NU sebagai Peradaban: Mengarungi Tantangan Zaman dengan Adaptasi dan Transformasi
TIMESINDONESIA, SURABAYA – Dalam pidatonya yang menginspirasi di Konferwil XVIII Jawa Timur, Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) memberikan pandangan mendalam tentang peran dan relevansi Nahdlatul Ulama (NU) di era digital yang terus berubah. Dalam pidatonya itu Gus Yahya memandang NU bukan sekadar Jam'iyah, melainkan sebuah peradaban yang sarat dengan nilai-nilai, keyakinan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan norma kehidupan.
Peradaban NU bukanlah monolit yang kaku. NU adalah entitas dinamis yang hidup di tengah perbedaan pendapat. Seberapa keras pun perbedaan yang muncul di antara para anggota NU, tak ada yang benar-benar meninggalkan rumahnya.
Advertisement
NU sebagai Peradaban
Seperti pepatah lama, "Setelah bertualang jauh, burung selalu kembali ke sarangnya." Ini adalah esensi dari NU sebagai peradaban; sebuah rumah yang luas di mana segala perbedaan dapat ditampung dan pada akhirnya, keutuhan selalu terjaga.
Gus Yahya juga menegaskan bahwa konflik dan perdebatan di tubuh NU adalah bagian alami dari dinamika organisasi sebesar ini. Beliau mengajak untuk tidak terlalu khawatir dengan apa yang terlihat di media sosial. Karena pada akhirnya, setiap anggota akan kembali pada inti ke-NU-an mereka.
Ini adalah gambaran dari kekuatan spiritual dan emosional yang luar biasa. Di mana meskipun terdapat caci maki dan pertengkaran, tak ada yang benar-benar berani meninggalkan NU. Bahkan mereka yang telah bergabung dengan organisasi lain pun pada saat kematian menginginkan ritual tahlil NU.
Namun, tantangan sebenarnya bagi NU bukanlah perbedaan internal, melainkan relevansinya di era digital ini. Lingkungan global telah berubah drastis, dan NU harus beradaptasi dengan cepat untuk tetap relevan.
Tantangan ini juga berlaku bagi semua organisasi, termasuk negara. Seperti sebuah kapal besar yang harus menavigasi laut yang bergejolak, NU membutuhkan penyesuaian yang luar biasa untuk bertahan dan terus berlayar.
Adaptasi ini bukanlah tugas yang mudah. Dibutuhkan ikhtiar yang sungguh-sungguh, transformasi organisasi, konsolidasi tata kelola, agenda, dan sumber daya. PBNU telah menyusun regulasi, mengembangkan platform digital, dan membuat grand design yang melibatkan berbagai elemen organisasi. Ini adalah langkah besar untuk memastikan bahwa NU tetap menjadi kekuatan yang relevan di masa depan.
Menuju Digdaya NU
Dalam upaya ini, NU telah mengadakan empat konferensi besar dan Munas Alim Ulama selama tiga tahun terakhir. Langkah-langkah ini mencerminkan tekad kuat untuk menyesuaikan diri dengan zaman, seperti sebuah pohon besar yang menancapkan akar lebih dalam untuk menghadapi badai.
Gus Yahya juga menegaskan pentingnya platform Digdaya NU (Digitalisasi Semesta Data dan Layanan NU). Digdaya NU ini telah dibentuk dan dipresentasikan dalam rapat pleno. Platform ini dapat diakses oleh pengurus melalui perangkat mobile mereka. Ini tentu menunjukkan bahwa NU benar-benar berusaha untuk memanfaatkan teknologi demi kepentingan organisasi.
Di hadapan lebih dari seribu kyai, bu Nyai, pimpinan pondok pesantren, dan berbagai tokoh penting, KH Yahya juga menekankan tantangan dalam membangun sumber pembiayaan bagi organisasi. PWNU Jawa Timur, di bawah pimpinan KH Abdul Hakim Mahfudhz, telah melakukan tata kelola organisasi dan menghimpun kekuatan serta sumber daya potensial yang besar.
Seperti sebuah kereta api yang dikendalikan oleh empat masinis utama—Rois Aam, Khatib Rais Aam, Ketua Umum PBNU, dan Sekretaris Jenderal—NU harus tetap berada di rel yang benar tanpa penyimpangan. Ini adalah analogi yang kuat untuk menggambarkan pentingnya kepemimpinan yang solid dan arahan yang jelas dalam organisasi sebesar NU.
Dalam menghadapi tantangan relevansi, NU juga memerlukan strategi 3 matra yang kompleks dan luas. Ini mencakup sistem tata kelola yang lebih baik, penguatan sumber daya, termasuk sumber keuangan dan SDM. Semua ini membutuhkan kerja keras yang sistemik dan rekadaya yang sungguh-sungguh.
Untuk pengkaderan tingkat tinggi, NU telah mendirikan sekolah kader AKN NU dengan persyaratan ketat. Termasuk kemampuan bahasa Arab dan Inggris yang kuat. Ini menunjukkan komitmen NU dalam melahirkan kader-kader berkualitas yang siap menghadapi tantangan zaman.
Pidato Gus Yahya diakhiri dengan ajakan untuk mendoakan agar NU tetap relevan dan menjadi peradaban baru yang mampu beradaptasi dengan teknologi dalam kehidupan. Seperti matahari yang selalu terbit meski malam gelap, NU diharapkan terus membawa terang bagi umat di tengah tantangan zaman. Wallahu a'lam bish shawab. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Khoirul Anwar |
Publisher | : Rifky Rezfany |