Tata Cara Tayammum dan Shalat di Pesawat bagi JCH Indonesia

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Shalat merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim kecuali bagi yang berhalangan. Allah bahkan telah mengatur tata cara shalat dalam kondisi apapun termasuk saat sedang dalam perjalanan.
Shalat di perjalanan dapat dilaksanakan dengan cara jama dan qashar. Shalat ini merupakan rukhsah (kemudahan) dari Allah SWT.
Advertisement
Khusus bagi jemaah calon haji Indonesia (JCH Indonesia) yang akan berangkat ke tanah suci, ada masa harus melaksanakan shalat lima waktu di dalam pesawat atau saat perjalanan udara.
Berikut tata cara tayamum dan shalat di pesawat berdasarkan buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI.
Tata Cara Tayammum di Pesawat
Tayammum di pesawat dapat dilakukan dengan memilih salah satu cara sebagai berikut:
Cara pertama:
1. Tayammum dengan satu kali tepukan, yaitu menepukkan kedua telapak tangan ke dinding pesawat atau sandaran kursi, lalu kedua telapak tangan diusapkan ke muka langsung diusapkan ke kedua tangan mulai dari ujung jari sampai ke pergelangan tangan (punggung dan telapak tangan) secara merata, dan tidak terputus antara usapan muka dengan usapan kedua tangan.
Cara kedua:
Tayammum dengan dua kali tepukan, yaitu menepukkan kedua telapak tangan ke dinding pesawat atau sandaran kursi, lalu kedua telapak tangan disapukan ke muka kemudian tangan ditepukkan kembali ke tempat yang lain dari tepukan pertama lalu mengusapkan kedua telapak tangan kepada kedua tangan dari ujung jari sampai siku (luar dan dalam).
Tata Cara Shalat di Pesawat
- Tetap duduk di kursi pesawat, dan baca niat shalat
- posisi kaki menjulur ke lantai pesawat atau dengan melipat kedua kaki dalam posisi miring atau tawaruk (duduk tahiyat).
- Menjadikan arah terbang pesawat ke mana saja sebagai arah kiblat.
- Melaksanakan seluruh gerakan rukun shalat semampu dia lakukan dengan ima’ah (isyarat).
Pendapat Ulama
Ulama fiqih terbagi dalam dua mazhab saat menentukan hukum shalat di pesawat. Pendapat pertama mengatakan tidak sah shalat di pesawat yang sedang terbang, dengan alasan:
- Sulit mendapatkan (tidak tersedia) air untuk wudlu serta debu yang tidak memenuhi syarat untuk tayammum.
- Shalatnya tidak menapak bumi karena pesawat terbang tidak menyentuh bumi.
Ulama yang berpendapat tidak sah shalat di pesawat adalah Imam Hanafi dan Imam Malik. Sebagai solusinya, Imam Hanafi berpendapat shalat yang luput dikerjakan selama seseorang berada di pesawat itu di-qada setelah dia sampai di darat. Seseorang yang berpendapat seperti ini lalu sama sekali tidak melaksanakan shalat di pesawat dianjurkan untuk berzikir.
Menurut Imam Maliki, bagi seseorang yang tidak mendapatkan air dan debu kewajiban shalatnya gugur sama sekali. Dengan demikian ia tidak dituntut untuk melakukan qadha atas shalat yang ditinggalkan.
Pendapat kedua menyatakan sah hukumnya jika seseorang shalat ketika ia sedang berada dalam pesawat yang sedang terbang dengan alasan:
Kewajiban shalat dibebankan sesuai dengan ketentuan waktu dan di mana saja berdasarkan Al-Qur’an dan hadis sebagai berikut.
Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (QS. an-Nisa’ [4]:103).
Dari Aisyah ra., bahwa dia meminjam kepada Asma’ra. sebuah kalung, lalu kalung itu rusak (hilang). Rasulullah SAW memerintahkan orang-orang dari para sahabat beliau untuk mencarinya. Kemudian waktu shalat tiba dan akhirnya mereka shalat tanpa berwudu. (HR. Bukhari dari ‘Aisyah RA). al-Bukhārī, nomor hadits: 5164.
Keadaan darurat tidak menghilangkan kewajiban shalat sesuai kemampuan. Ulama yang mengatakan sah shalat seseorang dengan kedua alasan tersebut adalah Imam Ahmad dan Imam Syafi’i, walaupun Imam Syafi’i mewajibkan i’adah shalat (mengulang shalat) setiba orang itu di darat.
Menurut Imam Syafii, shalat seseorang di kendaraan hanya untuk menghormati waktu shalat (lihurmatil waqti). Mengulang shalat yang dianjurkan. Imam Syafi’i dilakukan sebagai berikut:
- Ia segera shalat lagi setibanya di tempat tujuan.
- Ia melakukan shalat seperti biasa dengan gerakan shalat sempurna (kāmilah) bukan
isyarat (ima’ah). (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |