Bahaya Bencana Kelaparan Pasca Pandemi Covid-19

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pangan merupakan salah satu kebutuhan primer yang harus dijaga pada saat pandemi Covid-19 berlangsung. Adanya kelangkaan pangan, kenaikan harga, dan ketersediaan stok atau akan mempengaruhi kondisi ekonomi sosial yang terjadi di masyarakat. Dan, berujung pada akar konflik baik secara vertikal maupun horizontal.
Demikian ungkap Pimpinan PT Geosindo, Rheza Wahyu Anjaya dalam Webinar Nasional GIS#1 (Geosindo Interaktif Series) bertema Peran Teknologi Informasi Geospasial untuk Mendukung Kebijakan Pangan Indonesia, Minggu (21/6/2020).
Advertisement
Rheza mengingatkan jika FAO (Food and Agriculture Organization) pada April lalu juga memperingatkan adanya ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid-19.
"Krisis pangan harus disikapi serius. Kita bisa terancam gelombang kelaparan, juga telah diingatkan World Food Programme (WFD)," tandasnya.
Menurut WFD, sesudah lebih dari 300 ribu nyawa melayang akibat serangan virus Corona sejauh ini. Ancaman yang mengintai berikutnya adalah ancaman kelaparan. Sehingga dibutuhkan perencanaan yang matang agar ancaman ini tidak terjadi.
Narasumber lain, Jerry Sambuaga diwakili staf khusus Sioewardi Esiandy Selamet dalam kesempatan tersebut menyampaikan materi tentang peran kementerian perdagangan dalam upaya menanggulangi masalah pangan saat pandemi.
"Memang, tren pangan pada masa pandemi adalah kedaulatan pangan dan mengurangi impor," jelas Sioewardi.
Salah satu solusi, lanjutnya, adalah menghitung neraca kebutuhan pangan dalam negeri dapat memanfaatkan informasi geospasial.
Sedangkan Achmad Yakub menyampaikan materi tentang kondisi pangan dalam negeri saat pandemi.
Sementara itu, menurut penuturan Komite Dewas Bulog RI Achmad Yakub, sebenarnya stok bahan pangan Indonesia dalam posisi aman. Namun pandemi menjadi faktor yang mempengaruhi distribusi barang antar negara dan ketersediaan buruh tani migran yang berkurang akibat kebijakan lockdown di berbagai negara.
Kebijakan distribusi pangan impor yang masuk ke Indonesia dijawab oleh Komisi IV Ichsan Firdaus yang menjadi mitra pemerintah dalam hal pengawasan distribusi pangan di Indonesia.
Menurut Ichsan, tren harga pasaran sebenarnya bisa divisualisasikan secara spasial menggunakan teknologi GIS secara realtime.
Berdasarkan UU NO 18 Tahun 2012 (Tentang Pangan) Di Era New Normal menerangkan bahwa perhitungan stok beras bisa memanfaatkan peran pemetaan untuk menghitung luas lahan sawah.
"Dengan metode dan data tertentu perhitungan proyeksi produksi beras nasional bisa diprediksi. Sehingga bisa menentukan kebijakan impor atau ekspor beras," ungkapnya.
Sementara berkaitan dengan UU Nomor 41 Tahun 2009, alih fungsi lahan masih massif terjadi khususnya di daerah sentra pertanian sehingga membutuhkan penggunaan informasi geospasial dalam penanganan tersebut.
Turut ambil bagian dalam diskusi ini adalah Perwakilan Yayasan Field Indonesia Dwi Munthaha. Ia menyampaikan filosofi konsep ketahanan pangan, kemandirian pangan dan kedaulatan pangan Indonesia.
Munthaha menjelaskan jika peran IG sangat membantu informasi neraca pangan seperti proyeksi panen beras, penentuan waktu tanam dan proyeksi panen, bahkan bisa membantu monitoring kesejahteraan petani.
Dirut Teknis PT Geosindo Sujana menguraikan bahwa Informasi Geospasial dapat membantu regulator dalam menentukan kebijakan ketahanan pangan di Indonesia. Dengan perhitungan luas bahan baku sawah yang sangat akurat dapat meminimalisir kesalahan estimasi produksi pangan nasional.
"Banyak solusi IG untuk memecahkan persoalan pangan di Indonesia. Dengan SIG segala informasi dapat disajika secara terukur dan dapat di tampilkan melalui web atau android sebagai contoh," ucapna. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |
Sumber | : TIMES Jakarta |