Jokowi Berikan Pangkat Jenderal TNI, TPDI: Prabowo Subianto Pelanggar HAM Berat

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Presiden Jokowi memberikan pangkat istimewa Jenderal TNI (HOR) pada Menhan Prabowo Subianto. Hal itu pun menuai kritik. Salah satunya dari Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara, Petrus Salestinus.
Ia menyebut, banyak pihak terkaget-kaget karena tiba-tiba Presiden Jokowi memberikan tanda kehormatan berupa Bintang Empat dengan pangkat Jenderal Kehormatan tersebut.
Advertisement
"Sementara persoalan masa lalu Prabowo Subianto terkait peristiwa kekerasan yang memilukan hati rakyat Indonesia karena berkategori melanggar HAM berat sejak tahun 1997 dan kerusuhan Mei 1998, baru berproses pada masalah pelanggaran etik oleh DKP yaitu pemberhentian Prabowo Subianto dari Dinas Keprajuritan TNI, sedangkan proses pidananya jalan di tempat," katanya dalam keterangan resminya, Rabu (28/2/2024).
Ia menjelaskan, DKP dibentuk dengan SK. Pangab No. SKEP/533/P/ VII/1998, tanggal 24 Juli 1998, kemudian DKP melaksanakan tugas pemeriksaan terhadap Prabowo Subianto dan Saksi-saksi lalu mengeluarkan Keputusan DKP No. KEP/03/ VIII/1998/DKP, tanggal 21 Agustus 1998, yang dalam konsiderans bagian kesimpulan, mengungkap berbagai perilaku buruk Prabowo Subianto.
Sejumlah perilaku Prabowo Subianto dimaksud yaitu, Prabowo Subianto cenderung memiliki kebiasaan mengabaikan sistem operasi, hirarki, displin dan hukum yang berlaku, serta tidak mencerminkan etika profesionalisme dalam pengambilan keputusan dan lainnya.
"Sehingga pemberian Tanda Kehormatan berupa Bintang Empat dengan pangkat Jenderal Kebormatan kepada Prabowo Subianto merupakan kebijakan yang kontraproduktif, error in persona dan sewenang-wenang dengan mengabaikan standar tanda kehormatan itu," ujarnya.
Ia juga menyampaikan, apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi tersebut patut disesalkan karena sama sekali tidak mempertimbangkan rasa keadilan para korban kerusuhan Mei 1998 yang pada setiap Kamisan demo di depan Istana. "Dan rasa keadilan publik yang setiap tahun menuntut hak-hak mereka," katanya.
Ia juga menilai, Jokowi juga mengabaikan, tidak mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti asas-asas, tujuan dan syarat-syarat pemberian Tanda Kehormatan sebagaimana diatur dalam UU No 20 Tahun 2009 Tentang Pemberian Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Menurutnya, Presiden Jokowi hanya melihat pemberian tanda kehormatan, semata-mata sebagai hak prerogatif Presiden Jokowi sebagaimana diatur dalam pasal 15 UUD 1945, tetapi Kepala Negara tidak sadar bahwa hak prerogatif dalam pemberian gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan itu bukanlah cek kosong yang kapan saja bisa diisi seolah-olah berlaku absolut tanpa asas, tujuan dan syarat tertentu.
"Padahal UU No. 20 Tahun 2009 tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan telah mengatur syarat-syaratnya secara limitatif," ujarnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Rizal Dani |