Peristiwa

Omah Budaya Slamet Hadir Sebagai Galeri Kritik atas Masyarakat Kekinian

Minggu, 17 Januari 2016 - 16:10 | 75.85k
Salah satu pengunjung Omah Budaya Slamet di depan salah satu lukisan. (Foto: arasy pradana/malangtimes)
Salah satu pengunjung Omah Budaya Slamet di depan salah satu lukisan. (Foto: arasy pradana/malangtimes)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Omah Budaya Slamet (OBS) yang terletak di desa Bumiaji, Kota Batu tak hanya berfungsi sebagai galeri dan rumah tinggal pemilik rumah. Lebih lanjut, keberadaan OBS dan relasi sosial yang hendak dibangun disekelilingnya sekaligus menjadi perwujudan kritik atas kondisi masyarakat kekinian.

Hal tersebut sebagaiamana diungkapkan kepada MALANGTIMES oleh Slamet Hendro Kusumo, pelukis cum budayawan yang memiliki dan mengelola OBS.

Advertisement

Pria yang akrab disapa Pak Slamet ini menyitir bagiamana publik hari ini telah menggeser dirinya sendiri ke dalam peran “hakim” atas perilaku orang lain.

“Media kerap kali mengarahkan opini masyarakat untuk mengurusi apa-apa yang sesungguhnya merupakan privasi seseorang.”

Fenomena ini, lanjutnya, tak dapat dilepaskan dari struktur sosial masyarakat yang “terjajah” oleh korporasi, baik berbentuk swasta maupun negara.

Oleh karenanya, OBS mengajukan pengelolaan yang bersifat kolegial sebagai tamparan balik atas kultur tersebut, melalui konsep keluarga besar. 

 Sejak semula, OBS dirancang sebagai bentuk budaya tanding. “Ketika anda memasuki pintu ruangan ini, dengan demikian anda telah menjadi bagian dari keluarga kami,” serunya hangat.

Kegelisahan tersebut tak hanya mewujud dalam ekosistem sosial yang dibangun pak Slamet di sekitar rumahnya. Dalam lukisan-lukisan pak Slamet, perasaan-perasaan tersebut mewujud melalui sejumlah atribut dan elemen.

Lukisan-lukisan Pak Slamet, khususnya dari periode yang disebutnya sebagai “pencerahan”, dilengkapi dengan gambaran perkakas dan rerongsokan. Selain itu, varia warna-warna neon dan berani dipilih sebagai pelabur.

Salmet sendiri mengaku bahwa sesungguhnya tak ada alasan khusus dibalik pemilihan setiap warna. Yang menjadi titiberat lukisannya justru simbol-simbol universal yang melebur maupun tampil secara  eksplisit.

Ketika sesorang menyadari hal tersebut, lanjutnya, ingatan-ingatan akan mebawanya agar segera menaut pada sebuah konsep.

“Keterpikatan terbesar yang saya tuangkan ke dalam lukisan adalah isyu-isyu kemanusiaan, demokratisasi dan Hak Asasi Manusia,” jelas  pria bertubuh besar ini. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Sukmana
Sumber : =

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES