuat sejumlah situs media online di Tanah Air. Salah satunya, situs www.sangpencerah.id.
Advertisement
Namun, menurut Syarifuddin, Kader Muda Muhammadiyah Pamekasan, naskah berita yang dimuat Sang Pencerah (SP) tersebut sudah masuk kategori kerja-kerja jurnalistik yang tidak mengedepankan kejujuran dan profesionalisme. Kok bisa?
"Karena mengutip pendapat narasumber dari media lain. Masalahnya adalah ketidaksesuaian antara apa yang dikutip dengan pemberian judul berita. Apa dilakukan web SP adalah menghilangkan substansi pesan dengan judul yang mereduksi pendapat aslinya," ujar Syarifuddin, dalam keterangan tertulis, Senin (4/3/2019).
Padahal kata dia, situs Sang Pencerah, sebagai media yang sering memuat berita seputar Muhammadiyah sebenarnya bukan hal yang susah untuk mengkonfirmasi langsung kepada Cak Nanto, sebagai Ketum Pemuda Muhammadiyah. Namun, anehnya hal tersebut tidak dilakukan.
"Apa yang dilakukan SP secara tidak langsung merugikan Ketum Pemuda Muhammadiyah. Sebuah kerja-kerja jurnalistik yang tidak mengedepankan kejujuran dan profesionalisme," tegas Syarifuddin sembari menunjukkan sumber berita yang dikutip situs Sang Pencerah.
Lewat keterangan tertulisnya pula, Syarifuddin mengatakan, bawah situs Sang Pencerah memenggal pernyataan Cak Nanto dari situs berita online Tirto.ID dengan judul 'Kata Pemuda Muhammadiyah, Soal Usul NU Tak Sebut Kafir ke Non-Islam'.
"Mari mengisi ruang publik, terutama media sosial dengan narasi yang sejuk dengan mengedepankan tabayyun. Tidak dengan prasangka. Sebagai bangsa yang beradab, mari menanggapi hasil Mubes NU terkait pelarangan penggunaan kata 'kafir' dengan dengan bijak," ucapnya.
"Kita bisa saja tidak setuju, mari ekspresikan ketidaksetujuan dengan narasi-narasi dialogis tanpa ada umpatan apalagi fitnah dan prasangka," tambah Syarifuddin.
Diakui Syarifuddin, sudah kesekian kali pernyataan Ketum Pemuda Muhammadiyah, Cak Nanto dianggap menyebabkan gaduh. Namun untuk kali ini, ia merasa perlu menulis beberapa poin klarifikasi, dengan harapan bisa mengedepankan kejujuran dibanding kebencian.
Sementara itu, A. Hidayat, adik panti Cak Nanto dan dosen di salah satu perguruan tinggi juga memberikan kesaksiannya soal Cak Nanto. Kata dia, belum genap setahun Cak Nanto menjabat Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, namun berbagai tuduhan dialamatkan kepada pria asal Madura itu.
"Seolah setiap kali Cak Nanto mengemukakan pendapatnya, di saat itu juga ada kontroversial. Sebuah kontroversial yang tidak jarang dibarengi dengan hujatan, makian dan bullying fisik yang kasar," ujar Hidayat dalam keterangan tertulis.
Sehingga kemarin sore, Hidayat menelepon Cak Nanto menanyakan kegaduhan di media sosial yang mengkritiknya. "Saya putuskan untuk menelpon dia," tutur Hidayat.
Menurut dia, rasanya aneh saja jika setiap ada tuduhan bahkan hujatan, seolah Cak Nanto diam saja padahal tidak susah bagi dia membuat klarifikasi terkait pendapatnya yang seolah diberitakan berbeda dengan aslinya.
Tapi kata Hidayat, dengan gaya santainya Cak Nanto, menjawab "Santai lek (Adik), saya tidak ingin berdebat dengan apa yang sebenarnya tidak saya maksudkan. Berdebat secara keras hanya menambah kebisingan dan saya tidak ingin berhadap-hadapan dengan sesama saudara Muslim," tuturnya.
Cak Nanto menambahkan bahwa hujatan dan cacian di medsos akan menjadi penyemangat untuk tetap mengendarai roda organisai sesuai khittah Muhammadiyah. Sebaliknya, jika setiap tuduhan selalu dicounter, hanya akan menguras energi dakwah.
"Saya (Cak Nanto) menyadari ada upaya menggiring ke sentimen negatif atas apa yang saya ucapkan di publik. Saya bisa saja membalasnya, tapi itu tidak saya lakukan. Segala hal, jika berawal dari kebencian, hanya akan berakhir dengan kekacauan," ucap Hidayat menirukan penuturan Cak Nanto.
Lewat telepon pula, lanjut Hidayat, Cak Nanto menegaskan bahwa kebencian bukan watak orang Islam. Cak Nanto mengajak semua elemen masyarakat untuk membudayakan dialog dan menyisihkan kebencian.
"Cak Nanto tenyata tidak berubah. Sama seperti yang saya kenal bertahun-tahun. Tenang dan seolah tidak ada rasa sakit hati. Semoga tetap diberi kekuatan Cak, Pimpin Pemuda Muhammad dengan gayamu cak," tandas Hidayat, adik panti Cak Nanto dan dosen di salah satu perguruan tinggi. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Rizal Dani |