Kesehatan Ulama dan Cendekiawan yang Kerap Mengritik Pemerintah ini Mulai Membaik

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kesehatan ulama dan cendekiawan Indonesia Prof Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii berangsur pulih kembali.
Hal itu diuangkap Presiden RI Jokowi (Joko Widodo) saat menjenguk Buya Syafii di kediamannya di Kabupaten Sleman, Sabtu (26/3/2022) kemarin.
Advertisement
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga meminta kepada seluruh masyarakat untuk turut mendoakan kesehatan Buya Syafii. “Kita berdoa bersama agar beliau selalu diberikan kesehatan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” ujarnya.
Kepala Negara mengaku senang membaiknya kesehatan salah satu tokoh bangsa yang kerap mengritik tajam kepada pemerintah itu.
Di waktu yang sama, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan menyampaikan terima kasih atas atensi dari Presiden RI Jokowi telah menjenguk Buya Syafii. "Presiden turut mendoakan agar Buya tetap sehat dan bisa terus menjadi bapak bangsa yang bisa terus membimbing bangsa ini," katanya.
Haedar juga berdoa agar bangsa Indonesia dan seluruh elit bangsa diberi kekuatan untuk bisa menyelesaikan pandemi dan juga sekaligus bisa berbangsa-bernegara dengan penuh kekeluargaan.
"Karena ini merupakan simbol dari negara menghadirkan kekeluargaan, yang mana hal-hal seperti ini harus kita rawat bersama bahwa hubungan-hubungan yang informal dan kebersamaan itu menjadi sangat penting," ujarnya.
Kritik-kritik Tajam Buya Syafii
Presiden RI Jokowi saat menjenguk Buya Syafii. (FOTO: Facebook Presiden RI Jokowi)
Buya Syafii adalah seorang ulama dan cendekiawan Indonesia. Ia pernah menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah, Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) dan pendiri Maarif Institute.
Selain itu, ia juga dikenal sebagai tokoh yang kerap mengkritik tajam kebijakan pemerintah yang tak sesuai dengan keinginan masyarakat.
Tahun lalu misalnya, Buya Syafii mengkritisi pemerintahan Presiden Jokowi saat ini. Hal itu dikatakannya dalam artikel di Harian Umum Kompas yang terbit Rabu (10/11/2022) lalu dengan judul “Mentereng di Luar, Remuk di Dalam”.
Buya Syafii mengeritik perilaku korupsi yang menggurita, tata pemerintahan berantakan, hingga sengkarut keuangan di perusahaan BUMN yang terancam bangkrut.
Buya Syafii mengatakan, jika republik ini diibaratkan sebuah restoran tertentu, bersih, mentereng, dan gagah di bagian depan, tetapi jorok dan berantakan di bagian dapur. Dalam bahasa Minang ada ungkapan “rancak di labuah” (tampak elok di jalan, tetapi di rumah sebenarnya manusia papa). Atau, mentereng di luar, remuk di dalam.
Buya Syafii menyampaikan bahwa kebobrokan ini terlihat mulai dari cengkeraman para konglomerat yang dibiarkan beroperasi di sejumlah sektor ekonomi yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Setelah itu juga, ia dengan tegas meminta pemerintah tidak menggunakan buzzer untuk menyikapi lawan politiknya. Ia menyarankan pemerintah dan oposisi sebaiknya membangun budaya politik yang lebih arif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Dalam situasi yang sangat berat ini antara pemerintah dan pihak sebelah semestinya mampu membangun budaya politik yang lebih arif, saling berbagi, sekalipun sikap kritikal tetap dipelihara. Tidak perlu main "Buzzer-buzzeran" yang bisa menambah panasnya situasi," ujarnya Rabu (10/2/2021) di Jakarta.
Tak hanya pada pemerintah Presiden RI Jokowi, pada pemerintah sebelumnya yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Buya Syafii juga kerap melayangkan kritik tajam.
Pada 2009 lalu, Buya Syafii menyayangkan pernyataan Presiden SBY dalam pengantar rapat terbatas di Kantor Presiden, Selasa (28/7/2009) yang bisa diartikan Presiden seolah menganggap mereka yang mempersoalkan proses dan hasil Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2009 sebagai pihak yang tidak punya atau tidak menggunakan akal sehat.
Hal itu disampaikan Syafi'i, Rabu (29/7/2009), sesaat sebelum memberikan pidato pembukaan dalam seminar bertema "Menakar Ulang Nalar Kepemimpinan Indonesia", yang digelar di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta.
"Saya rasa seorang presiden tidak layak mengucapkan yang seperti itu. Apalagi dari bukti di lapangan, ketika (Presiden) sampaikan foto dirinya mau ditembak, ternyata menurut anggota DPR itu foto sejak tahun 2004," ujarnya waktu itu.
Kata dia, sebagai presiden seseorang seharusnya punya tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Tambah lagi Indonesia dinilainya sebagai negeri yang sedang mengalami musim pancaroba.
Upaya-upaya hukum yang menggugat proses dan hasil pilpres yang dinilai penuh kecurangan, menurut cendekiawan Muahammadiyah ini harus dihormati. "Biarkan saja kan semua upaya itu dijalankan. Asal Mahkamah Konstitusi juga bisa benar-benar bersikap independen seperti disampaikan ketuanya, Mahfud MD, yang menyatakan mau mempertaruhkan segalanya. Sikap seperti itu buat saya baik sekali," tegas Buya Syafii. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |