Politik

Koalisi Gemuk KIB Untuk Stabilitas Pemerintahan, Ini Konsekuensinya Menurut Pengamat 

Jumat, 19 Agustus 2022 - 21:59 | 26.03k
Ilustrasi koalisi partai politik - (FOTO: dok Rumah Pemilu)
Ilustrasi koalisi partai politik - (FOTO: dok Rumah Pemilu)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) menyambut baik Partai Demokrat yang menyatakan butuh koalisi besar untuk memenangkan Pemilu 2024 dan menjalankan pemerintahan. Anggota KIB, PAN, menyetujui wacana koalisi besar dan mengajak Demokrat untuk bergabung bersama KIB dengan Golkar dan PPP.

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan jika koalisi gemuk yang diinginkan KIB adalah suatu hal yang wajar. Hal itu mengingat KIB masih membutuhkan dukungan dari partai politik lain. 

"Saya melihatnya jika KIB ingin memperbanyak atau menambah koalisi dari partai-partai politik yang lain, maka itu hal yang wajar. Karena bagaimanapun KIB itu butuh support atau dukungan dari partai-partai yang lain," kata dia di Jakarta, Jumat (19/8/2022).

Menurut Ujang, koalisi besar mempunyai kelebihan dalam menghadapi pertarungan Pilpres 2024. Selain menguntungkan bagi untuk tujuan pemenangan pasangan calon presiden - calon wakil presiden, koalisi besar juga bermanfaat dalam menjalankan roda pemerintahan ketika kelak koalisi berhasil menang.

"Jika nanti bertarung di Pilpres 2024 dan menang, dibutukan koalisi besar. Butuh pengamanan dari partai koalisi yang ada dalam konteks di pemerintahan maupun di parlemen. Jadi dalam hal ini koalisi akan diusahakan sebesar mungkin, segemuk mungkin, sebisa mungkin yang dilakukan KIB," ujarnya.

KIB, kata Ujang, akan menyambut baik partai yang ingin bergabung dengan koalisi yang mengusung visi PATEN itu. Meski ada keuntungan besar dalam koalisi gemuk, tantangan juga ada. Koalisi besar dengan banyak partai pasti akan memunculkan banyak pandangan berbeda. Tantangannya adalah bagaimana menyatukan suara semua partai anggota.

"Mereka akan sama-sama berjuang untuk memenangkan koalisi itu, siapapun nanti capres - cawapresnya. Minusnya tentu koalisinya gemuk, terlalu banyak pendapat, terlalu banyak perbedaan. Tentu itu harus disatukan, disamakan," jelas Ujang.

Ditambahkan, adanya risiko dari koalisi besar yakni semakin berkurangnya partai oposisi dalam pemerintahan yang bisa menganggu mekanisme perimbangan kekuasaan. Padahal mekanisme itu penting untuk mengoreksi serta meluruskan sebuah pemerintahan serta mendorong pertumbuhan ke arah yang lebih baik.

"Tetapi yang harus kita lihat adalah kebutuhan saat ini, ke depan, adalah koalisi gemuk bukan hanya untuk mengamankan 20% tiket pilpres, tetapi juga mengamankan pemerintahan ke depan. Dengan koalisi gemuk tentu pemerintahan akan aman. Hanya saja minusnya akan kekurangan oposisi, tidak ada check and balances," pungkasnya.

Konsekuensi Koalisi Gemuk
Pengamat Politik UI, Cecep Hidayat, mengatakan koalisi besar punya konsekuensi munculnya kepentingan yang juga besar. "Dengan bentukan koalisi ini kita lihat juga, jangan cuma untuk meningkatkan porsi tawar, mendapatkan calon yang elektabilitasnya tinggi, namun membentuk sistem jangka panjang, demokrasi," katanya.

Pemilu 2024 merupakan pemilu ke 5 setelah 1999 di era demokrasi. Harapannya, demokrasi di Indonesia dapat terkonsolidasi dengan baik, membawa Indonesia ke demokrasi yang lebih matang, ditandai dengan adanya kerjasama dari para elit partai. 

Cecep berharap koalisi membawa manfaat bagi bangsa. "Kalaupun membangun koalisi dengan membangun politik demokrasi, bukan cuma jangka pendek untuk mengusung calon mereka saja," ungkap Cecep. 

Saat ini sudah ada dua poros jelang Pemilu 2024. KIB dikabarkan tengah mendekati Partai Demokrat, sementara Gerindra-PKB dengan PDIP. 

"Jika kita bicara koalisi yang terbangun di Indonesia, pengalaman dari beberapa Pemilu, biasanya bukan koalisi permanen. Selalu berubah-ubah. Koalisi di Pusat dan Daerah biasanya berbeda. Dengan bermunculannya berbagai koalisi, diharapkan proses demokrasi di Indonesia semakin sehat dan dinamis," tutupnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto sendiri, berulang kali mengatakan bahwa KIB bersifat inklusif, terbuka kepada siapa saja. 

"Kita ingin politik yang dikedepankan merupakan politik yang menyatukan, inklusif dan didasarkan pada kesamaan gagasan dan pemikiran untuk kemajuan Indonesia yang kita cintai ini," jelas Airlangga.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES