Peristiwa Nasional

RKUHP Disahkan, Ini Pasal-Pasal yang Kontroversial

Selasa, 06 Desember 2022 - 16:15 | 118.35k
Menkumham Yasonna H Laoly saat pengesahan RKUHP menjadi Undang-Undang. (FOTO: dok. Kemenkumham) 
Menkumham Yasonna H Laoly saat pengesahan RKUHP menjadi Undang-Undang. (FOTO: dok. Kemenkumham) 
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang. 

Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin jalannya Rapat Paripurna DPR RI tentang pengesahan RKUHP menanyakan kepada peserta sidang, terkait pengesahan RUU tersebut. 

Advertisement

"Apakah rancangan kitab undang-undang hukum pidana atau RKUHP dapat disahkan menjadi undang-undang?" tanya Dasco kepada peserta sidang. "Setuju," jawab para peserta sidang Paripurna di Ruang Rapat Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta pada Selasa (6/12/2022).

Dalam pengesahan RUU KUHP bersama DPR RI, turut hadir Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly dan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej. 

Usai sidang paripurna yang mengesahkan RKUHP menjadi Undang-Undang, Menkumham mengatakan pengesahan ini merupakan momen bersejarah di Indonesia dalam penyelenggaraan hukum pidana. Menurut Menkumham, setelah bertahun-tahun menggunakan KUHP produk kolonial Belanda, saat ini Indonesia telah memiliki KUHP sendiri. 

"Alhamdulillah, Puji Tuhan kita patut berbangga karena telah berhasil memiliki KUHP sendiri, hasil pemikiran anak bangsa. Masa berlakunya KUHP Belanda di Indonesia sejak tahun 1918, jika dihitung sampai saat ini, sudah 104 tahun," kata Menkumham. 

Menkumham menjelaskan, Pemerintah Indonesia telah merumuskan pembaharuan hukum pidana sejak tahun 1963 dan pada hari ini, Indonesia secara resmi mengesahkan dan memperbaharui RKUHP yang telah lama. "Ini prestasi besar kita semua," jelasnya. 

Meskipun RKUHP telah disahkan menjadi Undang-Undang, tentu masih ada beberapa organisasi atau lembaga yang menolak pengesahan tersebut karena dinilai masih ada pasal-pasal yang bermasalah. Salah satunya diungkapkan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang mengecam pengesahan RUU KUHP atau RKUHP. 

"Kami mengecam pengesahan RKUHP yang masih penuh dengan pasal-pasal bermasalah ini!," cuit YLBHI dalam akun Twitter resmi miliknya pada Selasa (6/12/2022). 

Dilansir dari keterangan persnya dalam situs resmi YLBHI, pihaknya bersama 18 LBH kantor menilai bahwa RKUHP saat ini masih disusun berdasarkan paradigma hukum yang menindas serta diskriminatif. 

Menurutnya, apabila masih dipaksakan, paradigma hukum yang demikian akan memunculkan satu masalah besar, yakni ancaman over-kriminalisasi kepada rakyat.

"Simpulan tersebut tercermin dari muatan-muatan pasal anti demokrasi yang masih dipaksakan," tulis YLBHI bersama LBH Banda Aceh, LBH Pekanbaru, LBH Medan, LBH palembang, LBH Padang, LBH Lampung, LBH Jakarta, LBH Bandung, LBH Semarang, LBH Yogyakarta, LBH Surabaya, LBH Bali, LBH Kalimantan Barat, LBH Samarinda, LBH Palangkaraya, LBH Makassar, LBH Manado dan LBH Papua dikutip pada Selasa (6/12/2022). 

Bagi YLBHI, persoalan serius yang menjadi sorotan utama adalah RKUHP dapat menjadi instrumen yang mengancam demokrasi dan kebebasan sipil. Pasal mengenai ancaman pidana terhadap penghinaan Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 218 sampai Pasal 220), pasal penghinaan terhadap pemerintahan yang sah, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 349 sampai Pasal 351), pasal mengenai pencemaran nama baik, hingga pasal ancaman pidana kepada penyelenggaraan aksi demonstrasi yang tidak didahului dengan pemberitahuan (Pasal 256), menjadi contoh konkret ancaman yang dapat digunakan untuk menghantam suara-suara kritis rakyat terhadap penyelenggaraan Negara yang ditujukan kepada penguasa. 

"Bahkan, pasal-pasal tersebut berpotensi digunakan secara serampangan, mengingat rendahnya etika pejabat negara saat ini. Terutama, karena lebih sering memprioritaskan kepentingan oligarki, ketimbang kepentingan publik," ujarnya.

Dikutip dalam laman peraturan.go.id, berikut isi dari pasal-pasal yang disampaikan YLBHI berdasarkan draft RUU KUHP tanggal 30 November 2022.

Pasal 218
(1) Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 219
Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 220
(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pasal 256
Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. 

Pasal 347
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seorang Pejabat untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan dalam jabatannya yang sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Pasal 348
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan melawan seorang Pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau berdasarkan perintah yang sah dari Pejabat, dipidana karena melakukan perlawanan terhadap Pejabat, dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Pasal 349
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 347 dan Pasal 348, dipidana dengan: 
a. pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, jika perbuatan tersebut mengakibatkan luka;
b. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, jika perbuatan tersebut mengakibatkan Luka Berat; atau
c. pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan mati.

Pasal 350
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 347 dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu pertiga).

Paragraf 2
Pengabaian terhadap Perintah Pejabat yang Berwenang

Pasal 351
Setiap Orang yang mengabaikan perintah atau petunjuk Pejabat yang berwenang yang diberikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan menghindarkan kemacetan lalu lintas umum sewaktu ada pesta, pawai, atau keramaian semacam itu, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES