Peristiwa Nasional

Kasus Bendera HTI di KPK RI Muncul Lagi

Senin, 04 Oktober 2021 - 07:15 | 79.67k
Gedung Merah Putih KPK RI di Jakarta. (FOTO: Moh Ramli/TIMES Indonesia)
Gedung Merah Putih KPK RI di Jakarta. (FOTO: Moh Ramli/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pada tahun 2019 lalu, muncul isu penyusupan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI). Hal itu menyusul adanya foto bendera organisasi terlarang itu di salah satu ruangan gedung lembaga antirasua tersebut. Namun, kabar itu ditepis.

Pada saat itu, penyebarnya yakni satpam KPK RI bernama Iwan Ismail diketahui dipecat. Namun baru-baru ini, ia kembali menyatakan, bahwa bendera HTI di lembaga yang kini di nakhodai Firli Bahuri itu adalah fakta adanya.

Advertisement

Dalam pernyataan terbuka, Iwan Ismail mengatakan, bendera tersebut berada di lantai 10 gedung KPK RI. Ia mengaku memotret bendera itu bersamaan dengan momen protes yang menolak pengesahan revisi UU KPK RI pada 2019 lalu itu.

Ia menyampaikan, dirinya melihat dengan jelas bendera HTI dan sempat mengambil gambarnya. "Ini bukan hoaks, bendera itu benar ada. Bisa diperiksa rekaman CCTV waktu saya motret," tegas Iwan kepada media.

Iwan mengaku dijatuhi sanksi pemecatan karena dinilai telah melakukan pelanggaran kode etik berat oleh KPK RI. "Mereka menerangkan bahwa laporan atau BAP saya itu sudah termasuk pelanggaran kode etik katanya, dan merupakan pelanggaran berat. Karena sudah turut punya andil dalam ketok palu UU KPK yang baru," jelas Iwan.

kpk b

Kata Iwan, ia bekerja di KPK RI sejak tahun 2018. Disuatu hari ia pernah melihat bendera HTI di dua meja penyidik. Ia pun mengaku heran atas keberadaan bendera ormas terlarang itu. Iwan lantas memutuskan untuk mengambil foto bendera tersebut.

"Saya heran saja, bendera ormas yang sudah dilarang kok masih ada yang pasang. Terus saya potret sengaja sambil menghadap kamera CCTV. Saya dianggap melanggar berat, padahal pemilik benderanya tak pernah diperiksa," ujarnya.

Lalu mengapa Iwan baru buka suara setelah pemecatan dua tahun lalu itu? Ia mengaku sikapnya tersebut tidak lain adalah ingin mencari keadilan semata. Pasalnya, baru-baru ini ada 57 pegawai KPK RI yang juga dipecat karena tak lolos TWK dalam alih status jadi ASN dan akan ditarik oleh Polri.

"Jadi saya ada dorongan ke sana, apakah saya juga bisa melakukan banding atau peninjuan kembali dengan surat pemberhentian secara hormat saya ini, untuk bisa ikut serta (ditarik ke Polri)," ujarnya.

Penjelasan dari KPK RI

Sementara itu, Juru Bicara KPK RI Ali Fikri menyampaikan, sebelum Iwan dipecat, pihaknya sudah memeriksa beberapa saksi, bukti, dan keterangan lain yang mendukung.

Hasilnya, pegawai yang memasang bendera tersebut terbukti tidak memiliki afiliasi dengan HTI sehingga tidak terdapat peraturan yang melarang atas perbuatannya.

Karena itu, Iwan dianggap sebagai penyebaran hoaks yang menyesatkan. "Disimpulkan bahwa yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar dan menyesatkan ke pihak eksternal," jelasnya.

Menurut KPK RI, perbuatan Iwan itu juga telah menimbulkan kebencian dari masyarakat yang berdampak terhadap citra lembaga pemberantasan koruptor.

Perbuatan Iwan itupun termasuk dalam kategori pelanggaran berat. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 huruf s Perkom Nomor 10 Tahun 2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK.

"Perbuatan yang bersangkutan juga melanggar Kode Etik KPK sebagaimana diatur Perkom Nomor 07 Tahun 2013 tentang Nilai-nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK RI," ujar Ali Fikri.

Isu Taliban

Justru bukan isu HTI yang senter di KPK beberapa tahun belakangan. Akan tetapi isu Taliban. Isu ini muncul sejak tahun 2019 lalu dari Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane. Saat itu Neta menyebut ada isu perseteruan antara 'polisi Taliban' dan 'polisi India' di KPK RI.

"Sekarang berkembang isu di internal (KPK). Katanya ada polisi India dan ada polisi Taliban. Ini kan berbahaya. Taliban siapa? Kubu Novel (penyidik senior KPK, Novel Baswedan). Polisi India siapa? Kubu non-Novel. Perlu ada ketegasan komisioner untuk menata dan menjaga soliditas institusi ini," kata Neta dalam diskusi bertema 'Bersih-bersih Jokowi: Menyoroti Institusi Antikorupsi' di Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Minggu (5/5/2019) silam itu.

Mantan Ketua KPK RI, Busyro Muqoddas pada tahun 2019 pun juga menepis soal isu radikalisme, khususnya 'isu Taliban' di lingkup internal lembaga antirasua itu.

"Waktu saya masuk itu sudah ada Taliban-Taliban. 'Lha, kok Taliban to'. 'Pak ini tidak ada konotasi agama'. 'Lho kenapa?' Ini ikon Taliban itu menggambarkan militansi orang Afganistan, dan penyidik-penyidik KPK itu militan-militan. Ini ada Kristian Kristen, ini ada Kadek Hindu, ada Novel cs Islam. Jadi mereka biasa-biasa saja," kata Busyro kepada awak media saat itu.

Setelah itu, di tengah polemik TWK pegawai KPK menjadi ASN yang mendapat sorotan publik ini, isu Taliban kembali muncul. Busyro Muqoddas kembali menyampaikan, informasi perihal puluhan pegawai KPK RI tidak lolos TWK, ada 8 pegawai yang non muslim.

"Fakta ini menunjukkan bahwa isu radikal, isu Taliban, sama sekali memang tidak pernah ada. Justru itu membuktikan adanya radikalisme politik, radikalisme yang dilakukan oleh imperium-imperium buzzer yang selalu mengotori perjalanan nilai-nilai keutamaan bangsa ini," ujarnya.

Diketahui, setidaknya kemarin ada 57 pegawai yang sudah dipecat KPK RI karena tak lolos TWK dalam alih status jadi ASN. Pada 30 September 2021 kemarin, mereka sudah berpamitan. Lalu, ada kabar bahwa mereka akan ditarik oleh pihak Polri. Dan hal itu menjadi motivasi Iwan Ismail untuk kembali menjelaskan isu bendara HTI, agar bisa mendapatkan keadilan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES