
TIMESINDONESIA, JEMBER – Mangkirnya penghulu di prosesi akad nikah warga Dusun Angsana, Desa/Kecamatan Mumbulsari, Jum’at (15/1/2016) lalu, menimbulkan dugaan bahwa Kantor Urusan Agama (KUA) setempat melakukan pungutan liar (pungli).
“Bersama ipar saya yang akan menikah, saya waktu itu membayar Rp 600 ribu ke bank, kemudian setelah bukti setoran saya serahkan ke petugas KUA, saya dimintai Rp 100 ribu lagi, katanya untuk biaya materai,” ungkap Edi Fitrianto, kepada sejumlah wartawan, Senin (18/1/2016).
Advertisement
Sebenarnya, dia tidak akan mempermasalahkan jumlah uang yang dia bayarkan ke KUA asal saudara iparnya tersebut dapat melangsungkan pernikahan sesuai rencana.
Namun, dirinya mengaku kesal, saat pelaksanaan akad nikah tak satupun petugas KUA yang hadir dan memimpin prosesi ijab qobul, sehingga dia meminta salah seorang kiai setempat untuk menikahkan saudaranya itu. “Lha terus uang yang saya bayarkan itu untuk apa?” ucapnya.
Edi pun menduga, jika petugas KUA sengaja mengakali keluarganya. Karena sebelumnya, ia meminta ijab qobul dilaksanakan di kantor KUA setempat.
“Awalnya, saya meminta akad nikah di KUA, supaya gratis. Namun, saya diarahkan akad di rumah saja dengan sejumlah biaya yang harus saya keluarkan,” katanya.
Yang membut Edi heran, dua hari pasca akad nikah digelar, petugas KUA melalui modin setempat mengirimkan surat nikah dengan sejumlah blanko kosong yang harus ditandatangani oleh kedua mempelai.
“Hari Minggu kemarin, ipar saya itu diminta menadatangani blanko kosong, kemudian pak modin menyerahkan surat nikah dengan meminta uang lagi sebesar Rp 250 ribu. Lucunya, tanggal yang tertera di surat nikah itu tanggal 18 Januari, padahal saat memberikannya tanggal 17 Januari, inikan aneh,” ujarnya.
Edi mengkuatirkan, jika saat itu dia diarahkan untuk membayar ke nomor rekening pribadi petugas KUA, bukan ke rekening Kementerian Agama. Sehingga petugas menyiasati dengan mencatat tempat pelaksanaan akad nikahnya di KUA.
“Saya tidak memperhatikan ke rekening siapa saya menyetor, seingat saya saya membayarnya di Bank BRI hari Senin lalu. Karena saat itu, saya tidak kepikiran jika mau diakali begini. Saya juga kuatir jika surat nikah itu Aspal,” paparnya.
Edi menengarai, jika pelaksanaan akad dirumah itu adalah modus agar warga membayar sejumlah uang untuk biaya pencatatan nikah.
Sementara itu, Kepala KUA Mumbulsari, Aksen Nurul Haq, terkesan kaget ketika sejumlah wartawan mendatangi kantornya.
Setelah meminta menunjukkan kartu identitas wartawan, salah seorang pegawai yang mengenakan baju setelah hitam putih mengumpulkannya dan akan memfotokopi. Aksi itu tidak berlanjut, setelah salah seorang wartawan cetak mencegahnya.
“Saya no coment, jika yang kesini adalah yang bersangkutan (pasangan pengantin) akan saya jawab,” elaknya, saat ditanya mengenai dugaan pungli tersebut.
Ditanya mengenai modus pencatatan nikah, dirinya kembali menolak berkomentar. Bahkan, semua pertanyaan wartawan tak ada yang dia jawab. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.