Peristiwa Nasional

Kasus Pembunuhan Munir Segera Kadaluarsa, Janji Presiden RI Jokowi Ditagih

Kamis, 08 September 2022 - 09:11 | 45.21k
Presiden RI Jokowi (Joko Widodo) ditagih janjinya oleh masyarakat agar segera menuntaskan kasus pembunuhan Munir. (FOTO: Setkab RI)
Presiden RI Jokowi (Joko Widodo) ditagih janjinya oleh masyarakat agar segera menuntaskan kasus pembunuhan Munir. (FOTO: Setkab RI)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pada 7 September 2004, Munir Said Thalib dibunuh dengan menggunakan racun arsenic secara terencana.

Pengadilan telah memutus dua orang aktor lapangan dan membebaskan Muchdi Purwoprandjono, yang saat itu menjabat salah satu Deputi Badan Intelijen Negara (BIN).

Advertisement

Ketua SETARA Institute, Hendardi menyampaikan, saat ini kasus Munir akan memasuki kadaluarsa karena akan melampaui 18 tahun sejak peristiwa terjadi. Ia mengatakan, konstruksi yang dibangun dalam penyelesaian kasus Munir adalah pembunuhan biasa.

Padahal, jika merujuk dokumen Tim Pencari Fakta Munir (TPF) yang banyak beredar, kasusnya bukanlah pembunuhan biasa. Tapi pembunuhan yang diduga dilakukan aktor negara dan merupakan kejahatan kemanusiaan karena Munir dibunuh di luar atau tanpa proses peradilan.

Namun, ia menyebut, Komnas HAM lebih memilih jalur aman dengan tidak menangani kasus Munir sebagai salah satu peristiwa yang merupakan pelanggaran HAM. Bahkan Komnas HAM baru membentuk Tim Ad Hoc untuk penyelidikan kasus ini justru menjelang tibanya masa kadaluarsa.

"Komnas HAM jelas pilih jalur aman dan berlindung di ujung masa kadaluarsa dan di ujung masa jabatan Komnas HAM periode 2017-2022 yang akan berakhir Desember," katanya dalam keterangan resminya Kamis (8/9/2022).

Menebalkan Impunitas

Menurut Hendardi, kini alih-alih menjadi instrumen percepatan penanganan kejahatan HAM, Komnas HAM periode ini justru menebalkan impunitas sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam pembunuhan Munir.

Padahal, sejak Tim Pencari Fakta Munir (TPF) menyelesaikan tugasnya di 2005, Komnas HAM semestinya sudah bisa melakukan kerja penyelidikan sehingga kasus ini terus bisa ditindaklanjuti dengan menggunakan kerangka UU 39/1999 dan UU 26/2000.

Sementara, Joko Widodo sejak 2014 terpilih menjadi presiden, tidak pernah tuntas memahami duduk perkara kasus Munir. "Ketika didesak menindaklanjuti rekomendasi TPF Munir, Jokowi melalui Menteri Sekretaris Negara mengatakan tidak mengetahui laporan tersebut," jelasnya.

Sebagai seorang presiden, kata dia, semestinya Jokowi memahami bahwa tugas penuntasan pelanggaran HAM itu melekat pada dirinya, sekalipun peristiwa itu terjadi di masa sebelumnya.

"TPF telah menyerahkan laporan tersebut kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kapasitasnya sebagai Presiden, yang artinya tugas lanjutan melekat pada presiden berikutnya," katanya.

Bahkan kata dia, karena Presiden Jokowi terus mengelak, SBY pun berinisiatif mengirimkan copy laporan tersebut pada 26/10/2016 kepada Istana.

"Tetapi nyatanya, hingga periode kedua Jokowi tersisa 2 tahun lagi, Jokowi tetap tidak tuntas memahami kewajibannya sebagai Presiden sebagai duty barrier atau pemangku kewajiban dalam hukum hak asasi manusia," jelasnya.

Selain kasus Munir, Presiden Jokowi pula yang menyusun kreasi absurd penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu dengan pendekatan non yudisial, yang sudah dipastikan tidak akan mampu mengungkap kebenaran dan keadilan.

Ia menyampaikan, Keppres yang diklaim ditandatangani saat 17 Agustus 2022 dan hingga kini tidak bisa diakses publik, adalah cara pragmatis memberikan pemulihan karitatif bagi korban pelanggaran HAM masa lalu.

"Keengganan Jokowi dalam menuntaskan kasus Munir dan pilihan Jokowi menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu melalui jalur non-yudisial adalah gambaran terang benderang tentang arah politik penegakan HAM di Indonesia yang semakin suram menuju pelembagaan impunitas secara permanen dan tidak berpihak pada kebenaran dan keadilan," ujarnya.

Janji Presiden Jokowi

Publik tidak akan lupa. Presiden Jokowi kerap berjanji akan menuntaskan pelanggan HAM masa lalu. Terakhir juga, hal tersebut dikatakan saat Peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia Tahun 2021, di Istana.

"Pemerintah komitmen menegakkan menuntaskan dan menyelesaikan pelanggaran HAM berat dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan bagi korban dan keadilan bagi yang diduga menjadi pelaku HAM berat," katanya saat itu.

Suami Iriana itu mengatakan, setelah terbit Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Kejaksaan Agung (Kejagung RI) telah mengambil langkah penyidikan umum peristiwa pelanggaran HAM berat.

"Salah satunya tadi disampaikan Komnas HAM kasus Paniai Papua 2014. Berangkat dari berkas penyidikan Komnas HAM, Kejaksaan tetap melakukan penyidikan umum untuk terwujud prinsip keadilan dan kepastian hukum," ujarnya.

Dan hingga kini, kasus Munir akan memasuki kadaluarsa karena akan melampaui 18 tahun sejak peristiwa terjadi. Jabatan dua periode yang diberikan oleh rakyat kepada Presiden RI Jokowi bisa saja sia-sia. Akankah pelanggaran HAM berat masa sirna begitu saja? (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES