Ribuan Kakatua Putih di Maluku Utara Diselundupkan ke Filipina

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Penangkapan dan perdagangan kakatua putih (Cacatua alba) dan kasturi ternate (Lorius garrulus) masih marak terjadi di Maluku Utara, khususnya di Kabupaten Halmahera Selatan.
Ribuan burung ditangkap dari alam untuk diselundupkan ke daerah luar Maluku utara seperti ke Jawa, Sulawesi, hingga ke Filipina.
Advertisement
Hasil investigasi yang dilakukan PROFAUNA Indonesia selama dua bulan lebih yaitu pada bulan November 2006 hingga Januari 2017, ada 17 desa dari 50 desa yang terdapat penangkap burung yang aktif melakukan kegiatan penangkapan burung.
Penangkapan burung kakatua putih dan kasturi ternate itu kebanyakan terjadi di desa-desa yang ada di Pulau Bacan, Pulau Obi dan daerah Gane.
“Warga desa itu menangkap burung karena ada permintaaan dari orang luar desa seperti dari kota Ternate, Sulawesi Utara dan Filipina,” kata Rosek Nursahid, Ketua PROFAUNA Indonesia, Jumat (29/4/2017).
Jumlah terbanyak penangkap burung di Halmahera Selatan adalah di daerah Gane. Ada sekitar 60 orang penangkap burung di Gane yang terdiri di 6 kecamatan.
Kebanyakan jenis burung yang ditangkap di Gane adalah kakatua putih dan nuri bayan (Eclectus roratus), jenis burung yang sudah dilindungi undang-undang.
Sedangkan jumlah penangkap burung di Obi dan sekitar 15 orang dan di Bacan juga 15 orang. Untuk daerah Obi jenis burung yang ditangkap adalah kasturi ternate. Sedangkan untuk Bacan itu jenis burung ditangkap meliputi kakatua putih, kasturi ternate dan bayan.
Kebanyakan penangkap burung tersebut akan menangkap jika ada pesanan.
PROFUNA Indonesia mencatat, paling aktif melakukan kegiatan penangkapan burung adalah daerah Gane karena ada pengepul dan pemodal dari Bitung, Sulawesi dan mempunyai jaringan dengan Filipina.
Jika ditotal jumlah burung yang ditangkap di Gane, Bacan dan Obi dalam satu bulan itu ada sekitar 3.225 ekor burung yang ditangkap tiap bulannya. Burung yang ditangkap itu bukan hanya kakatua putih dan kasturi ternate, namun juga termasuk nuri bayan yang sudah dilindungi UU.
Penangkapan burung di Halmahera Selatan tersebut bukan berarti bahwa setiap bulan selalu ada sekitar 3.225 ekor yang berhasil ditangkap, karena penangkap burung belum tentu setiap bulan pergi ke hutan untuk menangkap burung.
Penangkapan itu terjadi jika ada pesanan dan modal dari pengepul.
Namun kondisi itu mencerminkan jika dalam kondisi penangkapan yang aktif, maka diperkirakan ada sekitar 3.225 burung kakatua putih, kasturi ternate dan bayan yang ditangkap dari alam setiap bulannya.
Secara umum terdapat dua metode penangkapan burung di Halmahera Selatan, yaitu dengan menggunakan jerat dan getah. Penggunaan kedua metode ini rupanya tidak mengalami perubahan dalam dua puluh tahun terakhir.
Harga burung dari tangan penangkap relatif murah. Seekor kakatua putih dihargai hanya Rp 200.000 dan kasturi ternate Rp 150.000 per ekor.
Harga burung kakatua putih dan kasturi ternate akan melonjak tinggi ketika sudah sampai di Jawa. Harga seekor kakatua putih bisa mencapai Rp 3,5 juta, sedangkan kasturi ternate Rp 2 juta jika dijual di Jawa.
Melihat masih tingginya penangkapan burung kakatua putih dan kasuri ternate, PROFAUNA Indonesia mendesak agar pemerintah segera melindungi kedua burung ini. Apalagi kakatua putih dan kasturi ternate adalah burung endemik Maluku Utara yang populasinya terus menurun.
“Sejak lama PROFAUNA mengusulkan agar kakatua putih dan kasturi ternate dimasukan dalam jenis satwa dilindungi, semoga dalam revisi peraturan perundangan terkait satwa liar itu kedua satwa ini sudah dimasukan dalam daftar satwa dilindungi," harap Rosek. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |
Sumber | : Press Rilis |