Politik

Parpol Cenderung Pragmatis Menuju 2024, KIB Diuntungkan Jika Demokrat Gabung

Selasa, 23 Agustus 2022 - 20:59 | 20.02k
Pimpinan partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu - (FOTO: ANTARA/Fauzi Lamboka)
Pimpinan partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu - (FOTO: ANTARA/Fauzi Lamboka)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Direktur Eksekutif Algoritma, Aditya Perdana, menyebut partai politik di Indonesia sebagian besar masih bersikap pragmatis dalam menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024. Karena sikap itu pula, koalisi antar parpol yang belakangan sudah terbentuk masih memungkinkan mengalami perubahan termasuk yang digagas Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

"Parpol di Indonesia pragmatis iya, karena mereka melihat ikatan-ikatan itu ya dibuat cair saja, memudahkan untuk berinteraksi satu sama lain," terang Aditya Perdana, Selasa (23/8/222). 

Ia menyinggung koalisi yang sudah terbentuk yakni Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Koalisi Gerindra-PKB, berikut poros Nasdem-PKS-Demokrat. Meski sudah menyatakan berkoalisi, akan tetapi ia menilai belum ada kesepakatan yang jelas.

"Dalam bahasa mudahnya, masih saling lirik-melirik, masih tahap awal, belum ada yang mengikat satu sama lain, meski secara formal mereka bilang, KIB ada, NasDem-PKS-Demokrat, belum ada pengantinnya belum ada," ucap Aditya. 

Menurutnya, koalisi maupun poros partai politik yang sudah terbentuk masih akan melakukan penjajakan peluang ke depan sehingga masih memungkinkan adanya perubahan. Sementara itu lembaga survei terus bereksperimen memasangan sejumlah elit sebagai kandidasi yang akan berlaga di Pilpres 2024.

"Eksperimen itu dalam konteks menggalang dukungan, atau memastikan bahwa si A cocok dengan si B atau B cocok dengan yang lain. Mungkin bisa terjadi atau tidak," jelas Aditya.

Nama-nama yang beredar di masyarakat, lanjut dia, bisa menjadi panduan sekaligus nilai tawar bagi elit tertentu beserta partainya. Apalagi pada dasarnya satu parpol dengan parpol lainnya belum mempunyai satu kesamaan dan ideologis untuk memudahkan mereka untuk melekat satu sama lain.

Aditya menduga, parpol maupun koalisinya masih akan menahan diri untuk mengumumkan capres dan cawapres. Baru pada awal tahun depan, mereka akan terang benderang kemana arah dan pilihan mereka.

Plus Minus Koalisi Besar Bagi KIB
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) A. Khoirul Umam mengemukakan sejumlah analisis terkait kabar bergabungnya partai dalam gerbong Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). 

Kata dia, wacana masuknya partai politik lain ke KIB masih sebatas wacana. Kabar itu diakui santer sejak bulan lalu, namun hingga pertemuan KIB di Jawa Timur hal itu belum terbukti. Ditegaskan pula masuknya parpol ini akan memberikan keuntungan bagi KIB. Yakni memperbesar peluang memenangkan Pilpres 2024.

"Plus minus koalisi besar memang terletak pada potensi kemungkinan menangnya yang lebih besar dan dukungan parlemen yang kuat saat nanti di pemerintahan," tambahnya.

KIB sebelumnya menanggapi Partai Demokrat yang mengungkapkan butuh koalisi besar untuk memenangkan Pemilu 2024 dan menjalankan pemerintahan. PAN, sebagai salah satu anggota KIB, menyetujui wacana koalisi besar dan mengajak Demokrat untuk bergabung bersama KIB dengan Golkar dan PPP.

Meski demikian, menurut Umam, koalisi besar tidak menjamin penuh kemenangan. Sejarah Pilpres 2004 dan 2014 telah membuktikan. Saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) didukung koalisi kecil pada Pilpres 2004. Begitu pula Joko Widodo (Jokowi) pada Pilpres 2014. Keduanya menang berkat popularitas dan elektabilitas. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES