Genjot Produktivitas Pangan, Airlangga: Optimalkan Rekayasa Genetik Pangan

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pemerintah mendorong penggunaan rekayasa genetik (GMO) untuk produk pertanian. Rekayasa genetik pangan ini adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen atau pembawa sifat dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk baru yang jauh lebih unggul.
"GMO bisa untuk semua produk pertanian, bukan cuma jagung tetapi beras dan termasuk kedelai. Ini yang kami kemarin dalam Ratas sudah meminta, karena ini hanya butuh peraturan dari Menteri Pertanian, sehingga kita akan terus dorong sehingga produktivitas terus meningkat," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian RI) Airlangga Hartarto, dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Rabu (14/9/2022).
Advertisement
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto melaksanakan panen Padi Gogo di Tulang Bawang Barat, Lampung, 12 Februari 2022 - (FOTO: dok Kemenko Perekonomian)
Dia menjelaskan, jika dengan bibit biasa panen jagung hanya bisa 5-6 ton, namun dengan adanya rekayasan generikan pangan bisa mencapai 12-13 ton. Lagi pula produk pangan seperti kedelai yang diimpor umumnya menggunakan produk GMO.
"Ketahanan pangan bukan saja menjadi prioritas namun target untuk kesejahteraan dan pemerataan," kata Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini.
Untuk itu pemerintah juga mendorong diversifikasi pangan lokal untuk menurunkan ketergantungan dari impor gandum.
"Hampir 25% kebutuhan masyarakat sudah meningkat untuk noodle dan roti, yang perlu kita lakukan diversifikasi, salah satunya mencoba menanam untuk sorgum, kedua mendorong penanaman tapioka untuk makanan dan ketiga pemanfaatan kembali tepung sagu untuk kue kue. Tentu kita berikan insentif untuk hal-hal tersebut," jelas Airlangga.
Sementara itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mencatat, konsumsi beras di masyarakat turun. Sebagian masyarakat menggantikan konsumsi dengan menggunakan gandum, bukan pangan lokal.
"Pangan lokal turun, beras turun, kita semua tahu jawabannya, mi instant, itu cadangan pangan kita. Dan pertumbuhan impor gandum 16,5% per tahun. Itu jawabannya, diversifikasi pangan. Ini jadi catatan penting gimana menjawab isu kedepan," kata Andreas.
Institut Pertanian Bogor sendiri telah memiliki sejumlah teknologi untuk mendorong diversifikasi pangan. Hanya saja, skalanya masih kecil dan butuh industri untuk turun tangan. Hal itu disampaikan Rektor IPB Arif Satria.
"Teknologi sudah banyak untuk diversifikasi pangan, sudah hampir cukup. Tinggal siapa yang mau investasi. Skala IPB kan kecil, paling kita punya toko dan online, semua itu perlu pasar yang luar biasa," kata dia.
Arif Satria, pria kelahiran Pekalongan itu menyarankan, pemerintah bisa mengeluarkan regulasi yang sifatnya memaksa industri. Misalnya, dari 10 ton impor gandum, harus berbanding 1 ton penyerapan pangan lokal.
"Sekarang ini momentum cinta pangan lokal, da mengurangi kekurangan impor gandum. Begitu serapan lokal meningkat, desa, petani bangkit," tegas Arif.
Pemerintah bisa memberdayakan petani di desa untuk mengembangkan pangan lokal seperti gandum, jagung, sagu, dan sorgum.
Untuk sorghum pemerintah menargetkan tahun 2023 ada 30 ribu ha lahan ditanami sorgum, tahun 2024 ada 40 ribu hektar yang tersebar di 17 provinsi. Ke-17 propinsi itu diantaranya adalah Sumatera Utara dan Barat, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jogja, Bali, Sulawesi Tenggara.
Berikut pengembangan sorgum di Propinsi Kalimantan Selatan, Propinsi Nusa Tenggara Timur, dan Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Teknologi rekayasa genetika pangan diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar terutama untuk pemanfaatan produk pertanian. Namun hal tersebut memerlukan kehati-hatian dan kecermatan agar tidak menimbulkan sesuatu yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan bagi keanekaragaman hayati, lingkungan, dan kesehatan manusia. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |