Hadi Sidomulyo: Gunung Penanggungan Pusat Rohani Masa Akhir Majapahit

TIMESINDONESIA – TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA - Diskusi sesi kedua di hari ketiga Borobudur Writers Cultural Festival 4th 2015 menghadirkan Hadi Sidomulyo, pria asal Inggris yang sejak 1971 menetap di Indonesia dengan menghabiskan waktunya untuk mengabdikan dirinya untuk meneliti masa silam Nusantara ini membahas Eksplorasi Gunung Penanggungan Pusat Rohani Masa Akhir Majapahit.
Selain itu juga menghadirkan Prof Dr. Ayu Sutarto, yang meneliti Orang Tengger dan Gunung, kemudian Dr Hawe Setiawan, yang menulis Gunung-gunung di Jawa Barat dan Mitologi di Tatar Pasundan, kemudian M. Sudibyo, dengan penelitiannya tentang Ledakan Gunung Krakatau-Merapi dan sastra sosial.
Advertisement
Dalam pemaparannya tentang Eksplorasi Gunung Penanggungan sebagai Pusat Rohani masa Akhir Majapahit, Hadi Sidomulyo yang memiliki nama asli Nigel Bullough ini mengungkapkan tidak mengherankan apabila banyak Peninggalan Purbakala di Gunung Penanggungan.
"Mewakili masa klasik Jawa Timur terdapat Peninggalan di bagian atas sebagai punden berundak, kemudian ada pemandian Jolotundo dimana air Jolotundo sejak abad 10 sudah dipercaya sebagai air amerta," katanya.
Lanjutnya di sebelah Timur Gunung Penanggungan terdapat situs pemandian yang disebut sumber tetek, lima ratus meter kemudian ada gapura, kemudian ada prasasti.
"Ada dua hal menarik dimana terdapat prasasti Canggrung di Dusun Suko, Gunung Penanggungan di lereng barat atas gunung beda dengan bagian bawah 90 persen," imbuhnya.
Munculnya budaya lokal, katanya terdapat banyak unsur budaya lokal diwakili oleh sastra yang tidak hanya relief contoh seperti punden berundak.
Ia maenambahkan terdapat juga Candi Selokelir yang ditemukan pada 1915, "Ada campur budaya, di Candi itu dapat ditemukan berbagai unsur budaya seolah mewakili seorang raja atau tokoh yang meninggal dunia, ada yang mewujudkan tokoh panji, di tanah Jawa saya tidak pernah menemukan motif yang menimbulkan banyak pertanyaan, mewakili masa peralihan," katanya.
Gunung Penanggungan yang hanya 60 km dari Surabaya, Jawa Timur ini terdapat altar pemujaan Candi Selokelir.
"Selain itu eksplorasi di Gunung Penanggungan dimulai dalam kurun 1936 hingga tahun1940, namun banyak data yang hilang ketika jaman kemerdekaan, tercatat 81 Candi waktu itu, dan data itu hilang tidak pernah terbit, di data kembali pada tahun 1951, namun hanya 2/3 yang bisa di plot," paparnya.
Dalam ekskavasi yang dilakukan sejak 1951-1990 Hadi mengkritik, karena data yang dikelola sepotong-potong. "Pada tahun 1991 dan 1992 ada tim gabungan dibawah Drs Maulana Ibrahim mereka mencoba melihat secara utuh Gunung Penanggungan secara integral dari aspek alam, budaya, lingkungan dan wisata," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa dirinya bersama survei tim ekspedisi Ubaya (Universitas Surabaya) melakukan ekskavasi berikutnya pada tahun 2012 hingga 2015
"Melanjutkan gagasan Maulana didukung penuh oleh Ubaya karena posisi kampusnya di kampus III, Trawas Mojokerto, dekat dengan Gunung Penanggungan," ceritanya.
Hasilnya di tahun 2012 ditemukan 68 situs kepurbakalaan, kemudian tahun 2013 terdapat 23 situs, dan tahun 2014 ditemukan 13 situs, serta tahun 2015 sejumlah 22 situs.
Ia mengungkapkan pada bulan Agustus hingga Oktober 2015 gunung Penanggungan terbakar, dan mengakibatkan dampak luar biasa bagi ekskavasi tentang Gunung Penanggungan. "Hutannya habis terbakar, namun ada temuan seperti bentuk jalan, terlihat punden tersebut tersambung, seperti da jalan bentuk zigzag,"
Dan temuan tersebut menjadikan babak baru dalam penelitian mengenai situs di Gunung Penanggungan. "Ternyata di Gunung Penanggungan kita berhadapan kawasan kepurbakalaan sangat istimewa," pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Publisher | : Rochmat Shobirin |