Misteri Tiga Sosok Patung di Belakang Balai Kota Malang, Ada Saat Era Wali Kota Soesamto

TIMESINDONESIA, MALANG – Tiga sosok patung yang berada di belakang Balai Kota Malang, tepatnya di area Taman Rekreasi Kota (Tarekot) menyimpan segudang misteri.
Tiga sosok patung tersebut diketahui berdiri pada era kepemimpinan Wali Kota Malang, Soesamto tahun 1988-1998.
Advertisement
Pengamat Sejarah dan Budaya sekaligus Sekretaris TACB Kota Malang 2016-2020, Agung Buana saat ditemui TIMES Indonesia mengkisahkan sosok ketiga patung tersebut.
Pertama, ada dua sosok patung laki-laki dan perempuan yang ada di belakang Balai Kota Malang awalnya ditempatkan di halaman rumah dinas Wali Kota Malang.
Untuk bentuk patung laki-laki tersebut sebenarnya membawa busur dan anak panah di genggaman tangannya, tapi kekinian busur dan anak panah tersebut telah hilang entah kemana.
Kemudian, diikuti oleh sosok patung perempuan di sebelahnya dengan paras cantik bak penari tradisional Jawa.
"Dulu patung ini diletakkan di halaman rumah dinas Wali Kota, di tamannya. Posisinya dulu menghadap keluar rumah dan panahnya mengarah ke luar," ujar Agung, Kamis (28/4/2022).
Gedung Balai Kota Malang. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Dikisahkan, mantan Wali Kota Malang, Soesamto ini adalah seorang dalang. Jadi, kata Agung, kemungkinan sosok patung yang menghadap ke luar rumah dinas dengan membawa busur panah, bisa difilosofikan sebagai tolak balak.
"Jadi kalau ada serangan dari luar, secara metafisika sudah di lawan dengan patung yang memanah ini. Jadi entah ilmu ilmu atau apa yang menyerang, patung itu sebagai simbol benteng atau yang melawan serangan itu," ungkapnya.
Untuk sosok perempuan di sebelah laki-laki membawa panah tersebut, disimbolkan sebagai sosok yang dijaga oleh laki-laki pemanah tersebut.
"Ibarat ratu, tentu pasti ada pemimpinnya, seperti halnya cerita Ken Arok dan Ken Dedes," imbuhnya.
Atau juga, lanjut Agung, bisa disimbolkan sebagau masyarakat yang dijaga oleh Wali Kotanya, yakni diwujudkan dalam patung laki-laki yang membawa panah.
"Patung itu disukai oleh pak Soesamto dan juga era Pak Peni," katanya.
Namun, ada hal aneh yang membuat patung itu harus dipindahkan ke area belakang Balai Kota Malang. Hal itu terjadi di era Abah Anton, sekitar tahun 2013.
Seketika, patung laki-laki pembawa panah yang menghadap ke luar rumah dinas, berbalik arah dengan posisi laki-laki tersebut membawa busur panah menghadap ke rumah dinas.
"Posisinya patung pemanah ini bergeser dari posisi awal menghadap keluar, tiba-tiba menghadap ke arah rumah dinas Wali Kota. Gak tahu siapa yang mengubah posisinya," bebernya.
Awalnya dengan perpindahan arah patung tersebut, membuat Wali Kota Malang, Abah Anton di era tersebut biasa-biasa saja.
Akan tetapi, lama kelamaan dianggap ada energi negatif yang tak bagus, sehingga patung tersebut pun dipindah ke belakang Balai Kota Malang.
"Awal dipindah itu di tengah taman. Tapi suatu saat pegawai Wali Kota dikasih mimpi untuk memindahkan patung ke belakang, yakni di dekat sumber air," tuturnya.
Sementara itu, ada sosok patung menyerupai manusia kera putih yang terdapat di tengah pusat sumber air belakang Balai Kota Malang atau di sebelah patung laki-laki dan perempuan tersebut.
Patung itu, dianggap sebagai penguasa seluruh wilayah Balai Kota Malang.
Dalam kisahnya, di titik patung menyerupai manusia kera putih tersebut dianggap sebagai sumber air terbesar Balai Kota Malang di bibir sungai Brantas.
"Sumber air alami ini debitnya sangat besar. Ini adalah sumber airnya Balai Kota. Kata orang Jawa, biasanya sumber air dijaga oleh sosok astral," kata Agung.
Dalam proses penemuan sumber air tersebut, pada waktu itu dilakukanlah pengeboran dengan perkiraan kedalaman 20 meter.
Namun, ntah karena apa, pengeboran tersebut selalu gagal dan gagal. "Alatnya gak mampu menembus, seperti ada batunya. Jadi gak keluar airnya," katanya.
Akhirnya, dengan kegagalan tersebut, ada salah satu orang yang memberi tahu bahwa jika ingin melakukan pengeboran hingga ke sumber mata air, perlu adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Pada akhirnya, dilakukanlah mediasi hingga tirakat. Dari situ, barulah diketahui bahwa syarat yang diminta oleh penunggu tersebut adalah membuatkan patung serupa dengan sosok penunggu dan di taruh di titik sumber mata air tersebut.
"Akhirnya dibuatlah patung ini untuk menetralisir dan sebagai peringatan juga kepada kita untuk memanfaatkan air secara bijaksana," ungkapnya.
Hingga kini, sumber mata air tersebut pun masih digunakan untuk mengisi sepertiga kebutuhan air di Balai Kota Malang.
Namun, tak pernah tahu nama ketiga sosok patung yang hingga kini masih berada di belakang Balai Kota Malang itu.
"Patung-patung ini gak punya nama. Kami gak tahu sosok sebenarnya apa. Memang ini dibuat untuk tolak balak dan atas permintaannya," pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |