Peristiwa Nasional

Djarot Saiful Hidayat: Badan Kehormatan Diatur dalam Peraturan Tentang Tata Tertib MPR

Rabu, 25 September 2024 - 19:34 | 18.20k
Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat.
Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Saiful Hidayat mengungkapkan Peraturan MPR tentang Tata Tertib MPR mengalami perubahan meliputi perubahan redaksional, perubahan rumusan, dan rumusan pasal dan ayat baru.

Salah satu rumusan pasal dan ayat baru dalam Peraturan MPR tentang Tata Tertib MPR adalah penambahan Alat Kelengkapan yaitu Badan Kehormatan. Badan kehormatan ini bersifat ad hoc dan dibentuk apabila ada pengaduan mengenai pelanggaran kode etik oleh anggota MPR dalam melaksanakan tugas MPR. 

Advertisement

“Karena bersifat ad hoc, maka pembentukan Badan Kehormatan ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan MPR berdasarkan pada putusan Rapat Gabungan, selanjutnya mengenai Badan Kehormatan diatur lebih rinci dalam Bab V tentang Alat Kelengkapan mulai dari Pasal 56 sampai dengan Pasal 61,” kata Djarot Saiful Hidayat ketika menyampaikan menyampaikan Laporan tugas yang telah dilaksanakan oleh Badan Pengkajian Periode 2019 – 2024, yakni khusus terkait materi Rancangan Peraturan MPR RI tentang Tata Tertib MPR RI dalam Sidang Paripurna MPR Akhir Masa Jabatan 2019 – 2024 di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (25/9/2024).

Sidang Paripurna MPR Akhir Masa Jabatan 2019-2024 ini dipimpin Ketua MPR Bambang Soesatyo, didampingi para Wakil Ketua, yaitu Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Sjarifuddin Hasan, Hidayat Nur Wahid, Yandri Susanto, dan Fadel Muhammad. Sidang Paripurna MPR Akhir Masa Jabatan 2019-2024 ini dihadiri Pimpinan DPR dan Pimpinan DPD, serta diikuti sebanyak 538 anggota MPR. Sidang Paripurna MPR Akhir Masa Jabatan 2019-2024 ini sekaligus pengambilan keputusan Peraturan MPR tentang Tata Tertib MPR dan Rekomendasi MPR Periode 2019-2024 untuk MPR periode 2024-2029. 

Selain Badan Kehormatan MPR, Djarot Saiful Hidayat mengungkapkan rumusan pasal dan ayat baru, antara lain soal pembentukan Panitia Ad Hoc. Dalam Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) dibedakan pembentukan Panitia Ad Hoc untuk membahas pengubahan UUD NRI Tahun 1945 dengan Panitia Ad Hoc selain pengubahan UUD NRI Tahun 1945.

“Panitia Ad Hoc untuk membahas pengubahan Undang-Undang Dasar dibentuk dalam sidang paripurna MPR dan ditetapkan dengan Keputusan MPR. Sedangkan Panitia Ad Hoc untuk membahas selain pengubahan Undang-Undang Dasar dibentuk dalam Rapat Gabungan dan ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan MPR,” kata politisi PDI Perjuangan ini. 

Rumusan pasal dan ayat baru lainnya adalah perubahan nomenklatur “Keputusan” MPR menjadi “Putusan MPR”. Dalam rumusan baru, Pasal 98, pembentukan putusan MPR melalui 3 (tiga) tingkat pembicaraan untuk jenis putusan MPR yang bersifat pengaturan (regeling). Jenis putusan MPR adalah Undang-Undang Dasar, Ketetapan MPR, Peraturan MPR, dan Keputusan MPR. Pasal 108 ayat (2) dibedakan antara ketetapan yang bersifat pengaturan dan penetapan.

Ketetapan yang bersifat pengaturan (regeling) (Pasal 108 ayat 2) adalah Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, Pasal 2 dan Pasal 4, Ketetapan tentang Pokok-Pokok Haluan Negara, mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan menggunakan nomor putusan MPR. 

Sedangkan Ketetapan yang bersifat penetapan (beschiking) (Pasal 108 ayat 4), adalah ketetapan yang bersifat penetapan dan administrative, mempunyai kekuatan hukum mengikat, menggunakan nomor putusan MPR.  
  
Djarot Saiful Hidayat menjelaskan bahwa penyusunan rancangan Peraturan MPR tentang Tata Tertib MPR,  merupakan amanat Rapat Pimpinan MPR tanggal 27 Februari 2023. Dalam proses pembahasan dan penyusunannya di awali dengan melakukan kajian melibatkan para pakar/akademisi dari berbagai perguruan tinggi melalui Forum Focus Group Discusion (FGD), pembahasan oleh Tim Perumus, Pleno Badan Pengkajian.

“Terakhir telah kami laporkan, dan dibahas serta disepakti pada Rapat Gabungan MPR, tanggal 23 September 2024,” ujarnya.

Menurut Djarot Saiful Hidayat, substansi perubahan Tata Tertib, meliputi: perubahan redaksional, perubahan rumusan, serta rumusan pasal dan ayat baru. Perubahan redaksional antara lain perubahan nomenklatur “Keputusan” menjadi “Putusan” untuk penyebutan produk hukum MPR. Penggunaan frasa “kelompok anggota” menjadi “kelompok DPD”, “sidang” menjadi sidang paripurna”, “sekurang-kurangnya” menjadi “paling sedikit”, “paling lambat menjadi “paling lama”, “sebanyak-banyaknya” menjadi “paling banyak”, dan “langkah” menjadi ‘tahapan”, serta lain-lain perubahan frase.

Sedangkan perubahan rumusan dilakukan tanpa menambah pasal atau ayat baru, tetapi mengubah rumusan untuk menyesuaikan dengan perkembangan peraturan perundangan dan sistematikan penulisan, antara lain : Pada konsideran menimbang dan mengingat menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang terbaru, penambahan kata atau kalimat yang sifatnya penyempurnaan redaksi, misal dalam hal pengucapan sumpah/janji ditambah kalimat: diawali dengan ucapan “Demi Tuhan saya berjanji ... dst.’’ (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES