Peristiwa

Kasus Valentina Vs Dokter Hardi, MA dan Hakim Dinilai Ada Konspirasi

Jumat, 14 Agustus 2015 - 22:02 | 51.52k
Ilustrasi Gedung Mahkamah Agung (MA). (Foto: sindonews)
Ilustrasi Gedung Mahkamah Agung (MA). (Foto: sindonews)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Terbukti bersalah dalam menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta autentik RUPSLB PT Hardlent Medika Husada (HMH), dokter Hardi Soesanto, dijatuhi hukuman enam bulan penjara dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), 19 Januari 2015 lalu.

Namun hingga kini, tak juga ada eksekusi terhadap mantan suami DR FM Valentina, bos dari PT HMH itu. Panitera pengganti MA, Mariyana Sondang, mengaku salah ketik terhadap putusan tersebut. Salah ketik itu terdapat pada jenis perbuatan pidana yang dilakukan Hardi.

Advertisement

Yang seharusnya tertulis: ‘Telah terbukti bersalah dalam menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik’. Namun, yang tertulis di petikan putusan itu adalah ‘Telah terbukti melakukan pemalsuan surat’.

“Yang pasti ini kesalahan fatal,” kata Direktur PP Otoda Universitas Brawijaya, Ngesti Dwi Prasetyo.

Menurut Ngesti, kesalahan pengetikan harusnya tidak terjadi jika ada transparansi oleh pihak MA terutama bagi para stake holder yang memiliki kepentingan dengan kasus tersebut. “Seharusnya, masing-masing pihak mendapatkan salinan keputusan,” ungkap dia.

Ia menambahkan, kesalahan tersebut menjadi fatal karena berhubungan dengan nasib seseorang dan beresiko menimbulkan asumsi-asumsi publik. Ia mencontohkan, bisa saja penulisan tersebut murni karena kesalahan penulisan. Namun asumsi lain adalah kesalahan tersebut disengaja untuk kepentingan tertentu.

Asumsi-asumsi yang dimaksud, bisa berupa salinan putusan sengaja dibuat salah ketik agar tidak bisa dieksekusi atau memperlama pelaksanaan eksekusi, yang berujung bahwa lembaga peradilan tidak bersikap adil dalam kasus tersebut.

Bila disengaja untuk kepentingan tertentu, asumsi lain yang muncul di masyarakat adalah dugaan adanya konspirasi antara oknum hakim dan staf panitera PN Malang serta staf panitera MA. “Saya rasa kalau dirugikan, bisa melakukan pelaporan,” tegasnya.

Apalagi, inisiatif menemukan kesalahan ketik, justru dari pihak pemenang. Hal senada juga diungkapkan Koordinator Program S3 Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya (UB), Andy Fefta.

Menurutnya, kesalahan tersebut dinilai fatal karena mempengaruhi nasib seseorang. Menurutnya, kesalahan tersebut merupakan lag of system (kelonggaran sistem).

“Dan berpeluang dimanfaatkan oleh pihak tertentu hingga menyebabkan seseorang cacat secara hukum,” tegasnya.

Sementara itu, menurut Ketua Peradi Cabang Malang, Gunadi Handoko, “Tidak boleh MA salah ketik. Kalau sudah salah ketik, sama juga dengan salah dalam pasal yang diterapkan kepada Hardi,” ungkap dia.

Menurutnya, kalau ada kesalahan pengetikan, MA harus segera melakukan perbaikan. Dia tidak menampik bila ada modus-modus untuk memperlama eksekusi. Apalagi, Ketua PN Malang tidak segera menemukan adanya salah ketik tersebut, bila memiliki niat untuk melakukan eksekusi. “Ya, kemungkinan untuk itu, bisa saja memang ada,” tutupnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES