Peristiwa Nasional

BEM UI: Dari Kritik Jokowi, Dipanggil Rektor Hingga Disebut Mental Orba

Senin, 28 Juni 2021 - 10:52 | 70.54k
Presiden RI Jokowi. (FOTO: Setkeb RI)
Presiden RI Jokowi. (FOTO: Setkeb RI)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI  mengkritik Presiden RI Jokowi (Joko Widodo) lewat julukan 'The King of Lip Service'. Kritik tersebut disampaikan melalui akun Twitter @BEMUI_Official.

Diketahui, BEM UI mengunggah foto Kepala Negara yang sudah diedit dengan background gambar bibir serta dengan mahkota raja. "JOKOWI: THE KING OF LIP SERVICE," tulis BEM UI.

Advertisement

BEM UI pun memberikan alasan atas kritik tersebut. Mereka menilai Presiden Jokowi kerap mengobral janji manis. Akan tetapi sering tak terbukti dalam kenyataannya. "Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya," jelasnya.

Dipanggil Rektorat

Dampak kritik tersebut, BEM UI pun dipanggil oleh Rektorat. Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI Amelita Lusia menyampaikan, panggilan tersebut dimaksudkan karena unggahan itu menyalahi aturan.

Ia menjelaskan, kebebasan menyampaikan pendapat dan aspirasi memang dilindungi Undang-undang (UU). Akan tetapi lanjut dia, harus menaati koridor hukum yang berlaku. Ia mengatakan, Presiden RI adalah simbol negara.

Gedung-Rektorat-Universitas-Indonesia.jpgGedung Rektorat Universitas Indonesia (UI). (FOTO: ANTARA/Feru Lantara)

Dengan begitu, BEM UI melanggar beberapa peraturan yang ada. "Pemanggilan ini adalah bagian dari proses pembinaan kemahasiswaan yang ada di UI," kata Amelita.

Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra menyampaikan setelah ada panggilan tersebut. Ia mengatakan, pihak Rektorat menanyakan siapa yang bertanggung jawab dan merumuskan unggahan atas kritik itu. Pihaknya pun kata dia, menjelaskan unggahan tersebut bertujuan mengkritik Kepala Negara yang pernyataannya dinilai tak sesuai dengan realita.

Sampai saat ini kata dia, pihaknya tak mengetahui apakah ini akan berujung sanksi kepada BEM UI. "Rektorat menyampaikan BEM UI kan terikat di bawah Rektorat, jadi apa yang dilakukan BEM UI harus menyesuaikan tata kelola universitas. Saya tidak tahu maksudnya, mungkin untuk sanksi atau apa pun itu," ujarnya.

Presiden Bukan Simbol Negara

Pernyataan Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI Amelita Lusia soal Presiden RI adalah simbol negara sebelumnya memang sudah selalu dibahas. Namun yang pasti, dalam UU Kepala Negara bukanlah simbol negara.

Diketahui, di UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2009, ditegaskan simbol negara adalah bendera merah putih, bahasa Indonesia, burung Garuda dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, serta lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Mental Orba

Pemanggilan BEM UI tersebut pun menuai atensi banyak pihak. Salah satunya dari Mantan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah. Ia  menyebut mental Orde Baru (Orba) telah pindah ke rektorat UI karena mencoba mengancam mahasiswa yang kritis.

"Semoga tindakan Rektorat UI tidak benar. Kampus harus menjadi sumber kebebasan. Masa depan kita adalah kebebasan. Meski pandemi membelenggu fisik kita, tapi jiwa dan pikiran harus merdeka. Kampus adalah persemaian generasi kepemimpinan yang harus terlepas dari pengangkangan!," kata Fahri lewat akun twitternya.

Ia juga mengaku sebagai alumni UI. Kata dia, pada 1994 silam, ia dengan rekan-rekannya sempat mengkritik pembangunan Rektorat UI lewat media koran. Saat itu ia dipanggil dan koran kampus tersebut dibredel saat era Orba. "Tahun 1998 Orba tumbang. Rupanya mental Orba pindah ke Rektorat UI mengancam mahasiswa. Malu ah!," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Robertus Robet menyampaikan, Rektorat UI seharusnya jangan bersikap seperti orde baru. "Pimpinan UI berhentilah menciptakan kesan, perasaan, seakan ini zaman Orde Baru," kata Robet dalam keterangannya.

Ia menegaskan, meski diangkat oleh pemerintah, pimpinan UI mestinya lebih berperan sebagai pendidik dan civitas akademika. Bukan sebagai aparatus kekuasaan. "Apalagi ini zaman demokrasi," tegasnya.

Dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) juga menyampaikan, kritik yang berbentuk ejekan memang membuat siapapun merasa tak nyaman. Akan tetapi, hal itu tak perlu direspons secara represif. "Sejauh sebagai kritik apalagi disampaikan oleh mahasiswa tidak perlu direspons dengan gaya represi apalagi disertai sanksi," ujarnya soal BEM UI. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES