Mengenal Sentra Produksi Kolang-kaling di Semarang

TIMESINDONESIA, SEMARANG – Saat bulan Ramadhan seperti ini, salah satu manisan yang paling banyak diburu oleh masyarakat adalah kolang-kaling. Camilan yang terbuat dari buah aren tersebut tak kalah enaknya dengan kurma jika disantap saat berbuka puasa, apalagi ketika dibuat kolak dan dicampur dengan pisang, nangka, atau waluh.
Di Kota Semarang, Jawa Tengah, terdapat satu kelurahan yang menjadi sentra kolang-kaling. Tempat tersebut berada di Kelurahan Jatirejo, Kecamatan Gunungpati. Di kelurahan ini bahkan terkenal dengan sebutan “kakola” atau kampung kolang-kaling. Hal itu karena mayoritas warganya merupakan pengrajin kolang-kaling.
Advertisement
Salah satu warga yang memproduksi kolang-kaling tersebut adalah Bu Sarni (60) yang sudah sejak puluhan tahun silam menekuni usaha tersebut. Usaha yang ditekuni sejak dirinya masih anak-anak telah menjadi sumber penghidupan selama ini.
"Saya telah berpuluh-puluh tahun menekuni usaha mengolah kolang-kaling ini. Dulu sejak anak-anak, saya bahkan sudah membantu orang tua, jadi seharian ya pekerjaannya seperti ini," ungkap Sarni saat ditemu oleh Times Indonesia di rumahnya, Sabtu (25/4/2020).
Namun demikian, Sarni mengungkapkan, untuk saat ini dan dahulu memang berbeda. Menurutnya, dulu di Jatirejo masih banyak pohon Aren yang memang menjadi cikal-bakal pembuatan kolang-kaling. Artinya produksi kolang-kaling dari pohon hingga buah aren dan pengolahan, seutuhnya di Jatirejo.
Akan tetapi untuk saat ini pohon aren di Jatirejo sudah banyak berkurang, sehingga produksi kolang-kaling di Jatirejo saat ini banyak berasal dari buah aren yang didapatkan dari daerah lain. Sementara di Jatirejo hanya tinggal mengolahnya menjadi kolang-kaling yang siap dipasarkan.
"Untuk buah kolang-kaling kami membelinya dari wilayah lain. Dari Pekalongan hingga Temanggung. Jadi anak saya mengambil sendiri dari petani pohon aren di sana dan kemudian sampai sini tinggal mengolahnya," tambahnya.
Sarni menuturkan, untuk permintaan di bulan Ramadhan ada peningkatan dibandingkan dengan hari biasanya. Meskipun Ramadhan tahun ini sedikit menurun bila dibandingkan permintaan di Ramadhan pada tahun-tahun lalu.
"Kalau untuk produksi sehari, kami dengan dibantu 3 pegawai lainnya bisa memproduksi sampai 2 atau 3 kwintal. Sedangkan untuk harga satu kwintalnya, di bulan Ramadhan seperti ini sampai 1 juta. Lebih tinggi dibandingkan hari biasa yang hanya 800 per kwintalnya," tuturnya.
Warminah (70) yang saat ini juga membantu usaha Sarni, mengatakan, berkat usaha membuat kolang-kaling, dirinya bisa naik haji.
"Alhamdulillah, dari usaha ini ya saya bisa naik haji di tahun 2013 lalu. Saya juga sudah bertahun-tahun memproduksi kolang-kaling begini. Dulu kami bahkan pada jalan kaki untuk menjual kolang-kaling ke Kota. Saat itu jalan sini bahkan masih jelek," ucapnya.
Bila Sarni dan Warminah menjual produksi kolang-kaling dalam bentuk kwintalan ke pengepul, lain cerita dengan Dwi Sayekti Kadarini (43) yang melakukan inovasi. Perempuan yang kerap disapa Nanik tersebut mengolah kolang-kaling menjadi manisan yang diberi nama 'Simanis Koling'.
"Awalnya saya hanya meneruskan usaha milik mertua yang menitipkan kolang-kaling di pasar dalam bentuk kiloan. Namun, ternyata penjualannya tidak meningkat. Akhirnya saya melakukan sebuah inovasi untuk menyajikan kolang-kaling dengan cara yang berbeda," ungkapnya.
Ninik memproduksi manisan kolang-kaling sesuai pesanan yang ia terima. Ada tiga varian rasa yang ia tawarkan ke pembeli di antaranya melon, frambos, dan gula jawa. Dengan menjual manisan kolang-kaling seharga Rp 10 ribu per kap, ia bisa mendapatkan keuntungan sebanyak Rp 300 ribu dalam sekali produksi. Kemasan berisi manisan kolang kaling bisa tahan sebulan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |