Soal Izin Tambang, Akademisi UMJ: Tunggu Putusan Resmi PP Muhammadiyah

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Akademisi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Hamli Syaifullah merespons PP Muhammadiyah yang dikabarkan sudah menerima Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Presiden Jokowi (Joko Widodo).
Menurutnya, masyarakat Indonesia, khususnya warga Perserikatan tak terlalu jauh mengomentari hal tersebut. Pasalnya, sejauh ini belum ada pernyataan resmi terkait penerimaan izin tambang dari PP Muhammadiyah.
Advertisement
"Saya menemukan pernyataan dari Sekum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed, bahwa keputusan resmi terkait apakah PP Muhammadiyah menerima atau menolak tambang, akan diputuskan secara resmi di acara Konsolidasi Nasional yang akan dilaksanakan tanggal 27-28 Juli di Universitas Aisyiyah Jogjakarta," katanya saat dihubungi TIMES Indonesia, Jumat (26/7/2024).
Dengan demikian, kata Wakil Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bojongsari-Kota Depok tersebut, dirinya mengajak kepada masyarakat untuk menunggu keputusan dalam bentuk dokumen resmi dan tertulis dari PP Muhammadiyah.
"Apakah menolak ataupun menerima Izin Usaha Pertambahan (IUP) untuk Muhammadiyah. Sehingga dengan adanya dokumen resmi, kami di tingkat akar rumput tidak mendapatkan informasi yang simpang siur terkait hal tersebut," jelasnya.
Akan Patuh dengan Putusan PP Muhammadiyah
Nantinya, kata Hamli, diterima atau tidak izin tambang tersebut, sebagai pimpinan Muhammadiyah di tingkat cabang, pihaknya akan sami’na wa ato’na atau patuh terhadap keputusan PP Muhammadiyah.
"Karena, kami meyakini bahwa keputusan yang diambil oleh Muhammadiyah terkait Izin Tambang akan memperhatikan kemaslahatan dan meninggalkan kemudharatan yang besar melalui pandangan bayani, burhani, dan irfani," jelasnya.
Dosen Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam UMJ ini menyampaikan, jika misalnya PP Muhammadiyah memutuskan menerima Izin tambang, maka tentunya itu adalah keputusan terbaik.
Dengan catatan, tambang yang dikelola oleh Muhammadiyah harus benar-benar memperhatikan segala aspek, mulai dari aspek alam dan lingkungan, lingkungan sosial kemasyarakatan di sekitar tambang, hingga pasca melakukan proses penambangan di area tambang untuk dilakukan pemulihan kembali, sehingga bekas tambang menjadi pulih dan normal seperti sedia kala.
Hal tersebut, lanjut dia, harus menjadi komitmen Muhammadiyah, sehingga keputusan menerima izin tambang tidak menjadi boomerang bagi Muhammadiyah yang semenjak berdiri hingga saat ini berkomitmen menjaga kelestarian alam, lingkungan dan kemasyarakatan.
"Maka, tentu tambang yang dikelola oleh Muhammadiyah dan di luar Muhammdiyah akan berbeda. Sehingga Penambangan yang dilakukan oleh Muhammadiyah akan menjadi contoh penambangan legal yang ramah lingkungan dan memberikan banyak kebermanfaatan dan kemaslahatan untuk banyak orang," katanya.
Sebaliknya, lanjut Hamil, kalaupun nantinya Muhammadiyah menolak izin tambang tersebut, tentu juga itu adalah keputusan yang terbaik untuk Muhammadiyah. Keputusan menolak, tentu tidak lantas membuat Muhammadiyah menghujat, mengolok-olok, ataupun menyudutkan ormas lainnya yang menerima izin tambang tersebut lebih awal.
"Akan tetapi, keputusan menolak akan menjadikan Muhammadiyah sebagai pihak pengontrol terhadap pihak lainnya yang melakukan aktivitas penambangan, baik oleh ormas ataupun perusahaan pertambangan," katanya.
Ia juga mengatakan, walapun ini hanya anekdot belaka, misalnya Muhammadiyah nantinya memutuskan menolak, ini juga sangat relevan dengan Matahari Bersinar di lambang Muhammadiyah yang mungkin bisa dimaknai sebagai energi terbarukan.
"Artinya, dengan menolak berarti Muhammadiyah sangat mendukung hadirnya energi terbarukan yang ramah lingkungan. Sehingga energi terbarukan akan menjadi substitusi dari ketergantungan akan hasil tambang," ujarnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |